Banner Iklan

Hikmah Bafaqih: Konselor Sebaya Lebih Efektif Kenalkan Sikap Tawaduk di Sekolah

Admin JSN
02 Agustus 2025 | 19.18 WIB Last Updated 2025-08-02T13:20:05Z
Wakil Ketua I Komisi E DPRD Jatim fraksi PKB, Hikmah Bafaqih sebut konselor sebaya jauh lebih efektif dibanding konseling vertikal./dok. JSN-ANS

MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Wakil Ketua I Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hj. Hikmah Bafaqih, MPd., turut hadir dalam Workshop Menulis Esai dan Launching Buku Seribu Satu Suara Hati Guru (Ketika Hukum Mengancam).

Agenda literasi tingkat kota dan kabupaten Malang ini dihelat pada Jumat (1/8) siang WIB di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang.

Deretan narasumber hadir pada agenda literasi yang mengangkat tentang pendidikan, guru, dan tawaduk.

Hikmah Bafaqih yang berada di Komisi E DPRD Jatim pun berkenan menghadiri acara ini karena konteks agendanya berkaitan erat dengan tugas dari Komisi E.

Merujuk pada situs resmi DPRD Jatim, ada 13 bidang yang diperhatikan oleh Komisi E Kesejahteraan Rakyat, yaitu;

Ketenagakerjaan
Pendidikan
Ilmu pengetahuan dan teknologi
Pemuda dan olahraga
Agama
Sosial
Kebudayaan
Kesehatan
Keluarga berencana
Pengembangan peranan perempuan
Transmigrasi
Penanganan bencana
Arsip dan perpustakaan.

Konteks pendidikan, agama, dan sosial terangkat dalam agenda literasi ini.

Inilah mengapa, Ning Hikmah--sapaannya--turut hadir guna memberi insight kepada peserta workshop tentang pentingnya tawaduk di lingkungan pendidikan.

Ia pun mengawalinya dengan menanggapi keberadaan buku 'Seribu Satu Suara Hati Guru (Ketika Hukum Mengancam)' sebagai buku yang wajib untuk hadir di masyarakat.

"Tentang buku ini bagi saya luar biasa, karena kalau kita tidak speak up--tentang realitas pendidikan dewasa ini, dunia tidak akan tahu," ungkap Hikmah.

Menurutnya, buku ini mengungkap adanya perubahan yang cukup radikal terhadap hubungan antara guru dengan anak didik dan wali murid.

"Hubungan yang radikal ini karena nilai-nilai ketawadukan sudah mulai tidak dipercaya. Sedikit orang di zaman modern ini memahami bahwa tawaduk penting, dan menanamkannya kepada anak-anak sangat luar biasa susah," imbuhnya.

"Makanya, bagi saya, memondokkan anak atau berpesantren adalah salah satu jawaban terhadap cara untuk menanamkan sifat tawaduk. Karena, kehidupan di pesantren akan melatih anak-anak untuk lebih berempati, tawaduk, dan lebih memahami konsep berkah," jelasnya.

Ia sebetulnya tidak mempermasalahkan adanya orang tua yang memilih mandiri untuk mengasuh anaknya.

Hanya saja, ketika pihak orang tua abai terhadap nilai-nilai moral anak tetapi gampang tidak terima jika anaknya mendapat didikan keras dari orang lain, di sinilah yang menurut Hikmah menjadi masalah.

Sebab, menurutnya hal seperti ini akan menimbulkan kesalahpahaman dan dapat berujung pada kasus hukum.

"Realitas seperti ini yang kemudian turut diperhatikan Komisi E. Kami berkoordinasi dengan kapolres dan lainnya agar aparat penegak hukum dapat berkoordinasi dengan baik ketika menangani masalah seperti ini. Karena bagi kami, kuncinya ada di komunikasi," tuturnya.

"Tetapi, patut digarisbawahi bahwa apa yang saya sampaikan ini bukan hendak untuk menormalisasi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru. Saya juga pendidik, maka kami dilarang oleh aturan mana pun untuk melakukan tindak kekerasan. Namun, terkadang pada situasi tertentu ketika ada tindak kekerasan yang berawal dari niat untuk mendidik murid tanpa ada komunikasi dengan wali murid pasti akan ada kesalahpahaman," bebernya.

Politisi yang pernah menjadi Regional Officer dari LPBINU dan AIFDR Australia pada 2010-2011 ini berharap kesalahpahaman seperti ini harus dihindari agar tidak menimbulkan masalah yang merugikan bagi banyak pihak termasuk guru dan siswanya.

