FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di usianya yang masih 21
tahun, Muhammad Fi Salsabily Haudlillah Mufarrihin, yang akrab dipanggil Fisal,
telah membuktikan bahwa status mahasiswa bukan penghalang untuk berbagi ilmu. Mahasiswa
Desain Grafis Fakultas Vokasi Universitas Negeri Surabaya ini tidak hanya sibuk
dengan skripsi dan bekerja di studio, tetapi juga sukses melangkah sebagai
pemateri desain, bahkan di luar kampus sendiri.
Kecintaan Fisal pada
dunia visual bermula jauh ke belakang, sekitar tahun 2010, saat sebuah komputer
hadir di rumahnya. Awalnya, komputer hanyalah alat bermain. Namun, pandangannya
berubah ketika melihat saudaranya menggunakan komputer untuk menggambar dan
berkreasi.
“Di saat itulah aku
mengenal yang namanya Photoshop,” kenang Fisal.
Rasa suka pada menggambar,
warna, dan eksplorasi membuatnya mulai mencoba-coba. Dasar-dasar desain ia
pelajari dengan mengedit, bahkan memindahkan objek karakter anime
favoritnya, yakni Naruto, ke background lain. Keinginan untuk terus
belajar itu membawanya ke jurusan multimedia saat SMK, dengan tujuan yang
jelas: menambah skill dan pengalaman di bidang yang sama.
Perjalanan akademisnya berjalan
cukup baik, ia diterima di Unesa melalui jalur SNMPTN (kini SNBP). Selain itu,
ia menyadari bahwa kemampuan public speaking dan cara menyampaikan
informasi yang menurun dari kedua orang tuanya yang seorang guru, menjadi modal
penting untuk membagikan ilmunya.
Dari semua pengalaman dan
koneksi yang terjalin selama masa kuliah— mulai dari berorganisasi hingga aktif
di komunitas, ada satu momen yang dianggapnya sebagai titik balik yang
spektakuler, yakni menjadi pemateri seminar luring di luar kampusnya.
Momen itu terjadi pada 23
Mei 2025, saat ia diundang oleh LPM Parlemen FISIP UINSA (UIN Sunan Ampel
Surabaya) untuk acara Sosialisasi Editing dengan tema “From Canvas to
Impact: Make It Seen, Make It Mean”.
“Aku sebagai mahasiswa
dari luar kampusnya, diundang ke kampus orang. Aku enggak tahu siapa yang
mengajak, siapa yang mengundang. Kayak seakan-akan itu benar-benar orang lain
yang mengundang," ujar Fisal, menggambarkan betapa luar biasanya momen
tersebut baginya.
Itu adalah pengalaman
seminar luring pertamanya di lingkungan yang benar-benar baru, di luar zona
nyamannya.
Dalam seminar yang
berfokus pada fundamental poster, Fisal tidak hanya menyampaikan teori. Ia
ingin membuktikan kepada audiens bahwa alat (software) bukanlah
penentu utama hasil desain yang baik. Di sesi tantangan on the spot,
peserta diminta membuat poster burger dalam 30 menit, bebas menggunakan software
apa pun. Fisal sendiri, dengan brief yang sama, membuat desain
menggunakan Microsoft Word.
Setelah 10 desain terbaik
dipilih melalui voting oleh seluruh peserta sosialisasi, salah satunya
adalah poster buatan Fisal. Peserta dibuat bingung dan akhirnya terkejut hebat
(pecah banget) ketika Fisal mengaku bahwa desain itu dibuat hanya dengan
Microsoft Word. Aksi ini memperkuat filosofi yang selalu ia pegang dalam
setiap seminar: “Semua orang bisa desain, tapi enggak semua orang paham desain.”
Fisal mengakui bahwa networking
sangatlah penting dalam perkembangannya. Komunitas yang paling berperan adalah Sharing
is Growing, wadah untuk belajar industri kreatif yang membantunya mengasah public
speaking dan mendapatkan koneksi.
Ia juga menyebutkan dua
sosok yang menjadi role model utamanya. Pertama, Mas Edi, gurunya saat
SMK, yang dianggap multitalent (mengajar desain dan mengaji), serta Mas
Zaki, dosen praktisi di Unesa yang memiliki cara penyampaian materi berbeda,
dan merupakan mentor dari komunitas Sharing is Growing.
Meskipun menyadari bahwa
posisi desainer grafis sering dianggap berada di tingkatan paling bawah dalam
struktural pekerjaan— hanya sebagai eksekutor, Fisal memiliki pandangan yang
luas untuk karirnya.
Ia berharap bisa menjadi
lebih dari sekadar desainer grafis. Baginya, desainer harus terus belajar hal
lain, seperti copywriting, fotografi, atau videografi agar tidak
ketinggalan. Ia ingin mencapai tingkatan karir yang lebih tinggi, seperti Art
Director atau Creative Director.
“Semua ada jalannya,”
tutupnya, menekankan pentingnya networking dan fleksibilitas dalam
berkarir. Desain grafis bisa menjadi pekerjaan utama, namun semua harus tetap
didasari oleh niat dan pemahaman fundamental.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?