Banner Iklan

Nasib Guru di Tengah Badai Tuduhan

Admin JSN
26 Juni 2025 | 21.46 WIB Last Updated 2025-06-26T14:46:51Z

 

cr: Kumparan

Uswatun Hasanah: "Nasib guru di tengah tuduhan, pentingnya komunikasi dan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk menjaga marwah pendidikan."

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Belakangan ini, ruang kelas tak lagi sekadar tempat belajar; ia berubah menjadi ladang ranjau yang siap meledak kapan saja. Guru yang dahulu dihormati, kini berada di ujung tanduk rentan dilaporkan, diseret ke ranah hukum, bahkan dipermalukan di ruang publik tanpa proses yang adil. Fenomena kriminalisasi guru bukan lagi hal sporadis. Ia menjelma jadi gejala sistemik yang mengancam fondasi pendidikan itu sendiri.Ketika tindakan mendidik seperti menegur, mendisiplinkan, atau mengarahkan dibaca sebagai bentuk kekerasan atau pelanggaran hukum, maka yang terjadi bukan sekadar salah paham, tapi pembunuhan karakter. Guru tak hanya dituduh, tapi langsung diadili oleh opini publik, media sosial, dan seringkali oleh aparat hukum bahkan sebelum kebenaran sempat diurai. Di tengah badai tuduhan ini, siapa yang masih mau menjadi guru?.Contoh kasus salah satu teman guru yang menegur siswanya karena ramai saat melaksanakan sholat dhuhur.Anak tersebut ditegur dengan suara lembut tetapi tidak menghiraukan lalu guru tersebut manikkan oktavnya agak keras tidak juga dihiraukan sampai oktav tertinggi juga dan sampailah pada tahap anak tersebut dipukul dengan sajadah.dari pukulan tersebut murid tersebut tidak terima akhirnya dia mengadu kepada orang tuanya dan akhirnya orang tua tersebut mendatangi sekolah.Tidak berhenti di situ orang tua mendatangi kemendiknas dan melaporkan kejadian tersebut.Bahkan melaporkan pemukulan anaknya terhadap pihak yang berwajib atau polisi.Media massa yang memang sehari-hari nongkrong di kantor tersebut mendapatkan berita dan akhirnya viral.Berita tersebut tidak hanya viral di media cetak seperti koran,bahkan yang lebih dahsyat adalah viral di media sosial.Orang-orang yang tidak tahu kejadian sebenarnya akhirnya ikut berkomentar dari sudut pandang mereka,ada yang pro dan ada yang kontra bahkan mereka cenderung menghakimi.Guru-guru yang mempunyai dedikasi tinggi dan disiplin biasanya mereka peka terhadap pembentukan karakter murid dibanding guru yang memang datang ke sekolah hanya mengajar,memberi materi,setelah itu pulang. Orang tua yang cepat melaporkan guru ke pihak berwajib mungkin tidak sepenuhnya memahami betapa pentingnya peran guru dalam membentuk karakter anak mereka. Sikap ini tidak hanya membuat para guru rentan terhadap tindakan hukum yang merugikan, tetapi juga memberikan contoh buruk bagi siswa. Mereka cenderung melihat otoritas guru sebagai sesuatu yang bisa ditentang kapan saja, tanpa harus memikirkan tanggung jawab dan batasan dalam pergaulan sosial.

Solusi Sekolah Secara Menyeluruh dalam Menyikapi Laporan Wali Murid

Dalam menghadapi laporan dari wali murid terkait tindakan guru, khususnya yang menyangkut dugaan kekerasan fisik, sekolah perlu bersikap bijak dan profesional. Penanganan harus dilakukan secara menyeluruh dengan mengutamakan keadilan, empati, serta menjaga marwah pendidikan. Langkah pertama yang harus diambil adalah bersikap responsif dan tidak defensif. Sekolah harus segera menanggapi laporan yang masuk dengan serius tanpa terburu-buru membela guru atau menyalahkan siswa. Sikap empatik sangat diperlukan dalam komunikasi awal dengan wali murid, misalnya dengan menyampaikan, “Kami memahami perasaan Bapak/Ibu, dan kami akan menangani masalah ini secara adil.”

Setelah laporan diterima, langkah berikutnya adalah melakukan investigasi internal. Kepala sekolah atau tim yang ditunjuk perlu segera memanggil guru yang bersangkutan untuk mendapatkan klarifikasi. Informasi dari berbagai pihak juga penting, seperti dari siswa lain yang menyaksikan kejadian, guru pendamping, atau pengawas kegiatan. Jika tersedia, rekaman CCTV atau bukti pendukung lainnya harus segera ditelaah secara objektif. Hasil dari proses ini dituangkan dalam laporan tertulis sebagai dokumentasi resmi dan acuan langkah selanjutnya.

