Banner Iklan

Jadi Pemateri di Seminar Luring Pertama Kali, Sukseskah?

Admin JSN
28 November 2025 | 10.55 WIB Last Updated 2025-11-28T04:02:46Z

 

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di usianya yang masih 21 tahun, Muhammad Fi Salsabily Haudlillah Mufarrihin, yang akrab dipanggil Fisal, telah membuktikan bahwa status mahasiswa bukan penghalang untuk berbagi ilmu. Mahasiswa Desain Grafis Fakultas Vokasi Universitas Negeri Surabaya ini tidak hanya sibuk dengan skripsi dan bekerja di studio, tetapi juga sukses melangkah sebagai pemateri desain, bahkan di luar kampus sendiri.

Kecintaan Fisal pada dunia visual bermula jauh ke belakang, sekitar tahun 2010, saat sebuah komputer hadir di rumahnya. Awalnya, komputer hanyalah alat bermain. Namun, pandangannya berubah ketika melihat saudaranya menggunakan komputer untuk menggambar dan berkreasi.

“Di saat itulah aku mengenal yang namanya Photoshop,” kenang Fisal.

Rasa suka pada menggambar, warna, dan eksplorasi membuatnya mulai mencoba-coba. Dasar-dasar desain ia pelajari dengan mengedit, bahkan memindahkan objek karakter anime favoritnya, yakni Naruto, ke background lain. Keinginan untuk terus belajar itu membawanya ke jurusan multimedia saat SMK, dengan tujuan yang jelas: menambah skill dan pengalaman di bidang yang sama.

Perjalanan akademisnya berjalan cukup baik, ia diterima di Unesa melalui jalur SNMPTN (kini SNBP). Selain itu, ia menyadari bahwa kemampuan public speaking dan cara menyampaikan informasi yang menurun dari kedua orang tuanya yang seorang guru, menjadi modal penting untuk membagikan ilmunya.

Dari semua pengalaman dan koneksi yang terjalin selama masa kuliah— mulai dari berorganisasi hingga aktif di komunitas, ada satu momen yang dianggapnya sebagai titik balik yang spektakuler, yakni menjadi pemateri seminar luring di luar kampusnya.

Momen itu terjadi pada 23 Mei 2025, saat ia diundang oleh LPM Parlemen FISIP UINSA (UIN Sunan Ampel Surabaya) untuk acara Sosialisasi Editing dengan tema “From Canvas to Impact: Make It Seen, Make It Mean”.

“Aku sebagai mahasiswa dari luar kampusnya, diundang ke kampus orang. Aku enggak tahu siapa yang mengajak, siapa yang mengundang. Kayak seakan-akan itu benar-benar orang lain yang mengundang," ujar Fisal, menggambarkan betapa luar biasanya momen tersebut baginya.

Itu adalah pengalaman seminar luring pertamanya di lingkungan yang benar-benar baru, di luar zona nyamannya.

Dalam seminar yang berfokus pada fundamental poster, Fisal tidak hanya menyampaikan teori. Ia ingin membuktikan kepada audiens bahwa alat (software) bukanlah penentu utama hasil desain yang baik. Di sesi tantangan on the spot, peserta diminta membuat poster burger dalam 30 menit, bebas menggunakan software apa pun. Fisal sendiri, dengan brief yang sama, membuat desain menggunakan Microsoft Word.

Setelah 10 desain terbaik dipilih melalui voting oleh seluruh peserta sosialisasi, salah satunya adalah poster buatan Fisal. Peserta dibuat bingung dan akhirnya terkejut hebat (pecah banget) ketika Fisal mengaku bahwa desain itu dibuat hanya dengan Microsoft Word. Aksi ini memperkuat filosofi yang selalu ia pegang dalam setiap seminar: “Semua orang bisa desain, tapi enggak semua orang paham desain.”

Fisal mengakui bahwa networking sangatlah penting dalam perkembangannya. Komunitas yang paling berperan adalah Sharing is Growing, wadah untuk belajar industri kreatif yang membantunya mengasah public speaking dan mendapatkan koneksi.

Ia juga menyebutkan dua sosok yang menjadi role model utamanya. Pertama, Mas Edi, gurunya saat SMK, yang dianggap multitalent (mengajar desain dan mengaji), serta Mas Zaki, dosen praktisi di Unesa yang memiliki cara penyampaian materi berbeda, dan merupakan mentor dari komunitas Sharing is Growing.

Meskipun menyadari bahwa posisi desainer grafis sering dianggap berada di tingkatan paling bawah dalam struktural pekerjaan— hanya sebagai eksekutor, Fisal memiliki pandangan yang luas untuk karirnya.

Ia berharap bisa menjadi lebih dari sekadar desainer grafis. Baginya, desainer harus terus belajar hal lain, seperti copywriting, fotografi, atau videografi agar tidak ketinggalan. Ia ingin mencapai tingkatan karir yang lebih tinggi, seperti Art Director atau Creative Director.

“Semua ada jalannya,” tutupnya, menekankan pentingnya networking dan fleksibilitas dalam berkarir. Desain grafis bisa menjadi pekerjaan utama, namun semua harus tetap didasari oleh niat dan pemahaman fundamental.

---

Isnaini Aminatuz Zahra
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jadi Pemateri di Seminar Luring Pertama Kali, Sukseskah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now