Wisuda S-2 Mustika Dzulhijjah di National Chiayi University
Dok. Mustika Dzulhijjah tahun 2019
FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di
tengah kesederhanaan sebuah keluarga di kota Gresik, lahirlah seorang anak
perempuan yang menyimpan mimpi sebesar cakrawala. Namanya Mustika Dzulhijjah.
Sejak kecil, ia tak pernah membiarkan keadaan rumahnya yang sederhana menjadi
tembok penghalang. Pendidikan baginya bukan hanya jalan, tetapi jembatan
panjang menuju kehidupan yang lebih baik. “Saya selalu percaya bahwa asal kita
tidak menentukan masa depan kita. Yang
menentukan itu seberapa besar kita berani bermimpi dan berusaha,” ujarnya.
Kalimat itu mengalir seperti mantra yang terus ia bisikkan pada dirinya
sendiri.
Ketika menempuh pendidikan di salah satu SMA swasta di
Gresik, Mustika dikenal sebagai sosok yang tenang, seperti embun pagi yang
diam-diam menyimpan kesegaran harapan. Ia bukan siswi yang riuh dalam
keramaian, tetapi ketekunannya bersuara lebih lantang daripada kata-kata.
Setiap sore, di kamar mungilnya, ia menatap foto-foto kampus luar negeri yang
menempel rapi di dinding. Foto-foto itu seakan menjadi jendela kecil yang
memperlihatkan dunia besar di luar sana. “Itu cara saya menjaga mimpi tetap
hidup. Setiap kali lelah, saya lihat foto itu dan bilang ke diri sendiri: suatu
hari saya akan ada di sana,” kenangnya. Seakan foto-foto itu berbisik lembut
dan memberi tenaga pada sayap mimpinya.
Setelah lulus, mimpi itu bukan lagi sekadar angan. Mustika
diterima S-1 di Taiwan Shoufu University, jurusan Hospitality Management,
sebuah pencapaian yang dahulu hanya hidup sebagai gambar di dinding. Ia mendapat beasiswa separuh biaya kuliah karena meraih
nilai tertinggi di angkatannya. Sebuah prestasi yang menjadi bukti bahwa kerja
keras tidak pernah mengkhianati siapa pun. Namun separuh biaya lainnya tetap
menunggu untuk dibayar. “Saya sudah janji ke diri sendiri, berapa pun beratnya,
saya tidak mau menyerah. Kalau harus kerja sambil kuliah, ya itu yang saya
lakukan,” katanya. Tekadnya kokoh seperti akar pohon yang menembus
tanah terdalam.
Wisuda S-1 Mustika Dzulhijjah di Taiwan Shoufu University
Dok. Mustika Dzulhijjah tahun 2017
Hari-harinya di Taiwan adalah perjalanan panjang yang ditemani keringat, malam, dan ketabahan. Pagi hingga siang ia kuliah, sementara malam menjemputnya dengan pekerjaan paruh waktu sebagai pencuci piring dan pelayan kafe. Kadang ia pulang dengan tangan yang memerah, tubuh yang lunglai, dan mata yang mengantuk, tetapi semangatnya tak pernah padam. “Capek itu pasti. Tapi setiap kali ingin berhenti, saya ingat orang tua di rumah. Mereka percaya pada saya, dan saya ingin membuktikan kalau kepercayaan itu tidak salah,” tuturnya. Di titik inilah lelah menjadi guru dan tekad menjadi kompas.
Perjuangannya yang tak kenal henti membuka jalan ke bab
berikutnya dalam hidupnya. Mustika melanjutkan studi S-2 di
National Chiayi University, jurusan Tourism and Management. Kali ini ia
mendapatkan beasiswa penuh. Beban biaya kuliah terangkat seperti kabut pagi
yang perlahan hilang digantikan cahaya. “Saat S-2, saya bisa fokus belajar
tanpa memikirkan uang kuliah. Itu rasanya seperti bernapas lebih lega,”
katanya. Kini ia hanya perlu menanggung biaya kehidupan sehari-hari kemudian menyusun
strategi agar tetap bisa bertahan di negeri orang.
Dalam
perjalanan akademiknya yang berliku, Mustika menemukan banyak pelajaran tentang
bertahan hidup. Ia yang pernah berdiri berjam-jam mencuci piring, kini berdiri
lebih tegak dengan pengalaman yang menguatkan langkahnya. “Kalau mau bertahan
di dunia kuliah, terutama di luar negeri, kuncinya ada tiga: manajemen waktu,
jangan gengsi bekerja, dan punya mental tahan banting. Banyak orang pintar,
tapi yang bertahan itu orang yang mau terus melangkah meski capek, takut, atau
sendirian,” ungkapnya. Kalimat itu bagai peta kecil bagi siapa pun yang tengah
mengarungi samudra perkuliahan.
Menurut
Mustika, perjuangan akademik bukan hanya soal angka-angka di lembar nilai,
tetapi soal keberanian menghadapi tekanan. “Kita harus jujur sama diri sendiri. Kalau capek,
istirahat. Kalau tidak mengerti materi, tanya. Dan kalau harus bekerja untuk
membayar hidup, jangan malu. Tidak ada yang salah dengan berjuang,” ucapnya
dengan tegas. Kata-katanya seperti cermin tempat banyak mahasiswa bisa melihat
diri sendiri.
Mustika Dzulhijjah memenangkan kompetisi lar
maraton di Taiwan Shoufu University
Dok. Mustika Dzulhijjah
Kini, perjalanan Mustika menjadi bukti bahwa mimpi besar
dapat tumbuh dari tempat yang kecil dan sederhana. Ia bukan hanya menyusuri
jalan, tetapi menenun jalannya sendiri, helai demi helai, dengan benang
ketekunan, doa, dan keberanian.“Saya ingin orang tahu bahwa mimpi itu punya
kita, dan kita punya hak untuk mengejarnya, sejauh apa pun itu. Jangan
pernah takut untuk mulai dari nol,” tutupnya.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?