Apabila situasi masih memungkinkan untuk diselesaikan secara internal, sekolah dapat mengupayakan mediasi antara guru dan orang tua. Mediasi ini sebaiknya dilakukan secara kekeluargaan dengan melibatkan kepala sekolah, komite sekolah, atau pengawas. Dalam mediasi, bila memang terjadi tindakan kekerasan fisik, guru didorong untuk menyampaikan permintaan maaf secara tulus. Pendekatan yang restoratif menjadi kunci, yaitu dengan menekankan perbaikan hubungan dan membangun kembali kepercayaan, bukan sekadar mencari siapa yang salah.

Namun jika laporan sudah masuk ke ranah hukum, sekolah tetap harus memberikan dukungan kepada guru dengan cara yang proporsional. Pendampingan hukum dapat diberikan melalui Dinas Pendidikan atau Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH). Sekolah juga harus bersikap kooperatif terhadap aparat hukum dan tidak menghalangi proses penyidikan. Guru yang terlibat pun perlu bersikap terbuka dan bersedia mengikuti seluruh tahapan hukum dengan baik.

Jika dalam proses penyelidikan terbukti terjadi pelanggaran, sekolah memiliki kewajiban memberikan sanksi yang tepat. Teguran tertulis dan masa pembinaan dapat dijadikan langkah pembinaan yang lebih edukatif daripada sanksi berat seperti pemecatan langsung. Selama masa pembinaan, guru dapat dilibatkan dalam pelatihan tentang manajemen emosi, komunikasi edukatif, dan penerapan disiplin positif. Tujuannya bukan menghukum, melainkan memperbaiki cara mendidik agar sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan profesionalisme.

Dalam jangka panjang, sekolah juga perlu merevisi kebijakan disiplin dan tata tertib yang berlaku. Khusus dalam konteks kegiatan keagamaan, pendekatan yang digunakan harus berbasis pada pembinaan akhlak, bukan penegakan disiplin semata. Guru harus dikuatkan perannya sebagai teladan dalam ibadah, bukan hanya sebagai pengawas. SOP yang berlaku perlu ditinjau kembali agar lebih sesuai dengan semangat mendidik, bukan menghukum.

Apabila kasus ini telah menyebar ke masyarakat atau media, sekolah harus menjaga komunikasi publik yang netral, bijak, dan bertanggung jawab. Pernyataan resmi dari sekolah sebaiknya menegaskan komitmen terhadap proses hukum, pembinaan guru, dan upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman, berakhlak, dan mendidik. Misalnya dengan pernyataan, “Sekolah menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berkomitmen membina seluruh guru agar menciptakan lingkungan belajar yang positif.”

Sebagai penutup, langkah pencegahan menjadi hal yang sangat penting untuk diprioritaskan. Sekolah perlu membangun relasi emosional yang sehat antara guru dan siswa, agar proses pendisiplinan tidak lagi menggunakan kekerasan fisik. Forum komunikasi antara sekolah dan orang tua juga harus dihidupkan kembali, tidak hanya menjadi tempat keluhan, tetapi sebagai ruang bersama membangun karakter siswa. Di sinilah pentingnya peran Tri Pusat Pendidikan  keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai kunci keberhasilan pembentukan karakter dan etika peserta didik. Dengan pendekatan kolaboratif dan solutif ini, sekolah dapat menjaga marwahnya sebagai institusi yang mendidik dengan hati dan akal sehat.Tidak ada sekolah yang sempurna begitupun juga tidak ada guru yang sempurna. sinergi antara tiga pusat pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketika salah satu pihak bertindak tanpa pendekatan mendidik yang tepat, dan pihak lain merespons tanpa komunikasi yang sehat, maka pendidikan kehilangan ruh utamanya. Guru sebagai pendidik harus menjunjung tinggi etika profesi dengan menghindari kekerasan dalam bentuk apa pun. Di sisi lain, keluarga dan masyarakat perlu mendukung proses pendidikan dengan dialog, empati, dan kolaborasi. Hanya dengan keterlibatan aktif ketiga elemen ini, dunia pendidikan akan menjadi tempat tumbuh yang aman, bijak, dan berkarakter bagi anak-anak.Sekolah adalah ruang tumbuh, bukan ruang takut. Dalam setiap proses pendidikan, keteladanan lebih kuat daripada hukuman, dan komunikasi lebih bermakna daripada kekerasan. Mari kita jaga marwah pendidikan dengan mengedepankan akhlak, saling pengertian, dan solusi yang bermartabat agar tidak ada lagi anak yang terluka, guru yang terpojok, maupun orang tua yang kecewa.


Oleh
Uswatun Hasanah,M.Pd
Guru Bahasa Indonesia MTs Muhammadiyah 1 Malang


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Nasib Guru di Tengah Badai Tuduhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now