| Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang Menyerahkan Sertifikat Masjid Ramah |
KOTA MALANG — Suasana Masjid Al Huda Universitas Merdeka (Unmer) Malang pada Minggu siang, 21 Desember 2025, tampak lebih riuh dari biasanya. Bukan sekadar jamaah usai salat, namun berkumpulnya ratusan pengurus takmir dari berbagai penjuru Kota Malang. Mereka menyatukan suara dalam sebuah komitmen: mengubah wajah masjid yang selama ini kerap dianggap kaku dan "alergi" terhadap anak-anak.
Dewan Masjid Indonesia (DMI) bersama Kementerian Agama Kota Malang resmi menggelar Deklarasi Masjid Ramah Anak (MRA). Langkah ini bukan sekadar seremoni, melainkan respons atas fenomena makin menjauhnya generasi muda dari rumah ibadah akibat ruang publik yang dianggap tidak inklusif. Giat ini dihadiri Rektor Unmer Malang, Kepala Dinas Sosial, Ses Dinas Pendidikan, Staf Ahli Wali Kota Ali Mulyono dan Kasi Bimas Kemenag Kota Malang.
Melawan Stigma "Jangan Berisik"
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang, Gus Shampton dalam pengarahannya memberikan catatan tajam dalam pembinaan tersebut. Ia menyoroti pergeseran sosial di mana anak-anak lebih betah mendekap gawai ketimbang singgah ke masjid. Ironisnya, salah satu penyebabnya justru datang dari internal pengelola masjid.
"Pengelola masjid kadang alergi dengan keramaian anak. Kalau ini dibiarkan, dua puluh tahun ke depan siapa yang akan memakmurkan masjid?" ujar Shampton lugas.
Ia menegaskan, masjid seharusnya tidak diposisikan sebagai ruang steril yang sunyi dari tawa anak. Menurutnya, mengusir anak yang berisik di masjid adalah kesalahan fatal dalam upaya regenerasi umat. Shampton kemudian mengutip teladan Rasulullah SAW yang justru memperpanjang sujudnya saat punggungnya dinaiki sang cucu, Hasan dan Husain.
"Kasih sayang Nabi kepada anak-anak ditempatkan di atas ritus formal. Ini pesan besar, masjid adalah rumah rahmah, bukan ruang intimidasi," tambahnya.
| Shampton saat memberikan pengarahan |
Menyandar pada Regulasi
Gerakan Masjid Ramah Anak ini memiliki fondasi hukum yang kokoh. Program ini merupakan pengejawantahan dari:
Perpres Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
SK Dirjen Bimas Islam Nomor 463 Tahun 2024 yang mengatur standardisasi masjid ramah, mulai dari ramah perempuan, difabel, hingga musafir.
Penerapannya pun ditargetkan menyentuh tiga pilar utama manajemen masjid: idarah (manajemen), imarah (aktivitas pemakmuran), dan riayah (pemeliharaan fisik).
Investasi Peradaban
Senada dengan Kemenag, Pemerintah Kota Malang melalui Kepala Bagian Kesra menegaskan bahwa masjid harus bertransformasi menjadi ruang tumbuh. Anak-anak tidak boleh merasa asing di dalam rumah ibadahnya sendiri.
"Anak-anak bukan sekadar amanah, tapi investasi peradaban. Masjid ramah anak adalah wujud iman sekaligus ikhtiar mencetak generasi berkarakter," ungkapnya mewakili Wali Kota Malang.
Acara yang berakhir menjelang dzuhur itu ditutup dengan pembacaan deklarasi oleh perwakilan takmir dari seluruh kecamatan yang dipimpin langsung oleh Ketua DMI Kota Malang, Prof. Dr. Kaswi Syaiban. Komitmen ini menjadi babak baru bagi masjid-masjid di Malang untuk tak lagi sekadar menjadi bangunan megah, namun menjadi ruang yang hangat bagi tunas-tunas masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?