Banner Iklan

Pengurus PDDI Malang ke Pasuruan, Ketua Didik Gatot Subroto dan Muhammad Zaini Abdullah juga Bahas Darah Mahal

Anis Hidayatie
09 Desember 2025 | 13.25 WIB Last Updated 2025-12-09T08:36:34Z

 

Ketua PDDI Kabupaten Pasuruan Muhammad Zaini dan Ketua PDDI Kabupaten Malang Didik Gatot Subroto, 
Bahas Akses Darah Murah, Soroti Stigma “Beli Darah” dan Peran Negara

PASURUAN | JATIMSATUNEWS.COM: Pengurus Persatuan Donor Darah Indonesia (PDDI) Kabupaten Malang melakukan kunjungan dan diskusi bersama Pengurus PDDI Kabupaten Pasuruan, Selasa (9/12/2025).

Bukan hanya Silaturahmi , Pertemuan ini menyoroti persoalan serius terkait akses darah bagi masyarakat kurang mampu, stigma “beli darah”, serta pentingnya peran negara dalam menekan biaya pengelolaan darah.

Ketua PDDI Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto, menegaskan bahwa meskipun sebagian pasien telah tercover BPJS Kesehatan, masih ada keterbatasan yang memberatkan, terutama bagi penderita penyakit kronis seperti leukemia. “BPJS memang menanggung, tetapi ada batasan. Kalau pasien akut butuh 5 sampai 10 labu darah per bulan, sebagian harus ditanggung sendiri. Bagi keluarga miskin, ini berpotensi membuat mereka semakin miskin karena sakit,” ujarnya.

Didik menyampaikan, PDDI ke depan akan mengajukan rekomendasi agar biaya perawatan dan pengadaan darah dapat ditekan seminimal mungkin. Isu ini rencananya dibawa pada Musyawarah Nasional (Munas) PDDI dengan mengundang pemangku kepentingan terkait, khususnya PMI. “Harusnya tidak ada lagi stigma ‘beli darah’. Donor itu gratis, tapi proses pengolahan darah memang membutuhkan biaya,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Soni, wakil ketua PDDI Kabupaten Pasuruan yang menjelaskan bahwa biaya hampir Rp500 ribu per labu bukanlah harga darah, melainkan biaya proses. 

“Satu kantong darah harus melalui skrining ketat—hepatitis, HIV, dan parameter lainnya—agar aman ditransfusikan. PMI juga harus mempertanggungjawabkan biaya operasional UTD dari darah masuk hingga siap ditransfusikan,” jelasnya.

Diskusi juga menyinggung peran negara saat kondisi darurat bencana. Menurut Soni, saat terjadi musibah besar seperti di Aceh atau wilayah Sumatera, kebutuhan darah meningkat tajam dan PMI harus sigap menyalurkan suplai dengan akuntabilitas biaya. 

“Jika pemerintah tidak hadir memberi dukungan pembiayaan pengelolaan darah, beban operasional akan berat,” katanya.

Dalam kesempatan itu, para pengurus juga sepakat mendorong kampanye donor darah sejak usia muda, bahkan dimulai dari sekolah. Donor darah dinilai memberi manfaat kesehatan bagi pendonor dan menjamin ketersediaan darah berkualitas dengan biaya perawatan yang lebih ringan. Didik pun diusulkan menjadi role model karena konsistensinya berdonor sejak usia kelas 2 SMA.

Pengalaman serupa dibagikan pengurus senior yang telah puluhan tahun rutin donor darah. Salah satunya Dodik menyebut telah berdonor lebih dari 140 kali dan menerima penghargaan nasional pada 2019.

 “Donor darah harus menjadi gaya hidup, bahkan kebutuhan. Kalau lama tidak donor, rasanya ada yang kurang,” ungkapnya sambil tersenyum. Meski kini telah berusia 63 tahun dan berdonor setiap enam bulan sesuai aturan lansia, semangatnya tetap menjadi inspirasi.

Sekretaris Andi R., Malang menegaskan komitmen PDDI  untuk memperkuat edukasi publik, menghapus stigma keliru tentang darah, serta mendorong kebijakan yang memastikan akses darah aman dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.


Silaturahmi diwarnai saling bertukar cinderamata. Hadir juga Wakil Ketua PDDI Kabupaten Malang Abah H. Suhadi dan sekretaris PDDI Kabupaten Pasuruan Sutarmi Darso. Ans


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pengurus PDDI Malang ke Pasuruan, Ketua Didik Gatot Subroto dan Muhammad Zaini Abdullah juga Bahas Darah Mahal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now