FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Awal yang tidak sesuai rencana,
pada semester lima lalu seharusnya menjadi langkah baru bagi saya di program
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Saya sudah menaruh harapan besar untuk
bisa bergabung dalam program Kampus Mengajar, sebab sejak awal saya ingin
merasakan pengalaman langsung mengajar dan berinteraksi dengan siswa. Namun,
semua rencana itu seketika pupus ketika pengumuman keluar laman pada website
notifikasi yang keluar tidak seperti yang diharapkan, yap abu-abu pertanda saya
tidak diterima pada program Kampus Mengajar (KM).
Saat itu, saya
benar-benar kecewa. Rasanya seperti usaha dan semangat yang saya bangun selama
ini tidak ada artinya. Teman-teman saya mulai menyiapkan diri ke lokasi
masing-masing, sementara saya hanya bisa menatap layar laptop dengan perasaan
hampa. Dalam hati, saya bertanya, “Kalau bukan Kampus Mengajar, lalu apa yang
bisa saya lakukan?”. Mau mendaftar program MBKM lain seperti Magang Studi
Independen Bersertfikat (MSIB) tidak sesuai dengan program studi yang sedang
saya jalani saat ini.
Namun setelah beberapa
hari terdiam, saya sadar bahwa menyerah bukan pilihan. Saya mulai mencari
alternatif lain dalam program MBKM, yakni antara KKN atau Magang Mandiri.
Karena program KKN dari kampus belum ada kejelasan, saya memutuskan untuk
mencoba jalur Magang Mandiri, dengan harapan tetap bisa mendapatkan pengalaman
lapangan yang bermakna.
Langkah pertama saya
adalah mencari tempat magang di kota kelahiran saya, Kediri. Saya mulai
menghubungi beberapa dinas melalui surat elektronik melalui Direct Massage
(DM) melalui aplikasi Instagram, memperkenalkan diri sebagai mahasiswa yang
ingin magang di semester ini. Harapan saya sederhana: ada satu saja yang
membuka peluang. Namun, realitas tidak semanis ekspektasi. Satu per satu pesan
saya dibalas dengan nada yang sama: “Maaf, kuota magang sudah penuh.” Sebagian
dinas bahkan menyebutkan bahwa mereka sudah lebih dulu menerima banyak siswa
SMK dan mahasiswa lain.
Setiap kali menerima
balasan penolakan, saya semakin kehilangan semangat. Tapi entah mengapa, ada
suara kecil dalam diri saya yang berkata, “Coba lagi, jangan berhenti di sini.”
Sampai akhirnya, titik terang itu muncul. Seorang pegawai di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Kediri yang saya hubungi dengan
sopan, dengan baik hati membantu mencarikan alternatif. Beliau menyarankan saya
untuk menghubungi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) yang katanya
masih membuka kesempatan magang,
Saya pun datang langsung
ke kantor DPKP untuk bertemu dengan Kepala Dinas. Beliau menyambut dengan
ramah, mendengarkan cerita saya dengan sabar, dan kemudian berkata sesuatu yang
tidak pernah saya lupakan:
“Kamu bisa magang di sini
kalau mau, tapi jujur, bidangmu tidak akan banyak terpakai. Saya khawatir kamu
tidak akan dapat banyak pelajaran di sini.”
Ucapan itu tidak menyinggung, justru menyadarkan saya. Lalu beliau melanjutkan,
“Saya sarankan kamu ke
Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Kediri, tepatnya di Bidang Tata
Laksana dan Pelayanan Publik. Di sana, kemampuanmu akan lebih bermanfaat.”
Rekomendasi itu menjadi
titik balik yang mengubah perjalanan saya.
Beberapa minggu kemudian,
saya resmi diterima magang di Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Kediri.
Sejujurnya, awalnya saya sempat canggung. Saya membayangkan suasana kerja
pemerintahan pasti kaku, penuh aturan, dan membosankan. Namun, ternyata dugaan
saya salah besar. Sejak hari pertama, para pegawai menyambut saya dengan
hangat. Mereka memperkenalkan struktur kerja, tugas-tugas utama, dan bahkan
menjelaskan program-program yang sedang dijalankan. Tidak ada jarak antara
pegawai dan mahasiswa magang. Saya langsung merasa menjadi bagian dari tim.
Saya ditempatkan di
Bidang Tata Laksana dan Pelayanan Publik, sebuah bidang yang berfokus pada
pembenahan sistem pelayanan publik, penyusunan standar pelayanan, dan
optimalisasi tata kelola birokrasi. Awalnya saya tidak terlalu paham, tapi
semakin lama saya belajar, semakin saya sadar betapa pentingnya peran bidang
ini dalam memastikan pemerintahan berjalan efisien dan responsif terhadap
masyarakat.
