Banner Iklan

Refleksi Maulid Nabi: Senator DPD RI Lia Istifhama Ajak Menata Bangsa dengan Akhlak dan Persatuan

Anis Hidayatie
05 September 2025 | 05.19 WIB Last Updated 2025-09-05T07:39:45Z


Senator Lia Istifhama, Maulid Nabi Momentum Menata Bangsa dengan Akhlak dan Persatuan

SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM: Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H tidak hanya dimaknai sebagai perayaan kelahiran Rasulullah, tetapi juga sebagai momentum refleksi bagi bangsa Indonesia. Hal ini disampaikan Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama atau akrab disapa Ning Lia.

Menurutnya, setiap peristiwa besar dalam sejarah Nabi menyimpan pesan mendalam yang relevan dengan perjalanan bangsa.

 “Ketika Nabi menghadapi penindasan Quraisy, beliau tidak pernah mengedepankan kekerasan. Bahkan Perang Badar, Uhud, hingga Khandaq semua adalah reaksi defensif untuk menjaga marwah umat. Tawanan perang pun diperlakukan dengan penuh perikemanusiaan. Inilah teladan bahwa perjuangan kebenaran harus diiringi akhlak mulia, bukan kebrutalan,” ujar Ning Lia.

Ning Lia menegaskan, spirit perjuangan Nabi Muhammad juga diwarisi oleh para pendiri bangsa. KH. Hasyim Asy’ari, Bung Karno, hingga Jenderal Sudirman menempatkan moral dan spiritual sebagai energi perjuangan.

“Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 adalah contoh nyata. Ulama dan santri tidak hanya mengangkat senjata, tetapi juga mengangkat moral bangsa agar tidak tunduk pada penjajahan. Sama dengan misi Rasulullah: membebaskan manusia dari penindasan, tanpa kehilangan martabat sebagai manusia beradab,” jelas putri KH. Maskur Hasyim tersebut.

Ia mengingatkan, proklamasi 17 Agustus 1945 pun lahir dari dialog, semangat gotong royong, dan musyawarah, bukan paksaan.

 “Piagam Jakarta dan Pancasila lahir melalui musyawarah. Itu adalah jejak peradaban Nabi Muhammad yang diterapkan dalam konteks kebangsaan kita,” tambahnya.

Ning Lia juga menyinggung tragedi kerusuhan yang menghanguskan sejumlah gedung bersejarah, termasuk Gedung Negara Grahadi di Surabaya. Menurutnya, kehilangan tersebut bukan sekadar soal bangunan, melainkan hilangnya memori kolektif bangsa.

“Seperti kaum Quraisy yang mencoba merusak Ka’bah, itu bukan sekadar menghancurkan batu, tapi merusak simbol persatuan umat,” tegasnya.

Lebih memprihatinkan lagi, katanya, adalah keterlibatan anak-anak dalam aksi destruktif. “Pemuda adalah tiang umat. Kalau tiangnya dirusak sejak dini, bagaimana bangunan bangsa ini akan kokoh?” ucap Ning Lia.

Untuk memperkuat daya tahan bangsa, Ning Lia menekankan pentingnya pendidikan. Guru, menurutnya, harus diberdayakan, bukan dibebani administrasi yang berlebihan.

“Kalau kita ingin anak-anak kebal dari provokasi, biarkan guru fokus membangun karakter murid. Nabi mendidik sahabat bukan sekadar menyampaikan wahyu, tetapi juga membentuk karakter dengan kasih sayang dan keteladanan,” jelasnya.

Ia menambahkan, efek pendidikan daring selama pandemi membuat anak-anak kehilangan interaksi langsung dan lebih rentan terhadap disinformasi serta ujaran kebencian. Karena itu, peringatan Maulid Nabi harus menjadi momentum memperkuat pendidikan humanis yang menumbuhkan akal, hati, dan moral secara utuh.

Di akhir refleksinya, Ning Lia menekankan pentingnya meneladani Rasulullah dalam membangun bangsa.


“Jika Nabi mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik dalam 23 tahun, maka bangsa Indonesia pun bisa keluar dari krisis moral dan sosial. Syaratnya, menempatkan ilmu, akhlak, dan kasih sayang sebagai senjata utama. Senjata ini lebih kuat daripada kekerasan apa pun,” pungkasnya. (Ans)



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Refleksi Maulid Nabi: Senator DPD RI Lia Istifhama Ajak Menata Bangsa dengan Akhlak dan Persatuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now