Banner Iklan

Organisasi Mahasiswa: Miniatur Demokrasi atau Peternakan Tangan Oligarki?

Admin JSN
21 Agustus 2025 | 19.13 WIB Last Updated 2025-08-21T12:13:48Z

 


OPINI | JATIMSATUNEWS.COM - Kampus, seharusnya adalah benteng intelektual dan laboratorium demokrasi. Namun, realitas pahit menunjukkan bahwa banyak organisasi mahasiswa saat ini justru menjadi peternakan oligarki politik. Di sana, mahasiswa ditempa tidak hanya dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan idealisme dan etika berpolitik. Namun, realitas yang terjadi di banyak kampus saat ini justru mengkhianati idealisme tersebut. Alih-alih menjadi cerminan aspirasi mahasiswa, kebijakan strategis yang dibuat oleh organisasi internal (DEMA/BEM/SEMA) justru sering kali ditentukan oleh arahan ketua umum organisasi ekstra kampus (OMEK) untuk kepentingan tertentu.

Ironisnya, Fenomena ini bukanlah hal baru. Jika kita amati, pola ini sangat mirip dengan apa yang terjadi di tingkat pemerintahan. Seperti yang pernah diungkapkan Prof. Mahfud MD saat berdebat dengan Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) mengenai pengesahan RUU Perampasan Aset saat membahas transaksi mencurigakan kementerian keuangan rapat pada hari rabu tanggal 23 Maret 2023. Alih-alih menjadi arena musyawarah wakil rakyat, DPR lebih tampak sebagai perpanjangan tangan ketua umum partai. Anggota DPR, meski dipilih langsung oleh rakyat, tidak bisa mengesahkan kebijakan strategis tanpa menunggu sinyal “siap” atau “berhenti” dari sang ketua partai. Bukankah ini ironis? Dewan yang sejatinya perwakilan rakyat malah berubah menjadi perwakilan partai.

Lalu, mengapa ini sangat berbahaya bagi kampus?

Pertama, praktik ini mengikis independensi organisasi mahasiswa. Organisasi internal mahasiswa seharusnya memiliki otonomi penuh untuk menentukan arah dan kebijakan mereka berdasarkan kebutuhan dan aspirasi nyata dari seluruh mahasiswa, bukan dari agenda politik pihak luar. Ketika kebijakan ditentukan oleh OMEK, maka suara mayoritas mahasiswa bisa jadi terabaikan.

Kedua, ini melahirkan generasi pemimpin yang pragmatis dan tidak mandiri. Mahasiswa yang berproses dalam organisasi internal dengan pola seperti ini akan terbiasa untuk "nurut" dan tidak memiliki keberanian untuk mengambil keputusan secara independen. Mereka dididik untuk menjadi petugas partai sejak dini, bukan pemimpin yang berintegritas. Bayangkan jika kelak mereka menjadi pemimpin di pemerintahan atau perusahaan. Mereka akan cenderung mencari "bos" atau patron untuk menentukan langkah, alih-alih mengambil keputusan berdasarkan kebenaran dan kepentingan bersama.

Ketiga, ini merusak iklim demokrasi di kampus. Jika kebijakan kampus dikendalikan oleh segelintir elite di luar kampus, maka esensi dari musyawarah, debat, dan dialog menjadi tidak relevan. Kampus yang seharusnya menjadi tempat lahirnya pemikiran kritis dan pemimpin berkarakter, justru menjadi tempat di mana budaya patron-klien dipelihara.

Kampus harus kembali pada khittahnya sebagai benteng intelektual. Organisasi internal mahasiswa harus berani menolak intervensi dari OMEK, dan kembali pada prinsip kedaulatan mahasiswa. Kebijakan harus lahir dari aspirasi kolektif, bukan dari arahan segelintir elit di luar kampus. Jika tidak, maka kita sedang mencetak generasi "Yes-man" yang akan membawa praktik buruk ini ke pemerintahan dan merusak masa depan demokrasi Indonesia. Kita harus memastikan bahwa miniatur pemerintahan di kampus ini, berjalan dengan prinsip-prinsip demokrasi sejati, bukan menjadi perpanjangan tangan oligarki.

Oleh : Mahasiswa Anonym


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Organisasi Mahasiswa: Miniatur Demokrasi atau Peternakan Tangan Oligarki?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now