Banner Iklan

Makan Bergizi Gratis: Investasi SDM atau Beban Fiskal yang Prematur?

Admin JSN
17 November 2025 | 18.34 WIB Last Updated 2025-11-17T11:34:51Z

Makan Bergizi Gratis: Investasi SDM atau Beban Fiskal yang Prematur?

Oleh: Nadya Azza Mahirah

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diangkat pemerintahan baru telah memantik perdebatan publik. Di satu sisi, program ini diklaim sebagai langkah strategis untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) unggul. Di sisi lain, muncul keraguan mengenai kesiapan anggaran serta efektivitasnya dalam menjawab persoalan mendasar. Program ini laksana pedang bermata dua: sarat potensi manfaat, namun juga menyimpan risiko implementasi yang signifikan.

Para pendukung program ini mengemukakan sejumlah argumen mendasar:

  1. Masalah stunting dan malnutrisi masih menjadi tantangan serius di berbagai wilayah. Keberadaan MBG yang dibagikan kepada siswa-siswi pada jam istirahat merupakan intervensi langsung guna meningkatkan kesehatan anak dan kualitas generasi penerus. Program ini tidak hanya sekadar memastikan perut kenyang, melainkan menyangkut masa depan bangsa.
  2. Program ini berpeluang menggerakkan perekonomian di tingkat akar rumput. Dengan sumber bahan pangan yang diutamakan dari petani dan peternak lokal, tercipta rantai pasok yang mendorong perputaran ekonomi daerah. Distribusi makanan kepada peserta didik di waktu istirahat juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam penyiapan dan penyaluran makanan.
  3. Bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, akses terhadap makanan bergizi yang diberikan di sekolah pada jam istirahat dapat meningkatkan konsentrasi, daya serap pembelajaran, dan tingkat kehadiran di sekolah. Hal ini meringankan beban orang tua sekaligus menjamin kesetaraan pelajaran bagi semua anak. Pembagian di waktu istirahat juga menjadi momen edukatif untuk membangun kebiasaan makan yang baik.

Namun, antusiasme terhadap program ini perlu diimbangi dengan pertimbangan matang. Beberapa antangan yang patut diwaspadai meliputi:

  1. Beban Anggaran yang Masif: Program ini diperkirakan membutuhkan dana ratusan triliun rupiah per tahun. Sumber pendanaan menjadi pertanyaan krusial: apakah berasal dari penambahan utang, realokasi anggaran sektor vital lain, atau kenaikan pajak? Aspek kelayakan fiskal menjadi persoalan utama.
  2. Sebagai negara kepulauan dengan keragaman geografis, Indonesia menghadapi tantangan logistik yang tidak sederhana. Pembagian makanan kepada murid-murid secara serentak pada jam istirahat memerlukan sistem distribusi yang efisien untuk menjamin makanan sampai tepat waktu dan berkualitas ke seluruh daerah, dengan risiko kebocoran anggaran dan infisiensi yang besar.
  3. Program ini berpotensi mematikan usaha warung makan sekitar sekolah. Pemberian makanan gratis kepada anak sekolah di waktu istirahat dapat mengurangi daya beli siswa ke kantin sekolah. Selain itu, ketergantungan berlebihan pada bantuan pemerintah dapat mengikis kemandirian masyarakat jika tidak dirancang dengan cermat.

Menurut Saya, Program Makan Bergizi Gratis seharusnya tidak hanya dipandang sebagai proyek sosial penghabis anggaran. Program ini perlu ditempatkan dalam kerangka yang lebih luas, yaitu sebagai investasi jangka panjang untuk peningkatan kualitas SDM dan perbaikan gizi nasional. Persoalan mendasarnya adalah apakah ini merupakan investasi yang paling prioritas saat ini? Alih- alih mengerahkan seluruh sumber daya untuk menyediakan makanan bagi puluhan juta anak. Sebuah tugas yang sangat kompleks akan lebih efektif jika anggaran difokuskan pada penanganan masalah di hulu. Perbaikan akses air bersih, sanitasi, layanan kesehatan ibu dan anak, serta edukasi gizi keluarga, mungkin dapat memberikan dampak yang lebih berkelanjutan dalam mengatasi stunting. Makan bergizi gratis dapat diibaratkan sebagai pereda gejala, sementara yang Indonesia butuhkan adalah solusi fundamental untuk menyembuhkan akar permasalahannya.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Makan Bergizi Gratis: Investasi SDM atau Beban Fiskal yang Prematur?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now