Banner Iklan

Tidak Ada yang Mustahil, Perjuangan Mustika Menggapai Dua Gelar di Taiwan

Admin JSN
04 Desember 2025 | 21.25 WIB Last Updated 2025-12-04T14:25:23Z

 

Wisuda S-2 Mustika Dzulhijjah di National Chiayi University
Dok.  Mustika Dzulhijjah tahun 2019

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di tengah kesederhanaan sebuah keluarga di kota Gresik, lahirlah seorang anak perempuan yang menyimpan mimpi sebesar cakrawala. Namanya Mustika Dzulhijjah. Sejak kecil, ia tak pernah membiarkan keadaan rumahnya yang sederhana menjadi tembok penghalang. Pendidikan baginya bukan hanya jalan, tetapi jembatan panjang menuju kehidupan yang lebih baik. “Saya selalu percaya bahwa asal kita tidak menentukan masa depan kita. Yang menentukan itu seberapa besar kita berani bermimpi dan berusaha,” ujarnya. Kalimat itu mengalir seperti mantra yang terus ia bisikkan pada dirinya sendiri.

Ketika menempuh pendidikan di salah satu SMA swasta di Gresik, Mustika dikenal sebagai sosok yang tenang, seperti embun pagi yang diam-diam menyimpan kesegaran harapan. Ia bukan siswi yang riuh dalam keramaian, tetapi ketekunannya bersuara lebih lantang daripada kata-kata. Setiap sore, di kamar mungilnya, ia menatap foto-foto kampus luar negeri yang menempel rapi di dinding. Foto-foto itu seakan menjadi jendela kecil yang memperlihatkan dunia besar di luar sana. “Itu cara saya menjaga mimpi tetap hidup. Setiap kali lelah, saya lihat foto itu dan bilang ke diri sendiri: suatu hari saya akan ada di sana,” kenangnya. Seakan foto-foto itu berbisik lembut dan memberi tenaga pada sayap mimpinya.

Setelah lulus, mimpi itu bukan lagi sekadar angan. Mustika diterima S-1 di Taiwan Shoufu University, jurusan Hospitality Management, sebuah pencapaian yang dahulu hanya hidup sebagai gambar di dinding. Ia mendapat beasiswa separuh biaya kuliah karena meraih nilai tertinggi di angkatannya. Sebuah prestasi yang menjadi bukti bahwa kerja keras tidak pernah mengkhianati siapa pun. Namun separuh biaya lainnya tetap menunggu untuk dibayar. “Saya sudah janji ke diri sendiri, berapa pun beratnya, saya tidak mau menyerah. Kalau harus kerja sambil kuliah, ya itu yang saya lakukan,” katanya. Tekadnya kokoh seperti akar pohon yang menembus tanah terdalam.

Wisuda S-1 Mustika Dzulhijjah di Taiwan Shoufu University
Dok. Mustika Dzulhijjah tahun 2017

Hari-harinya di Taiwan adalah perjalanan panjang yang ditemani keringat, malam, dan ketabahan. Pagi hingga siang ia kuliah, sementara malam menjemputnya dengan pekerjaan paruh waktu sebagai pencuci piring dan pelayan kafe. Kadang ia pulang dengan tangan yang memerah, tubuh yang lunglai, dan mata yang mengantuk, tetapi semangatnya tak pernah padam. “Capek itu pasti. Tapi setiap kali ingin berhenti, saya ingat orang tua di rumah. Mereka percaya pada saya, dan saya ingin membuktikan kalau kepercayaan itu tidak salah,” tuturnya. Di titik inilah lelah menjadi guru dan tekad menjadi kompas.

Perjuangannya yang tak kenal henti membuka jalan ke bab berikutnya dalam hidupnya. Mustika melanjutkan studi S-2 di National Chiayi University, jurusan Tourism and Management. Kali ini ia mendapatkan beasiswa penuh. Beban biaya kuliah terangkat seperti kabut pagi yang perlahan hilang digantikan cahaya. “Saat S-2, saya bisa fokus belajar tanpa memikirkan uang kuliah. Itu rasanya seperti bernapas lebih lega,” katanya. Kini ia hanya perlu menanggung biaya kehidupan sehari-hari kemudian menyusun strategi agar tetap bisa bertahan di negeri orang.

Dalam perjalanan akademiknya yang berliku, Mustika menemukan banyak pelajaran tentang bertahan hidup. Ia yang pernah berdiri berjam-jam mencuci piring, kini berdiri lebih tegak dengan pengalaman yang menguatkan langkahnya. “Kalau mau bertahan di dunia kuliah, terutama di luar negeri, kuncinya ada tiga: manajemen waktu, jangan gengsi bekerja, dan punya mental tahan banting. Banyak orang pintar, tapi yang bertahan itu orang yang mau terus melangkah meski capek, takut, atau sendirian,” ungkapnya. Kalimat itu bagai peta kecil bagi siapa pun yang tengah mengarungi samudra perkuliahan.

Menurut Mustika, perjuangan akademik bukan hanya soal angka-angka di lembar nilai, tetapi soal keberanian menghadapi tekanan. “Kita harus jujur sama diri sendiri. Kalau capek, istirahat. Kalau tidak mengerti materi, tanya. Dan kalau harus bekerja untuk membayar hidup, jangan malu. Tidak ada yang salah dengan berjuang,” ucapnya dengan tegas. Kata-katanya seperti cermin tempat banyak mahasiswa bisa melihat diri sendiri.

Mustika Dzulhijjah memenangkan kompetisi lar maraton di Taiwan Shoufu University
Dok. Mustika Dzulhijjah

Kini, perjalanan Mustika menjadi bukti bahwa mimpi besar dapat tumbuh dari tempat yang kecil dan sederhana. Ia bukan hanya menyusuri jalan, tetapi menenun jalannya sendiri, helai demi helai, dengan benang ketekunan, doa, dan keberanian.“Saya ingin orang tahu bahwa mimpi itu punya kita, dan kita punya hak untuk mengejarnya, sejauh apa pun itu. Jangan pernah takut untuk mulai dari nol,” tutupnya.

---

Khurun’in Rizki Az Zahra
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tidak Ada yang Mustahil, Perjuangan Mustika Menggapai Dua Gelar di Taiwan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now