Banner Iklan

Perempuan yang Menjadi Rumah Bagi Keteguhan Anak Semata Wayangnya

Admin JSN
27 November 2025 | 22.32 WIB Last Updated 2025-11-27T15:32:30Z

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Ada satu pemandangan yang selalu melekat dalam ingatan Azil: sosok ibunya yang berjalan dengan gamis sederhana dan tas kecil berisi Al-Qur’an, berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mengajar anak-anak mengaji. Bagi sebagian orang, pekerjaan itu mungkin tampak biasa. Namun bagi Azil, dari langkah-langkah sederhana itulah ia belajar tentang keteguhan, perjuangan, dan cinta yang tidak pernah surut.

Sejak tahun 2010, ketika Azil baru duduk di bangku kelas satu SD, ibunya menjalani hidup sebagai orang tua tunggal. Ayahnya meninggal dunia secara mendadak, meninggalkan mereka berdua dalam duka yang sulit dimengerti oleh seorang anak kecil. Satu hal yang tetap ia ingat adalah pelukan ibunya setelah pemakaman, ketika perempuan itu menahan tangis sambil berbisik, “Sekarang kita tinggal berdua, Azil. Kamu satu-satunya yang Ibu punya.”

Perkataan itu terus tertanam di benak Azil hingga dewasa. Ia baru menyadari bahwa sejak hari itu, ibunya memikul dua peran sekaligus menjadi ibu dan ayah baginya.

Ibunya bekerja sebagai guru privat mengaji. Panas, hujan, bahkan sakit jarang menjadi alasan baginya untuk berhenti. “Selama Ibu masih bisa jalan, berarti Ibu masih bisa berjuang,” tuturnya. Dari pekerjaan sederhana itu, ia membiayai pendidikan Azil dari SD hingga SMA, dan terus mendukung hingga ia berkuliah. Meski terbatas, sang ibu selalu berusaha agar anak semata wayangnya tidak merasa kekurangan. “Yang penting Azil sekolah dulu,” begitulah ucapnya setiap melihat anaknya merasa iba atas lelah yang ia simpan.

Kini Azil duduk di bangku kuliah berkat kerja keras sang ibu dan bantuan beasiswa KIP Kuliah yang meringankan beban keluarga. Namun bagi Azil, penghargaan paling berharga bukanlah beasiswa itu, melainkan kesempatan melihat ibunya tersenyum. Setiap langkah pendidikannya adalah hasil dari keteguhan seorang perempuan yang enggan menyerah pada keadaan.

Kadang ingatannya kembali pada masa kecil: ibunya pulang mengajar dengan tubuh letih, tetapi tetap membawa senyum hangat. Ia duduk di samping Azil, menanyakan pelajaran sekolah, lalu bercerita tentang murid-muridnya yang lucu dan penuh semangat mengaji. Dulu, Azil sering bertanya-tanya dari mana ibunya memperoleh energi sebanyak itu. Kini ia mengerti energi itu berasal dari cinta seorang ibu pada anak semata wayangnya.

Ibunya tidak hanya mengajarkan cara membaca Al-Qur’an, tetapi juga mengajarkan cara membaca kehidupan. Dari perempuan itulah Azil belajar bahwa kuat bukan berarti tidak pernah sedih, melainkan tetap melangkah meski dunia terasa berat. Ia juga belajar bahwa rezeki akan selalu ada selama hati tulus dan niat baik mengiringi setiap usaha.

Ketika tugas kuliah, penelitian, atau skripsi membuat Azil lelah, ia selalu teringat pada sumber kekuatannya: seorang ibu yang berjuang tanpa banyak suara. Semua langkahnya menuju gelar sarjana adalah persembahan untuk perempuan yang bukan hanya menjadi guru mengaji bagi orang lain, tetapi juga guru kehidupan bagi dirinya sendiri.

Pernah suatu hari ibunya berkata, “Nanti kalau Azil sudah sukses, Ibu nggak mau apa-apa, cukup lihat kamu bahagia aja.” Namun Azil tahu, kebahagiaannya tak akan lengkap tanpa melihat senyum bangga di wajah ibunya. Karena sejauh apa pun ia melangkah, ia akan selalu kembali pada satu sosok yang mengajarkannya arti tegar yaitu, ibunya.



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perempuan yang Menjadi Rumah Bagi Keteguhan Anak Semata Wayangnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now