Banner Iklan

Belajar Tanpa Tersiksa: Mengelola Stres Akademik untuk Meningkatkan Performa Kognitif Mahasiswa

Eko Rudianto
02 Desember 2025 | 18.19 WIB Last Updated 2025-12-02T15:45:02Z


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Fenomena stres akademik semakin mendapatkan perhatian di dunia kampus. Di tengah tumpukan tugas, tekanan prestasi, dan budaya produktivitas tanpa henti, mahasiswa kini menyadari bahwa kelelahan mental bukan lagi sekadar keluhan emosional, melainkan masalah neurobiologis yang memengaruhi jalannya proses belajar.
Temuan neurosains terbaru menunjukkan bahwa stres akademik berkaitan langsung dengan mekanisme kerja otak dan berdampak pada kemampuan berpikir, fokus, serta mengingat informasi.

Tekanan akademik seperti kecemasan menjelang ujian atau menghadapi deadline memicu aktivasi amigdala, pusat deteksi bahaya di otak. Dari sana, jalur Hypothalamic–Pituitary–Adrenal (HPA) Axis akan aktif dan meningkatkan produksi hormon kortisol.

Dalam jangka pendek, kortisol mendukung kesiagaan tubuh, namun jika kadarnya tinggi secara kronis, hormon ini melemahkan konektivitas saraf pada prefrontal cortex—pusat pengaturan fokus, perencanaan, dan pemecahan masalah.

Menurut Naufal Wima Al Fahri, yang merupakan mahasiswa S3 Pendidikan Biologi, menyatakan bahwa pemahaman mengenai mekanisme neurologis ini penting agar mahasiswa tidak lagi memaknai stres akademik sebagai tanda kelemahan mental. Ia menegaskan,

Ketika mahasiswa merasa kesulitan fokus, sulit berpikir jernih, atau hafalan tidak masuk padahal sudah belajar lama, itu bukan karena mereka malas. Itu otak yang sedang kewalahan mengelola tekanan” Tutur Naufal.

Naufal menegaskan bahwa strategi coping menjadi kunci untuk menata ulang respons stres agar tidak mengganggu performa akademik.

Pendekatan problem-focused coping seperti manajemen waktu, membuat prioritas tugas, atau meminta bantuan akademik dapat secara langsung menekan stresor. Sementara emotion-focused coping seperti refleksi diri, relaksasi, atau mencari dukungan sosial membantu menata emosi dan menjaga stabilitas psikologis.

Selain itu, Naufal juga menyoroti pentingnya healing yang selama ini identik dengan “me time”. Ia menekankan bahwa healing memiliki dasar biologis yang tidak boleh diremehkan.

Healing itu bukan pelarian. Itu kebutuhan fisiologis. Kegiatan santai seperti jalan di alam, tidur cukup, atau meditasi membantu menurunkan kadar kortisol dan memulihkan sistem saraf,” ujarnya.

Dengan demikian, stres akademik bukan musuh yang harus dihapus, melainkan tantangan yang bisa dikelola jika mahasiswa memahami cara kerja otaknya. Mengombinasikan coping dan healing secara konsisten diyakini mampu membangun ketangguhan kognitif — membantu mahasiswa bertahan di fase kuliah sekaligus menyiapkan mental yang kuat untuk masa depan profesional.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Belajar Tanpa Tersiksa: Mengelola Stres Akademik untuk Meningkatkan Performa Kognitif Mahasiswa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now