Banner Iklan

Kuliah, Laundry, dan Mengajar: Perjuangan Mahasiswa yang Tak Pernah Lelah Belajar

Admin JSN
27 November 2025 | 10.06 WIB Last Updated 2025-11-27T03:06:58Z

 

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Suara mesin cuci berputar menjadi musik keseharian Wisnu Pawoko, seorang mahasiswa yang kini menempuh semester tujuh. Di tengah aroma deterjen dan tumpukan pakaian pelanggan, ia menulis ulang kisah perjuangannya yang mungkin tak banyak diketahui orang. Namanya tidak terpampang di panggung besar, tetapi semangatnya layak diabadikan dalam cerita.

Sejak tahun 2021, jauh sebelum menapaki bangku kuliah, ia sudah terbiasa membantu usaha laundry keluarganya. “Awalnya hanya bantu-bantu, belum teratur. Tapi lama-lama saya mulai ikut mencatat pembukuan, antar-jemput, bahkan melayani pelanggan melalui WhatsApp,” kenangnya.

Bagi sebagian orang, itu mungkin pekerjaan sederhana. Namun baginya, setiap cucian yang bersih adalah tanda dari kerja keras keluarga yang saling menopang. Perjalanan hidupnya berubah pada tahun 2023 ketika ia mulai menambah pengalaman baru sebagai freelance tutor. Ia mengajar anak-anak belajar materi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). “Saya senang ketika bisa berbagi ilmu,” ujarnya.

Di balik kesibukan itu, Wisnu sebenarnya menjalani hari-hari yang sempit akan jeda. Ada kalanya ia baru bisa merebahkan diri menjelang tengah malam, setelah kuliah, kegiatan mengajar, dan tumpukan cucian yang menanti di rumah. Teman-temannya mungkin punya waktu untuk nongkrong atau sekadar melepas penat, tetapi Wisnu lebih sering menghabiskan malam dengan mengelap mesin cuci atau menyetrika pakaian pelanggan. Ruang bermain dan waktu istirahat pelan-pelan terkikis, tetapi ia menjalaninya dengan lapang, seolah memahami bahwa setiap pilihan memang menuntut pengorbanan.

Namun, di balik senyum hangat itu, ada cerita lelah yang jarang terlihat. Awal kuliah menjadi masa paling berat. “Saya sempat kewalahan membagi waktu antara kuliah dan membantu usaha laundry,” kenangnya. Jadwal kuliah yang padat sering bertabrakan dengan waktu kerja. Namun, dari setiap kelelahan itu ia belajar manajemen diri, memilah mana kewajiban, dan mana yang harus diutamakan.

Tidak berhenti di situ, Wisnu kemudian mulai mencari cara agar hidupnya tidak terus-menerus terasa kacau. Ia membuat sebuah spreadsheet sederhana berisi jadwal harian, mulai dari jam kuliah, waktu antar-jemput laundry, jadwal mengajar, hingga batas pengumpulan tugas kuliah. Setiap harinya, ia menandai bagian mana yang sudah dikerjakan dan mana yang masih menunggu giliran. Selain spreadsheet, ia juga membuat daftar tugas kecil yang ditempel di dinding dekat meja belajar. Daftar itu berisi hal-hal sepele namun penting, seperti membalas pesan pelanggan, menyiapkan materi mengajar, hingga mengunggah laporan kelas.

Catatan kecil itu menjadi panduan untuk membuat harinya terasa lebih teratur, memberi ruang untuk bernapas meski sedikit. Kemampuan mengatur waktu yang kini tampak matang sebenarnya lahir dadi keterpaksaan. Setiap hari seperti potongan puzzle yang berantakan. Namun sedikit demi sedikit, ia membangun sistemnya sendiri, mencatat prioritas, dan memanfaatkan jeda sekecil apa pun. Kesibukan yang dulu melelahkan perlahan berubah menjadi ritme yang ia pahami.

Kini, di semester tujuh, ia juga bekerja sebagai pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Aktivitas yang padat membuatnya nyaris tak punya waktu luang, tetapi juga membuat hidupnya lebih bermakna. “Saya memang capek. Tapi saya juga bangga, karena saya bisa melakukan semua itu dengan usaha terbaik,” ujarnya jujur.

Melalui perjalanan yang padat itu, ia menemukan pelajaran berharga dalam membentuk kemampuan dirinya. Kesibukan yang semula membuatnya kewalahan kini justru menjadi guru terbaik. Ia belajar tentang kesabaran, konsistensi, dan rasa syukur. “Hal yang paling membahagiakan adalah ketika saya sadar bahwa saya bisa berkembang dari semua kesibukan ini,” tuturnya.

Bagi orang lain, Wisnu mungkin hanya terlihat sebagai mahasiswa yang rajin dan pekerja keras. Namun perjuangan yang ia jalani tidak sesederhana itu. Ada rasa lelah yang disimpan sendiri, ada momen-momen ketika ia ingin menyerah tetapi memilih tetap berjalan, dan ada tekad yang ia perbarui setiap bangun pagi. Perjuangannya tidak heroik dalam gemerlap, namun perjuangan itu pada hakikatnya sangat manusiawi, dibentuk oleh kebutuhan untuk membantu keluarga dan tekad pribadi untuk terus melangkah maju.

Dari tumpukan cucian hingga ruang kelas, ia membuktikan bahwa belajar tak hanya terjadi di kampus. Kadang, pelajaran hidup justru ditemukan di antara waktu yang sempit dan tangan yang terus bekerja. Berangkat dari perjalanan yang padat itu, Wisnu belajar satu hal penting bahwa hidup tidak selalu menyediakan jalan yang lapang, tetapi setiap langkah kecil yang ia ambil tengah menuntunnya menuju masa depan.

---

Dewi
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kuliah, Laundry, dan Mengajar: Perjuangan Mahasiswa yang Tak Pernah Lelah Belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now