Banner Iklan

Harum Bunga yang Tak Pernah Pudar, Perjalanan Pak Dhe Adi Melestarikan Usaha Keluarga

Admin JSN
04 Desember 2025 | 21.16 WIB Last Updated 2025-12-04T14:38:52Z

 

Lokasi Pak Adi menjual bucket bunga di depan halaman rektorat Unesa, Surabaya. 11 November 2025. Ada banyak jenis bunga yang dijual oleh Pak Adi dengan pilihan harga yang bisa dipilih

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di tengah hiruk-pikuk pagi hari di sekitar Graha Unesa, tampak deretan bucket bunga berwarna-warni tersusun rapi di atas meja sederhana. Aroma segar dari kelopak mawar dan krisan menebar lembut, menyambut setiap langkah wisudawan yang melintas. Di balik keindahan bunga-bunga itu, berdiri seorang pria paruh baya dengan senyum hangat dan sapaan khasnya, “Monggo, pilih bunganya, Nak.” Dialah Pak Adi atau akrab disapa Pak Dhe, penerus generasi keempat dari keluarga petani bunga asal Malang.

“Ini usaha keluarga, turun-temurun dari nenek, ayah, saya, sampai sekarang anak saya juga ikut membantu,” tutur Pak Dhe sembari merapikan susunan bunga segar. Sejak tahun 1989, keluarga Pak Dhe telah menjadi bagian dari denyut kehidupan para pecinta bunga di Malang. Dulu, keluarganya memiliki toko bunga dan jasa dekorasi di kota tersebut. Namun, seiring waktu dan perubahan zaman, toko itu kini tinggal kenangan.

Kini, usaha keluarga itu menjelma dalam bentuk yang lebih sederhana penjualan bucket bunga yang hanya buka saat momen spesial seperti wisuda. “Sekarang kami jualan pas ada wisuda saja. Misalnya di Graha Unesa, dari pagi terus siang pindah ke sekitar rektorat sampai sore,” jelasnya.


Keunggulan usaha keluarga ini terletak pada kesegaran bunganya. Bukan sekadar menjual, keluarga Pak Dhe juga menanam sendiri bunga-bunga yang dijual. “Kami memang petani bunga. Jadi, bunga yang dijual itu bunga segar, bukan buatan,” ucapnya dengan nada bangga.

Dalam pengelolaannya, saat ini bisnis dikelola bersama sang adik, sementara Pak Dhe lebih banyak mengurus kegiatan di lapangan. “Adek saya yang ngatur keuangannya, saya bagian jualan dan ngurus tanaman,” katanya ringan. Tak ada sistem manajemen rumit, hanya kepercayaan, kejujuran, dan kebersamaan keluarga yang menjadi kunci kelangsungan usaha ini.

Sebelum sepenuhnya berkecimpung di dunia usaha bucket bunga, Pak Dhe sempat bekerja di Dinas Perhubungan (Dishub). Setelah pensiun, ia memutuskan kembali ke tradisi keluarganya menjadi petani bunga. “Saya senang melakukannya. Awalnya belajar lagi cara menanam dan memasarkannya. Banyak juga yang datang belajar ke saya tentang bunga hias,” tuturnya dengan mata berbinar.

Motivasi terbesarnya bukan sekadar keuntungan, melainkan kecintaan terhadap dunia bunga dan rasa tanggung jawab untuk menjaga warisan keluarga yang sudah berusia lebih dari tiga dekade.

Ketika ditanya tentang tantangan dalam menjalankan bisnis, Pak Dhe hanya tersenyum. “Namanya usaha, pasti ada tantangan. Tapi dijalani saja,” ujarnya. Ia tak merasa bersaing dengan penjual lain, bahkan justru merasa senang melihat semakin banyak orang terjun di usaha serupa.

“Bagus malah kalau banyak yang jual bunga. Artinya makin banyak orang yang suka bunga,” ucapnya tulus. Tanpa strategi pemasaran rumit atau iklan daring, daya tarik utama usahanya justru terletak pada kesegaran bunga alami dan ketulusan pelayanan.

Setiap bucket bunga yang dijual seolah membawa kisah cinta sederhana antara manusia dan alam antara generasi yang datang dan pergi, meskipun begitu tetap terhubung oleh satu hal bunga yang tak pernah layu.

Kini, saat banyak usaha kecil tergeser oleh modernisasi, keluarga Pak Dhe tetap teguh pada jalur tradisional. Ia tak mengejar viralitas di media sosial, namun fokus menjaga keaslian dan kualitas bunga. Dalam kesederhanaan itulah, justru tampak kerendahan hati dari usahanya.

Bagi Pak Dhe, setiap bunga yang terjual bukan sekadar komoditas, melainkan simbol cinta dan dedikasi antar generasi. “Saya jalani dengan santai dan senang. Yang penting, bunga ini bisa bikin orang bahagia,” ujarnya menutup percakapan dengan senyum yang tak kalah hangat dari matahari pada siang hari itu, meskipun tertutupi oleh awan mendung di depan halaman rektorat kampus Unesa.

---

Vara Dibarrotur Rofiqo Kholiq

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Harum Bunga yang Tak Pernah Pudar, Perjalanan Pak Dhe Adi Melestarikan Usaha Keluarga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now