Siti Aminah Tardi, INDONESIA FEMICIDE WATCH TENTANG URGENSI PENILAIAN TINGKAT KEBAHAYAAN (DANGER ASSESSMENT) PADA LAPORAN ANCAMAN PEMBUNUHAN DAN KEKERASAN BERBASIS GENDER
Jakarta, 16 Agustus 2025
JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM: Indonesia Femicide Watch (IFW), jaringan organisasi masyarakat sipil yang bergerak untuk pencegahan, penanganan dan pemulihan hak keluarga korban femisida menyampaikan keprihatinan atas tewasnya DPK (27), seorang perempuan di Purwakarta setelah sebelumnya berkonsultasi terkait ancaman pembunuhan yang diterimanya. Kematian DPK, dapat dikategorikan sebagai femisida dalam lingkup keluarga, mengingat terduga pelaku adalah Pekerja Rumah Tangga (PRT), telah ada ancaman pembunuhan dan percobaan pembunuhan dan dilakukan dengan cara yang melebihi upaya mematikan seseorang (sadis) yaitu dengan banyak tusukan. Dari kasus ini dan kasus-kasus femisida lainnya, IFW mendesak kepolisian untuk meningkatkan sensitivitas gender dan profesionalitasnya dalam memberikan perlindungan dan mendesak aparat penegak hukum dan lembaga layanan korban membangun penilaian tingkat risiko atau kebahayaan terhadap laporan/pengaduan/konsultasi terkait ancaman kekerasan atau pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan dalam pacaran.
Femisida sebagai puncak kekerasan berbasis gender terhadap perempuan belum dikenali dan belum terdapat data nasional tentang femisida. Hal ini secara tidak langsung mengakibatkan tidak terdapat upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan femisida. Padahal negara memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan, perlindungan, peningkatan kesadaran dan kepatuhan terhadap prinsip non-diskriminasi dan larangan kekerasan terhadap perempuan. Perkumpulan Lintas Feminis yang melakukan pemantauan pemberitaan media online menunjukkan peningkatan jumlah kasus femisida: 184 kasus (2022), 180 kasus (2023), dan 204 kasus (2024). Mayoritas pelaku adalah laki-laki yang merupakan orang dekat korban yang membuktikan bahwa femisida bukan insiden terpisah, melainkan bagian dari pola kekerasan sistematis terhadap perempuan. Hampir 48% kasus melibatkan pasangan intim, dan lebih dari 50% pembunuhan terjadi di rumah korban, tempat yang semestinya menjadi ruang aman. Fakta ini menunjukkan bahwa kekerasan tersebut bersifat berulang, tidak dicegah, bahkan ditoleransi oleh lingkungan sekitar.
Kasus femisida di mana korban sebelumnya telah melaporkan kekerasan tidak hanya dialami oleh DPK. Pada 2023, MSD dibunuh oleh N suaminya setelah sebulan sebelumnya melaporkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya. Kasus-kasus yang mencuat dalam pemberitaan ini menunjukkan tidak adanya penilaian resiko terhadap potensi bahaya yang akan semakin memburuknya kekerasan atau berakhir dengan kematian. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari masih adanya anggapan tidak pentingnya kekerasan terhadap perempuan, tidak dikenalnya siklus kekerasan dan pengabaian terhadap ancaman kekerasan atau pembunuhan. Padahal seharusnya femisida dapat dicegah diantaranya melalui penggunaan penilaian tingkat kebahayaan (danger assessment) sebagai metode untuk mengukur tingkat ancaman langsung terhadap keselamatan atau nyawa seseorang. Digunakan oleh polisi, pekerja sosial, layanan korban, shelter, dan layanan kesehatan untuk melakukan intervensi terhadap korban.
Sejumlah negara telah menerapkan DA, seperti Amerika Serikat (Danger Assessment), Kanada (Ontario Domestic Assault Risk Assessment (ODARA) dan Brief Spousal Assault Form for the Evaluation of Risk (B-SAFER), Inggris & Wales (DASH Risk Checklist (Domestic Abuse, Stalking and Honour-Based Violence), dan Australia (Domestic Violence Safety Assessment Tool (DVSAT) di New South Wales dan Selandia Baru yang menggabungkan DA dengan Family Violence Risk Assessment Tool. UN Women dan WHO juga merekomendasikan penggunaan DA dalam penanganan KBG dan pencegahan femisida. Penilaian berdasarkan sejumlah indikator dalam bentuk pertanyaan yang dibangun berdasarkan pengalaman korban akan menentukan keputusan yang diambil oleh polisi, lembaga layanan korban, korban dan keluarga korban. Seperti diberikan perintah perlindungan, dievakuasi ke rumah aman, penangkapan dan penahanan pelaku atau pelindungan oleh komunitas.
Indonesia belum memiliki metode tersebut. Sehingga korban KDRT cenderung akan tinggal serumah dengan pelaku, menganggap tidak serius laporan ancaman kekerasan/pembunuhan dan tidak dilakukan penanganan untuk mencegah ancaman menjadi tindakan nyata. Padahal adalah adanya ancaman pembunuhan, intensitas kekerasan, akses terhadap senjata menjadi potensi tertinggi dari seorang perempuan akan terbunuh. Maka tanpa dibekali dengan danger assesment ini, ke depan kasus-kasus serupa dapat terjadi kembali.
Berdasarkan hal tersebut, kami menyatakan dan menuntut:
1. Kekecewaan atas tidak dilakukannya upaya mengusut ancaman kekerasan pembunuhan terhadap korban yang telah dikonsultasikan dengan petugas kepolisian;
2. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat PPA dan PPO Bareskrim membangun mekanisme penilaian tingkat bahaya untuk diterapkan pada petugas lembaga layanan korban, petugas kepolisian yang terdepan dalam menerima pengaduan, pelaporan ataupun konsultasi korban kekerasan berbasis gender atau ancaman kekerasan/pembunuhan;
3. KPPPA menjadikan mekanisme penilaian tingkat bahaya, khususnya dalam lingkup rumah tangga sebagai bagian dari rencana revisi UU PKDRT
4. Media massa untuk tidak memuat identitas korban seperti alamat korban secara lengkap
5. UPTD Purwakarta memberikan bantuan psikologis, psikososial untuk membantu pemulihan keluarga korban.
Indonesia Femicide Watch (IFW):
1. The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
2. Jakarta Feminist
3. Kalyanamitra
4. Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia
5. Study and Peace
6. LBH APIK NTT
7. LBH APIK Semarang
8. LBH APIK Medan
9. Jala PRT
10. FSBPI
11. Dokter Tanpa Stigma
12. Peduli Buruh Migran
13. Marsinah.id
14. Project Multatuli
15. Arus Pelangi
16. ICJR
17. FeminisThemis
18. LBHM
19. IPPI
20. IAC
21. HWDI
22. Sanggar Swara
23. Magdalene.co
24. LBH APIK Makassar
25. LBH APIK Jakarta
26. IJRS
27. Angsamerah
28. KOMPAKS
Narasumber:
1. Siti Aminah Tardi/ILRC (081908174177)
2. Anindya Restuviani, Jakarta Feminis (082114044282)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?