Banner Iklan

Ketua Maarif NU Prof Amka: Ketika Orang Tua dan Guru Berkonflik, Anak Bisa Menjadi Korban

Admin JSN
04 Agustus 2025 | 19.39 WIB Last Updated 2025-08-04T13:40:01Z
Profesor Amka saat menyerahkan piala penghargaan kepada siswa dalam lomba menulis esai di Bahrul Maghfiroh Kota Malang (1/8)./dok. JSN-ANS

MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Kabupaten Malang, Prof. H. Abdul Malik Karim Amrullah turut hadir sebagai salah satu narasumber Workshop Menulis Esai dan Launching Buku Seribu Satu Suara Hati Guru (Ketika Hukum Mengancam).

Agenda literasi tingkat kota dan kabupaten Malang ini diselenggarakan pada Jumat (1/8) pekan lalu di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang.

Deretan narasumber termasuk Prof. Amka--sapaannya--hadir pada agenda literasi yang mengangkat tentang pendidikan, guru, dan tawaduk.

"Di dalam pendidikan ada semacam paradoks. Orang tua ingin baik, maka anaknya disekolahkan agar menjadi anak yang baik. Guru mengajar, juga ingin anaknya menjadi baik. Tetapi, ketika guru ingin anaknya baik, kadang strateginya tidak sama dengan orang tua," buka Prof. Amka.

Menurut Amka, orang tua zaman sekarang beda dengan orang tua zaman dulu. Kalau zaman dulu, orang tua cenderung memasrahkan cara didiknya kepada guru. "Monggo, jika anaknya nakal penanganannya terserah bapak-ibu guru," imbuhnya.

Kalau sekarang menurutnya, anak yang diserahkan pengajarannya kepada guru pada zaman dulu tersebut kini menjadi orang tua.

"Dengan pengalamannya di masa lalu, maka para orang tua ini ingin anaknya tidak mengalami apa yang pernah dialami semasa sekolah," lanjutnya.

Pada sisi lain, menurutnya, tujuan dari guru saat ini masih sama seperti dulu yakni ingin menghasilkan anak-anak yang baik. Hanya saja, strateginya masih sama seperti dulu.

"Akhirnya, ini menjadi kesalahpahaman. Karena orang tua ingin strategi mengajarnya tidak seperti dulu, di sisi lain guru masih merasa strategi seperti itu masih ampuh terutama kepada yang nakal," bebernya.

Maka, menurut Amka hal ini perlu ada titik temu antara guru dengan kaum orang tua zaman sekarang. "Berarti, guru juga harus up to date, harus introspeksi terhadap cara mengajarnya," tambahnya.

Kemudian, saat terjadi konflik antara guru dengan orang tua yang berawal dari perbedaan persepsi antara keduanya juga akan menyebabkan anak terkena dampaknya.

Anak menjadi dilabeli sebagai anak nakal, dan ketika viral anak tersebut juga akan merasa dirinya nakal. Menurut Amka, ini bisa memengaruhi mentalnya secara jangka panjang.

"Intinya, jangan sampai kita menjadikan konflik antara orang tua dengan guru memengaruhi mental anak," imbaunya.

Baginya, ketika anak terjebak pada pikiran negatif tentang dirinya sendiri justru bisa merusak kreativitasnya, yang membuatnya susah berkembang untuk menjadi pribadi yang baik di kemudian hari. Karena itu, Amka mengimbau kepada guru maupun orang tua untuk sama-sama mengutamakan sisi anak sebagai prioritas dan tidak menjadikan sebagai korban secara mental jangka panjang.

Mengenai perilaku anak, menurut Prof Amka ada kaitannya dengan tiga faktor, yang pertama adalah keluarga. "Keluarga yang harmonis, insyaallah akan membentuk pola pikir anak yang baik," jelasnya.

Faktor kedua adalah lingkungan, lalu yang ketiga adalah karakter dari anak tersebut.

"Dari tiga faktor itu, porsi terbesarnya ada di keluarga. Keluarga yang bertanggung jawab dalam membentuk karakter anak, bahkan ketika berada di lingkungan yang kurang kondusif," ucapnya.

"Maka dari itu, ketika anak-anak sudah berada di lingkungan yang baik, contohnya seperti di Bahrul Maghfiroh ini, maka perlu dimanfaatkan dengan baik untuk membentuk kepribadian dan bahkan cita-cita yang baik," ujarnya lagi.

Menurutnya, di PP Bahrul Maghfiroh sudah ada figur teladan seperti Prof. Muhammad Bisri, yang pernah menjadi rektor Universitas Brawijaya Malang pada periode 2014-2018.

"Maka, anak-anak di sini juga minimal bercita-cita seperti beliau. Misalnya mau menjadi rektor atau kiai," tandasnya.

Acara ini dihadiri sejumlah tokoh penting dari unsur Kemenag, DPD/DPRD, pengurus NU, hingga aktivis pendidikan.

Diantaranya adalah Achmad Shampton S.HI M.Ag (Kepala Kemenag Kota Malang), Drs. Sahid, M.M, (Kepala Kemenag Kabupaten Malang), Dr. Moh Amak Burhanudin MS.I, (Kabid PAIS Kanwil Jatim), Hikmah Bafaqih M.Pd (Wakil Ketua Komisi E DPRD Prov. Jatim), Prof. Amka (Ketua LP Maarif Kabupaten Malang), dan Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Bisri M.S (Pengasuh PP Bahrul Maghfiroh Kota Malang).

Workshop dipandu oleh Wiwin Siswanti dan Anis Hidayatie, guru peraih penghargaan teladan Literasi Jawa Timur, sekaligus penulis buku "Seribu Satu Suara Hati Guru: Ketika Hukum Mengancam". ***

Penulis: YAN


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ketua Maarif NU Prof Amka: Ketika Orang Tua dan Guru Berkonflik, Anak Bisa Menjadi Korban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now