Dari Laut Nusantara ke Gaza: Cara Indonesia Menunjukkan Wajah Kemanusiaannya

Oleh: Arifian Zulfikrullah Ramadhan - Mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Pembangunan Veteran Jawa Timur

Ketika KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat-992 meninggalkan dermaga Tanjung Priok menuju Gaza, lautan tidak hanya membawa ratusan ton obat-obatan dan logistik, tetapi juga pesan kemanusiaan dari Indonesia untuk dunia. Di tengah hiruk pikuk konflik dan kepentingan global, langkah ini menjadi pengingat bahwa empati masih hidup dalam politik luar negeri kita.

Misi tersebut bukan sekedar mengirimkan bantuan, melainkan ekspresi tulus dari hati nurani bangsa Indonesia bahwa membantu sesama bukan soal siapa yang diuntungkan, tetapi tentang siapa yang sedang membutuhkan. Inilah wajah lain diplomasi yang tidak hanya menekankan tentang kekuasaan, melainkan tentang kemanusiaan.

*Politik Luar Negeri yang Didorong oleh Empati*

Dalam teori altruisme internasional, negara dapat bertindak bukan karena kepentingan material, melainkan karena dorongan moral untuk membantu pihak lain. Altruisme menempatkan kemanusiaan pada kepentingan ekonomi, politik, maupun militer.

Melalui misi kemanusiaan ini, Indonesia menunjukkan bahwa dalam hubungan internasional, masih ada ruang bagi empati. Bantuan ke Gaza bukan bentuk intervensi atau kalkulasi politik, melainkan perwujudan rasa kemanusiaan yang tulus.

Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, tetap memilih berkontribusi aktif dalam membantu korban sipil Palestina. Tindakan ini menggambarkan bahwa politik luar negeri Indonesia memiliki dimensi moral, bukan hanya rasional.

*Altruisme sebagai Cermin Identitas Bangsa*

Sikap altruistik Indonesia tidak muncul tiba-tiba. Ia dicabut dari identitas nasional dan sejarah panjang solidaritas terhadap bangsa tertindas. Semangat “perikemanusiaan” yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi dasar moral dalam setiap langkah diplomasi Indonesia.

Keterlibatan Indonesia dalam berbagai misi kemanusiaan internasional mulai dari bantuan untuk Rohingya hingga dukungan bagi Gaza sangat menunjukkan konsistensi nilai-nilai keberadaban itu. Bagi Indonesia, membantu adalah bagian dari menjadi bangsa yang peduli.

*Bantuan yang Menjadi Bahasa Diplomasi*

Dalam dunia yang sering didominasi kepentingan nasional, aksi kemanusiaan Indonesia justru menampilkan wajah lain dari diplomasi yang berbicara melalui tindakan nyata.

Misi KRI dr. Radjiman tidak hanya mengirim obat-obatan dan tenaga medis, tetapi juga mengirim pesan moral tersirat bahwa empati masih punya tempat dalam politik global. Indonesia menampilkan dirinya sebagai negara yang tidak hanya mengejar kekuasaan, namun juga berani menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Bantuan luar negeri seperti ini sering kali dipandang sekadar sebagai bentuk bantuan kemanusiaan, namun dalam konteks hubungan internasional, bantuan luar negeri memuat dimensi simbolik dan diplomatik yang kuat. Bagi Indonesia, mengirim kapal rumah sakit ke Gaza merupakan pernyataan nilai bahwa politik luar negeri tidak hanya mengejar kepentingan, tetapi juga mengandung dimensi moral dan identitas nasional.

Di saat negara lain menimbang strategi untung rugi, Indonesia bertindak atas dasar keyakinan bahwa kemanusiaan adalah bagian dari jati dirinya. Melalui kacamata altruisme, keberangkatan KRI dr. Radjiman ke Gaza bukan sekedar bantuan teknis, namun tindakan moral yang mencerminkan hati nurani bangsa.

Di tengah dunia yang kerap dilanda kepentingan, Indonesia hadir membawa kehangatan solidaritas. Misi ini mengingatkan bahwa dalam hubungan antarnegara, kemanusiaan seharusnya tetap menjadi kompas utama.