"Saya tadi juga memperhatikan karya esai dari yang menang, salah satunya dari Aulia Azzahra yang mengangkat tentang seberapa penting tawaduk di era AI. Bagi saya ini konteks yang menarik. Tetapi, berapa persen sih siswa yang bisa memperkenalkan tawadu selain guru," tanya Hikmah.

Menurutnya, jumlah siswa yang memahami konsep tawaduk masih sedikit. Maka dari itu, ia mengatakan jika tugas memperkenalkan konsep tawaduk dalam sikap sehari-hari justru lebih baik jika dilakukan teman sebaya.

"Kalian, anak-anak yang berakhlakul karimah ini harus punya tugas mengampanyekan dan mengajak teman-teman yang lain untuk mempunyai sikap yang sama. Itu PR berat kalian. Kenapa? Karena tidak selalu nilai-nilai baik, perubahan yang baik, hanya bisa dilakukan melalui guru," ujarnya.

"Sejak 2010 sebagai orang yang lama menggeluti permasalahan tentang korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Malang Raya ini, kendala yang ditemukan adalah minimnya sosialisasi nilai-nilai sosial dari sebaya. Padahal, peer counselor (konselor sebaya) jauh lebih efektif dibanding pola konseling dari atas ke bawah atau dari orang dewasa ke anak-anak," jelasnya lagi.

Ketua PW Fatayat NU Jawa Timur 2014-2019 ini mengatakan jika menularkan sikap baik kepada teman sebaya jauh lebih efektif dibanding dari orang-orang dewasa kepada anak-anak remaja.

"Jadi, bantu Indonesia, Malang Raya, sekolah kalian, bapak-ibu guru kalian untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dengan cara kalian mengajak teman-teman kalian untuk memahami apa itu tawadu dengan bahasa kalian.

"Tidak semua teman-teman kalian tahu apa itu tawaduk, kan? Tapi kalian pasti punya banyak caranya untuk memperkenalkannya. Kalian bisa menyampaikannya dengan bahasa Malangan dan bahasa sehari-hari," lanjutnya.

Hikmah menegaskan jika pelajar adalah kunci dari perubahan sikap. Orang-orang dewasa di sekitarnya termasuk guru hanya bisa memfasilitasi. Sedangkan, perubahan harus terjadi dari diri sendiri.

Sebelum menutup pidatonya kepada peserta workshop, Hikmah Bafaqih berterima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Bisri, MS, IPU., yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh dan telah bersedia mendukung kegiatan literasi kepada pelajar.

"Semoga, ke depan makin banyak pesantren yang menggerakkan anak-anak untuk mencintai literasi, buku, dan kegiatan menulis isu-isu populis di sekitarnya," ujarnya.

Ia juga berharap pertemuan ini menjadi berkah dengan makin banyak pihak yang peduli untuk menyejahterakan guru dari segala jenjang baik PNS dan non-PNS.

"Kami dari Komisi E menanggungjawabi ranah SMA, SMK, dan MA. Jika SMP, MTs, SD, dan MI ranahnya kabupaten dan kota. Jadi, semua ada ranahnya masing-masing tapi tujuannya sama yakni untuk menyejahterakan para pendidik mulai tahun depan," lanjutnya.

"Ayo kita wujudkan sekolah yang ramah anak, kita wujudkan pengajaran yang ramah anak, kita wujudkan kesejahteraan pendidik kita," tandas Hikmah Bafaqih.

Adapun mengenai tawaduk yang menjadi salah satu tema besar dari acara literasi ini merupakan kosakata serapan dari bahasa Arab yakni tawadhu' yang berakar kata dari wadha'a.

Menurut KBBI, tawaduk adalah sikap rendah hati, patuh, dan taat dalam menjalankan perintah agama.

Maka, ketika sikap ini diterapkan siswa kepada guru akan bermakna sebagai sikap yang rendah hati, patuh, dan taat dalam menjalankan apa yang disarankan serta diajarkan guru demi kebaikan.

Agenda literasi ini juga dihadiri Anggota DPD RI Jatim Dr. Lia Istifhama, MEI., Kepala Kantor Kemenag Kota Malang Achmad Shampton MAg., Kepala Kankemenag Kabupaten Malang Drs. H. Sahid, MM., Ketua LP Ma'arif NU Kabupaten Malang Prof. H. Abdul Malik Karim Amrullah, hingga Kabid PAIS Kanwil Jatim Dr. Mohammad Amak Burhanudin, MPdI. ***

Penulis: YAN


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Hikmah Bafaqih: Konselor Sebaya Lebih Efektif Kenalkan Sikap Tawaduk di Sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now