Banner Iklan

Antusiasme di Pameran Seni Sengkuni 7

Admin JSN
01 Desember 2025 | 08.57 WIB Last Updated 2025-12-01T01:57:21Z

 

SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM - Pameran seni ini diselenggarakan oleh mahasiswa Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Unesa yang berlangsung sejak 13 hingga 17 November 2025. Acara dibuka mulai pukul 13.00 sampai 21.00, dan saya memilih datang pada hari kedua. Jam menunjukkan pukul 19.00 ketika saya tiba, ditemani seorang teman dekat. Kami sempat ragu apakah masih akan ramai, mengingat gerimis belum benar-benar berhenti. Namun, dugaan itu salah, halaman gedung pameran tetap dipenuhi pengunjung yang datang silih berganti. Suasanya terasa hangat dan penuh antusias. 

Ketika melangkah masuk ke ruang utama, saya langsung berhenti sejenak. Dinding-dinding putih di dalam galeri dipenuhi lukisan dalam berbagai ukuran dan gaya. Dalam sekejap, saya merasa seperti memasuki dunia yang penuh warna, gagasan, dan cerita yang ingin dibagikan para seniman. Ada karya dengan sapuan kuas lembut, ada pula lukisan dengan warna-warna beton yang berani. Setiap karya seperti memiliki kehidupannya sendiri.

Namun, yang paling mencuri perhatian saya pertama kali adalah sebuah ruang khusus yang memamerkan karya artist kids anak-anak kecil yang hasil karyanya tak kalah memukau dari seniman dewasa. Warnanya berani, komposisinya unik, dan caranya bercerita melalui gambar terasa jujur. Melihat karya mereka, saya sempat tersenyum sendiri. Ada sesuatu yang murni dan tak terbatas dari cara anak-anak menciptakan karya.

Saya melanjutkan langkah ke ruangan berikutnya yang berisi karya-karya seniman dari luar negeri. Mulai dari lukisan abstrak, realis, hingga instalasi multimedia, semuanya memancarkan karakter dan budaya berbeda. Di ruangan itu, saya menyadari satu hal bahwa seni benar-benar bahasa universal. Tidak perlu memahami bahasa negara lain untuk merasa tersentuh oleh karya mereka. Pameran ini rupanya bukan hanya ruang bagi mahasiswa lokal, tetapi juga jembatan pertemuan antara seniman nasional dan internasional.

Di salah satu sudut ruangan, saya melihat instalasi patung interaktif. Permukaannya penuh warna, coretan nama, pesan kecil, dan cap tangan. Saya berdiri cukup lama memperhatikan detailnya sampai seorang panitia menghampiri saya dengan senyum ramah.

“Kak, kalau mau, ini patungnya boleh banget ditulisi atau diwarnai,” katanya sambil menunjuk meja kecil yang berisi spidol dan cat.

“Alat-alatnya sudah disediakan. Silakan bebas berkarya.” Saya tersenyum dan mengangguk, walau masih ragu.

“Boleh ya, Kak? Tapi kayaknya sudah penuh bagian depannya,” Tanyaku dengan antusias.

“Iya, depan sudah rame banget. Tapi masih banyak space di belakang. Banyak pengunjung mulai ngisi bagian-bagian yang agak tersembunyi juga.”

Mendengar itu, saya memberanikan diri mengambil spidol warna hitam. Saya melangkah ke sisi belakang patung yang ternyata memang masih sedikit kosong. Di sana, dengan hati-hati saya menggambar kupu-kupu kecil. Sederhana, tapi terasa seperti bentuk kehadiran saya di pameran itu. Sebuah jejak kecil yang ikut membangun karya bersama ratusan tangan lain.

Saya hanya tertawa kecil, merasa hangat dan sedikit bangga karena telah meninggalkan tanda kecil di sana.

Tidak jauh dari patung tersebut, saya menemukan kain batik besar yang digantung menjuntai dari langit-langit. Motifnya rumit, warnanya lembut, dan cara penyajiannya membuat kain itu tampak seperti tirai yang bergelombang. Saya tidak tahu nama konsep instalasinya, tapi saya terpikat oleh detailnya.

Namun, karya yang paling membekas di pikiran saya malam itu adalah instalasi berbentuk perahu kayu kecil yang dikelilingi tumpukan sampah. Suara ombak dan visual video lautan ditampilkan bersamaan, memberi pengalaman yang terasa dekat namun menyentak. Seolah mengingatkan bahwa laut yang semestinya luas dan indah, kini penuh beban dari ulah manusia. Perahu itu seperti simbol kehidupan kita sendiri untuk terus bergerak, meski seringkali terjebak dalam kekacauan yang kita ciptakan.

Setelah berkeliling cukup lama, saya dan teman saya memutuskan keluar menuju area stand makanan dan pernak-pernik. Ada banyak pilihan makanan, mulai dari yang manis hingga yang pedas. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah stand perhiasan handmade. Saya akhirnya membeli sebuah gelang kecil dengan desain sederhana namun artistik. Harganya terjangkau, tapi rasanya seperti membawa pulang sebagian kecil dari pengalaman malam itu.

Suasana di luar gedung tidak kalah meriah. Musik live mengalun dari panggung kecil, pengunjung duduk-duduk sambil menikmati makanan, dan lampu-lampu hias membuat malam itu terasa hangat meski hujan masih turun perlahan. Saya duduk di salah satu kursi, memperhatikan orangorang yang berlalu-lalang. Rasanya tenang ada semacam kepuasan setelah menghabiskan malam di bawah ruang besar yang penuh kreativitas.

Di tengah suasana itu, saya merasakan satu hal yang muncul berulang: kagum. Sejak dulu saya menyukai seni dan memiliki hobi menggambar. Saat melihat karya-karya yang dipamerkan di Sengkuni 7, saya merasa seperti sedang melihat ratusan versi masa depan yang mungkin bisa saya raih. Saya membayangkan bagaimana rasanya jika suatu hari karya saya juga terpajang di sini. Bagaimana orang-orang melihatnya, menafsirkannya, bahkan mungkin terkagum olehnya, meskipun dalam hatiku masih terselip keraguan.

Malam itu, sambil memegang gelang baru yang saya beli, saya menetapkan satu harapan dalam hati, suatu hari nanti, saya ingin berdiri di sini bukan sebagai pengunjung, melainkan sebagai salah satu senimannya.

Saya pulang bukan hanya membawa foto-foto karya seni atau hasil belanja kecil, tetapi juga semangat baru. Sengkuni 7 mengajarkan saya bahwa seni bukan hanya tentang keindahan, melainkan tentang perjalanan. Tentang keberanian mengekspresikan diri. Tentang menjadi jujur terhadap apa yang ingin kita sampaikan juga tentang mimpi kecil yang pantas untuk diperjuangkan.

Di bawah gerimis malam itu, saya merasa telah melangkah sedikit lebih dekat menuju impian yang diam-diam selalu saya simpan.

---

Eka Nadya Salsabila
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Antusiasme di Pameran Seni Sengkuni 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now