Yang paling saya syukuri
adalah bagaimana saya dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan, bukan
hanya duduk di meja dan mengarsip dokumen. Salah satu pengalaman paling
berkesan adalah ketika saya ikut terlibat dalam kegiatan “Desk Kian Prima”,
yaitu desk evaluasi pelayanan publik di lingkungan Pemerintah Kota Kediri.
Dalam kegiatan ini, saya tidak sekadar menjadi pengamat, tetapi justru dipercaya
menjadi fasilitator. Saya membantu jalannya desk, berinteraksi langsung dengan
peserta dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan ikut memastikan
proses evaluasi berjalan lancar.
Menjadi fasilitator
membuat saya belajar banyak tentang koordinasi, komunikasi, dan tanggung jawab.
Saya harus cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta dan aktif membantu tim.
Rasanya luar biasa bisa dipercaya dalam peran seperti itu, apalagi untuk seorang
mahasiswa magang.
Tidak berhenti di situ,
saya juga diajak ikut mengoreksi Surat Edaran Peraturan Wali Kota (SE Perwal)
tentang Tata Naskah Dinas Pemerintah Kota Kediri. Saat itu saya membantu
meninjau aspek kebahasaan, ejaan, dan kejelasan kalimat. Bagi saya, momen ini sangat
istimewa karena selaras dengan jurusan saya, Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Saya baru benar-benar
sadar bahwa ilmu yang saya pelajari di kampus ternyata bisa diterapkan dalam
dunia pemerintahan khususnya dalam penyuntingan dan tata naskah dinas.
Dari semua pengalaman
itu, saya mendapat banyak pelajaran yang tidak bisa saya peroleh di ruang kelas.
Pertama, komunikasi adalah kunci. Bekerja di pemerintahan menuntut kemampuan
berkomunikasi yang jelas dan sopan, baik secara lisan maupun tulisan. Kedua, detail
itu penting. Satu kesalahan kecil dalam dokumen resmi bisa menimbulkan
kesalahan administratif yang besar. Ketiga, kerja sama lebih penting daripada
ego. Semua pekerjaan di pemerintahan adalah hasil kolaborasi antarbidang dan
antarindividu. Keempat, relevansi ilmu itu nyata. Saya tidak menyangka jurusan
bahasa bisa berperan dalam memperbaiki tata naskah dan regulasi pemerintahan. Saya
juga belajar bahwa pegawai pemerintahan bukan hanya bekerja karena kewajiban,
tetapi karena tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
Kalau saya menoleh ke
belakang, semua penolakan yang saya alami di awal ternyata membawa saya ke
tempat yang tepat. Saya bersyukur sempat gagal di program Kampus Mengajar,
karena kalau tidak, mungkin saya tidak akan pernah mengenal dunia pemerintahan
dari sisi dalam. Di Bagian Organisasi, saya menemukan bahwa pekerjaan “di balik
layar” justru memiliki pengaruh besar terhadap pelayanan publik. Para pegawai
di sana bekerja dengan ketelitian tinggi untuk memastikan setiap kebijakan,
surat, dan struktur organisasi sesuai aturan dan efisien dijalankan. Pengalaman
ini mengajarkan saya arti penting kesabaran dan ketekunan. Bahwa jalan yang
berliku bukan pertanda salah arah, tapi proses menuju tempat yang seharusnya
kita datangi.
Kini, setelah magang
berakhir, saya sadar bahwa pengalaman ini bukan hanya sekadar memenuhi
kewajiban akademik, tetapi juga perjalanan pribadi yang membentuk karakter
saya. Saya belajar untuk tidak mudah menyerah, berani mencoba hal baru, dan
selalu percaya bahwa setiap penolakan menyimpan arah baru.
Magang di Bagian
Organisasi Sekretariat Daerah Kota Kediri bukan hanya memberikan saya
pengalaman kerja, tapi juga pemahaman mendalam tentang makna pelayanan publik
dan pentingnya komunikasi birokrasi. Dari “Desk Kian Prima” hingga penyuntingan
SE Perwal Tata Naskah Dinas, semua meninggalkan jejak yang berharga dalam
perjalanan saya sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dan kini, setiap kali
saya melewati Balai Kota Kediri, saya tidak hanya melihat gedung pemerintahan,
tapi juga kenangan tentang proses tumbuh dari seorang mahasiswa yang sempat
patah semangat menjadi seseorang yang menemukan tempatnya di balik layar pemerintahan.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?