Senator Lia Istifhama, Kasus Raya Jadi Momentum Introspeksi, Mendesain DTSEN Desa dan Evaluasi Layanan Kesehatan
JAKARTA| JATIMSATUNEWS.COM: Kisah pilu meninggalnya balita bernama Raya (4 tahun) di Sukabumi dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing, bahkan hingga ke otak, bukan sekadar tragedi biasa. Bagi Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, peristiwa ini adalah alarm keras bagi bangsa untuk melakukan introspeksi dan pembenahan serius terhadap sistem kesehatan nasional.
Menurut senator yang akrab disapa Ning Lia tersebut, kasus Raya membuka mata masih ada celah besar dalam layanan kesehatan, mulai dari ketidakmerataan fasilitas, data kependudukan yang tidak sinkron dengan bantuan sosial, hingga sulitnya masyarakat miskin mengakses layanan BPJS Kesehatan.
“Kisah Raya jangan berhenti sebagai berita duka. Ini harus jadi momentum introspeksi, terutama dalam mendesain ulang sistem data dan layanan kesehatan agar tidak ada lagi rakyat kecil yang jatuh di celah sistem,” tegas Ning Lia, Sabtu (23/8/2025).
Putri KH Maskur Hasyim itu mengungkap pentingnya DTSEN (Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional) yang berbasis desa. Selama ini, banyak warga miskin justru tidak terdaftar dalam program jaminan kesehatan pemerintah karena data administrasi tidak sinkron.
“Data jangan hanya angka di atas kertas. Harus menjadi data hidup yang selalu diperbarui di level desa. Aparatur desa, bidan, hingga kader posyandu bisa dilibatkan untuk validasi lapangan,” jelasnya.
Dengan model DTSEN berbasis desa, setiap warga miskin dapat tercatat otomatis sebagai penerima manfaat BPJS (PBI), terlindungi dari risiko kesehatan yang tidak terdeteksi, seperti stunting, gizi buruk, hingga penyakit menular. Bahkan, terhubung langsung dengan layanan kesehatan yang lebih tepat sasaran.
Masalah lain yang mencuat adalah premi BPJS Kesehatan yang menunggak. Banyak warga miskin maupun pekerja informal akhirnya kehilangan akses kesehatan karena tidak mampu membayar iuran. Ning Lia menilai solusi bukan sekadar menagih, tetapi menghadirkan program rehabilitasi iuran. Misalnya dengan skema restrukturisasi dan keringanan bagi keluarga miskin, koordinasi lintas kementerian agar data BPJS terkoneksi dengan DTSEN desa hingga inovasi gotong royong berbasis komunitas, misalnya dana sosial desa atau BUMDes untuk membantu warga menutup premi.
“Evaluasi ini bukan untuk melemahkan BPJS, tapi memperkuatnya agar lebih inklusif dan benar-benar hadir bagi rakyat kecil,” ujar Doktor Manajemen Ekonomi Islam tersebut.
Ning Lia juga menekankan, tragedi Raya harus dijadikan bahan refleksi. Jangan sampai energi publik justru habis untuk provokasi politik yang tidak produktif.
“Kasus Raya seharusnya menjadi panggilan moral. Jangan sibuk dengan aksi-aksi yang justru merusak kondusivitas. Energi bangsa lebih baik diarahkan ke kolaborasi memperkuat layanan kesehatan,” tuturnya.
Pihaknya mendorong tokoh masyarakat, organisasi, hingga influencer digital ikut aktif dalam edukasi kesehatan berbasis desa, termasuk pencegahan infeksi parasit. Kampanye sanitasi dan gizi anak, agar generasi mendatang terbebas dari lingkaran kemiskinan kesehatan. Hingga advokasi berbasis data valid, bukan kepentingan sesaat.
“Raya memang sudah pergi, tapi semangatnya jangan ikut terkubur. Inilah waktunya negara hadir lebih kuat melalui DTSEN yang sinkron, BPJS yang inklusif, dan edukasi kesehatan yang merata. Hak sehat adalah hak konstitusional setiap warga negara,” tegasnya. (ANS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?