![]() |
| May Lia Elfina, Psikolog asal UMM |
Menanggapi hal itu, Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), May Lia Elfina, M.Psi., Psikolog, menegaskan bahwa kecerdasan tidak bisa direduksi hanya pada satu angka statistik. Menurutnya, skor IQ tidak layak dijadikan label kecerdasan suatu bangsa.
“IQ pada dasarnya hanya mengukur kemampuan kognitif umum, seperti penalaran, pemecahan masalah, pemahaman verbal, dan kemampuan belajar. Itu pun diperoleh melalui alat tes dengan kerangka ukur tertentu,” ujar May saat diwawancarai tim Humas UMM, 18 Desember 2025.
Ia menilai, pembahasan IQ tanpa pemahaman metodologi justru berpotensi melahirkan kesimpulan keliru. Terlebih, data yang beredar luas berasal dari World Population Review tahun 2022 yang mencatat rata-rata IQ Indonesia di angka 78,49.
“Menurut saya, data itu tidak representatif. Bisa jadi merupakan kompilasi dari berbagai sumber dengan metodologi, alat ukur, dan jumlah sampel yang berbeda-beda. Ini yang perlu ditinjau ulang,” tegasnya.
Dalam kajian psikologi, lanjut May, kemampuan kognitif suatu bangsa tidak bisa diringkas dalam satu angka agregat. Berbagai penelitian menunjukkan hasil yang sangat beragam, mulai dari kisaran 70-an hingga di atas 90, tergantung alat tes dan konteks penelitian yang digunakan.
May juga menyoroti narasi ekstrem yang menyamakan IQ masyarakat Indonesia dengan IQ gorila. Ia menilai perbandingan tersebut sebagai kesalahan interpretasi ilmiah yang serius.
“Penelitian tentang kecerdasan gorila sendiri masih pro dan kontra. Gorila jelas bukan manusia, baik secara biologis maupun psikologis,” katanya.
Ia menambahkan, skor IQ sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, khususnya dalam konteks lintas budaya. Perbedaan bahasa, budaya, akses pendidikan, hingga kondisi kesehatan dapat memengaruhi hasil tes secara signifikan.
Karena itu, May menolak anggapan bahwa IQ merupakan penentu utama kesuksesan hidup seseorang. Menurutnya, keberhasilan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti motivasi, kepribadian, kecerdasan emosional dan sosial, kreativitas, serta lingkungan yang mendukung.
“IQ bukan vonis yang bersifat tetap. Ia bisa berkembang jika lingkungannya mendukung,” pungkasnya. Ia pun mengajak publik untuk lebih bijak memaknai kecerdasan dan mulai fokus pada pemenuhan gizi, stimulasi dini, serta pemerataan pendidikan dan kesehatan sebagai fondasi kualitas sumber daya manusia Indonesia.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?