Farah Manhillah sedang melakukan siaran langsung program
Kabar Siang. Surabaya, 13 November 2025 |
FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Dalam hidup, sebagian orang menemukan panggilan jiwanya ketika sudah
dewasa. Namun bagi Farah Manhillah, dunia broadcasting adalah cinta pertama
yang ia temukan sejak SMA. Sejak lama, dunia broadcasting telah memikat hati Farah. Ketertarikan yang ia rasakan bukanlah sekadar hobi sesaat,
melainkan panggilan jiwa yang membawanya pada perjalanan karier yang menarik.
Ketertarikannya bermula saat ia bergabung dengan ekstrakurikuler broadcasting di sekolah. Awalnya, ia hanya ingin mencoba sesuatu
yang terlihat seru. “Awalnya saya
hanya berpikir akan seru. Ternyata, setelah dijalani saya memang merasa itu
menyenangkan,” ujar Farah.
Ekstrakurikuler broadcasting membuka banyak pintu bagi Farah. Dari
sanalah ia mulai aktif mengikuti berbagai lomba terkait dan menjalin jejaring
di stasiun radio lokal. Sejak saat itu, broadcasting
bukan lagi sekadar kegiatan sekolah melainkan mimpi yang ingin ia wujudkan.
Setelah lulus SMA, Farah mengambil keputusan penting masuk Ilmu
Komunikasi di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Keputusan ini ia ambil
dengan mantap karena ia ingin mendalami dunia yang membuatnya jatuh cinta sejak
remaja. Baginya, memilih jurusan ini bukan hanya soal kuliah tetapi tentang
menapaki jalan yang membuatnya merasa hidup.
Di kampus, ia memperluas sayapnya. Radio Terminal Unesa menjadi rumah
keduanya. Di ruang siaran yang kecil namun hangat, Farah merasakan sensasi
menjadi penyiar sungguhan. Tidak hanya
itu, Farah juga mulai menjadi
MC di berbagai acara kampus,
jurusan, fakultas, hingga tingkat rektorat. Demi menambah uang saku,
Farah bahkan bekerja sebagai SPG di akhir pekan.
Kesempatan besar datang ketika Farah magang di Suara Surabaya, sebuah
stasiun radio yang menjadi impiannya
sejak lama. Ia bekerja sebagai
editor konten web, reporter, dan kadang
diberi kesempatan mengudara. Pengalaman itu membuka matanya tentang
dunia radio profesional tentang ritme kerja cepat, kedisiplinan, dan tanggung
jawab mengolah informasi.
Setelah magang, Farah bekerja sebagai pegawai tetap di Humas Unesa
sambil merampungkan skripsinya. Namun,
dunia radio tidak pernah benar-benar hilang dari hidupnya. Ia kembali menjadi penyiar
radio di JeJe Radio 105.1 sebuah mimpi masa remajanya yang akhirnya terwujud.
Namun, dari sanalah ia melihat realitas lain profesi penyiar radio tidak selalu stabil
secara finansial. Kesadaran itu menjadi titik
refleksi sebelum ia menapaki langkah berikutnya.
Titik balik terjadi
ketika seorang dosen
memberi informasi bahwa
sebuah stasiun televisi, TVOne tengah membuka
lowongan reporter. Pada awalnya, Farah ragu. Ia merasa dirinya
tidak cukup fotogenik untuk
tampil di TV. Selain itu, ia pernah berpikir bahwa suaranya lebih cocok
untuk radio ketimbang hard news televisi.
Namun setelah bertahun-tahun tenggelam di dunia radio dan merasa cukup kenyang
pengalaman, ia memutuskan mencoba tantangan baru. Ia memberanikan diri
mendaftar dan ternyata diterima sebagai reporter di TVOne. Kini ia menjalani dua peran sekaligus: reporter televisi dan penyiar radio JeJe 105.1.
Suara yang dulu hanya bergema di ruang
ekstrakurikuler kini terdengar di layar kaca nasional.
Bekerja sesuai passion adalah
kunci kebahagiaan bagi Farah. Kerja kerasnya pun membuahkan hasil luar biasa,
termasuk kesempatan untuk
meliput hingga ke luar negeri.
Farah ditugaskan meliput industri
kosmetik dan kecantikan di Polandia atas undangan yang ditujukan
kepada TVOne, dan Farah menjadi
reporter yang dipilih untuk berangkat. Di Polandia, ia menelusuri industri
kosmetik, mewawancarai pelaku
usaha, mempelajari peluang
pasar, hingga meliput tempat
wisata yang jarang tersentuh media Indonesia. Langit Eropa yang dingin menjadi
saksi bahwa kerja kerasnya membawanya jauh melampaui batas yang dulu ia bayangkan.
Meski telah tampil di televisi nasional dan pernah menginjakkan kaki di
Eropa, pencapaian terbesar Farah bukanlah itu. Melainkan momen ketika ia
membawa keluarganya berlibur ke luar negeri dari hasil jerih payahnya sendiri.
Bagi Farah, bukan hanya diukur dari pencapaian karier atau seberapa jauh ia
melanglang buana. Kesuksesan adalah ketika hasil kerja keras bisa dibagi kepada orang-orang terkasih. Momen melihat
senyum bangga orang
tua dan kebahagiaan saudara-saudaranya saat menikmati perjalanan
tersebut adalah reward terbesar yang
ia dapatkan.
Perjalanan Farah menunjukkan bahwa mimpi harus diperjuangkan, bukan
sekadar dibiarkan menjadi cita-cita. Tidak harus besar di awal. Tidak harus
sempurna. Yang penting adalah keberanian untuk melangkah.
Kini, Farah terus berkarya sebagai reporter muda yang bersinar.
Kisahnya menjadi pengingat bahwa masa depan bisa dibentuk dengan tangan
sendiri. Dari radio kampus, MC kecil-kecilan, pekerjaan paruh waktu, hingga
magang dan pengalaman profesional semua langkah kecil itu membentuk jalan menuju karier
yang kini ia jalani. Suaranya, yang dulu hanya terdengar di ruang kecil sekolah,
kini menjadi suara yang menginspirasi banyak orang.
Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?