Program Surabaya Hari Ini #06: My Mother Menutup Tahun
Sebelas perempuan hebat dari berbagai disiplin akan merayakan Hari Ibu sekaligus menutup tahun pada acara Surabaya Hari Ini #06 yang digelar Forum Pegiat Kesenian Surabaya (FPKS) pada 09 Desember 2025, di Galeri Dewan Kesenian Surabaya, Kompleks Balai Pemuda, Jl. Gubernur Suryo No 15 Surabaya.
Dengan mengusung tema My Mother, materi acara dibagi dua. Pertama, berlangsung pada pukul 16.00, menghadirkan Sarasehan atau Jagongan "Omon-omon Kesenian Surabaya" dengan pemantik Henri Nurcahyo dan Heti Palestina Yunani. Jagongan ini juga menjadi semacam penutup tahun sambil membaca ulang apa yang terjadi pada kehidupan kesenian di kota Surabaya ini.
Kita tahu bahwa kehidupan kesenian di Kota Surabaya hari ini bergerak seperti denyut kota yang tak pernah benar-benar tidur ; keras, dinamis, tapi penuh daya tahan. Di tengah deru industri, hiruk-pikuk perdagangan serta ritme kota pelabuhan yang cenderung pragmatis, kesenian justru menemukan ruangnya sendiri: ruang-ruang kecil yang tumbuh dari inisiatif warga, komunitas, dan para pekerja seni yang tak menyerah pada keterbatasan.
Seni di Surabaya tumbuh bukan dari limpahan fasilitas, melainkan dari solidaritas. Kota yang dikenal kaku dan efisien ini, diam-diam menyimpan keberanian untuk mencari bentuk-bentuk artistik baru. Para senimannya kerap berkolaborasi dengan isu-isu sosial: lingkungan, ruang kota, memori kampung, relasi antarwarga, menjadikan kesenian bukan hanya hiburan, tetapi cermin kritik dan refleksi.
Sedangkan
pada pukul 19.00, seperti biasa akan menghadirkan seni pertunjukan. Tentu saja
kali ini bisa disebut lebih unik, karena seluruh penampil adalah perempuan yang
akan membacakan karya mereka tentang ibu mereka, baik dalam bentuk puisi,
surat, esai dan sejenisnya.
Panitia juga sebenarnya mengundang Isteri Wakil Gubernur Jawa Timur, Ibu Arumi Bachsin dan Isteri Walikota Surabaya, Ibu Rini Indriyani. Tapi hingga tulisan ini dimuat, panitia belum mendapat konfirmasinya.
Perayaan Hari Ibu ini -- bagi FPKS -- penting, karena di setiap langkah hidup, ada satu cahaya yang tak pernah padam: cahaya dari seorang ibu. Ia tak selalu bersinar terang. Kadang redup, kadang nyaris tak terlihat, namun selalu ada, menuntun, menghangatkan, bahkan ketika dunia terasa gelap.
Ibu
adalah bahasa pertama yang kita pahami sebelum kata-kata. Sentuhannya menjadi
doa yang hidup di sekujur badan. Suaranya menjadi lagu yang meninabobokan
kegelisahan. Dalam diamnya tersimpan kekuatan, dalam lelahnya terselip kasih
yang tak menuntut balas.
Merayakan Hari Ibu tidak cukup hanya dengan memberikan bunga. Ada banyak cara lain yang lebih personal dan bermakna untuk menunjukkan rasa terima kasih dan cinta kepada ibu seperti menulis semua kenangan tentang ibu.
Inilah saatnya kita menunduk dalam hening dan mengingat: dari rahim seorang perempuan, dunia ini berdenyut. Dari kasihnya, kita belajar menjadi manusia. Jadi, mari kita saksikan bersama bagaimana para wanita hebat di bidangnya masing-masing tampil membacakan kenangan yang ditulisnya untuk ibunya.
OLEH : Jil
Kalaran (



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?