5 Tahun Wonosantri, DPRD Provinsi Hikmah Bafaqih (hijab krem) Beri Bantuan Instalasi Penjemuran Kopi dan Mebeler pada KTH
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Pagi jelang siang di Wonosantri desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Sabtu 27/12/2025. Komitmen menjaga kelestarian hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat ditegaskan dalam Tasyakuran 5 Tahun eksistensinya sebagai sebuah gerakan santri peduli hutan yang tumbuh di lereng Gunung Arjuno.
Gerakan Wonosantri mendapat support penuh dari Hj. Hikmah Bafaqih, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Dirinya menilai Wonosantri sebagai contoh nyata pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan nilai spiritual.
Acara tersebut dipadu dengan pemberian hibah ruang instalasi penjemuran kopi, mebeler dan alat pasca panen kopi di pada Wonosantri dan KTH 4 desa. Di antara yang hadir nampak Mutia Farida dari DPC PKB, Susilo perwakilan Otsuka Indonesia, Kepala Desa Toyomarto Sumito, penyuluh kehutanan Wiwin Yuliari, serta empat Kelompok Tani Hutan (KTH) dari desa sekitar, yakni Toyomarto, Klampok, Wonorejo Lawang, dan Gunungrejo.
Sekretaris Wonosantri, Muhammad Ali Machrus, M.Pd, menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan peringatan lima tahun ini difokuskan pada pemanfaatan hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang difasilitasi oleh Hikmah Bafaqih.
Bantuan tersebut diwujudkan dalam pembangunan unit pengolahan hasil kopi hutan Wonosantri Abadi, lengkap dengan alat produksi, tempat penjemuran hingga instalasi pascapanen.
“Kami ingin menunjukkan bahwa dana dari pajak rakyat benar-benar kembali ke rakyat. Unit ini bisa dimanfaatkan bersama, menjadi tempat belajar, sekaligus menerima tamu dan mitra,” ujar Hj. Hikmah Bafaqih.
Menurut Ali Machrus, Wonosantri merupakan gerakan kultural, bukan struktural. Para anggotanya berasal dari berbagai latar pesantren, namun disatukan oleh nilai ke-NU-an yang kuat, terutama kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Wonosantri mengusung konsep kopi hutan ala santri, yakni menanam kopi tanpa merusak ekosistem. Kopi ditanam di bawah tegakan pohon besar untuk mencegah erosi, menjaga sumber air, dan mengurangi risiko banjir.
Hingga kini, Wonosantri telah menanam lebih dari 1,5 juta pohon. Selain kopi, masyarakat juga diarahkan menanam tanaman pendamping seperti jagung, sehingga fungsi ekologis dan ekonomi dapat berjalan seimbang.
Gus Ulum, pengelola Wonosantri menyebut dari sisi ekonomi, kopi hutan Wonosantri menunjukkan perkembangan signifikan. Harga kopi yang semula sekitar Rp21 ribu per kilogram kini mampu meningkat hingga Rp85 ribu bahkan sekarang Rp150 ribu (greenbean), berkat proses yang lebih serius dan standar skoring internasional. Tantangan ke depan adalah sertifikasi proses agar produk semakin kompetitif di pasar.
Gus Ulum menyampaikan bahwa kegiatan Wonosantri selalu dikawal secara legal bersama Kepala Desa Toyomarto, Sumito, agar sejalan dengan regulasi yang berlaku. Pemerintah desa juga aktif mendukung penguatan legalitas dan pendampingan pemuda pelopor.
Dalam wawancara khusus Hj. Hikmah Bafaqih menegaskan bahwa pelestarian hutan tidak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah atau masyarakat semata. Kunci keberhasilannya adalah kolaborasi dan kehadiran negara dalam memberikan kepastian hukum.
“Hak guna hutan harus jelas, termasuk sertifikatnya. Masyarakat harus merasa memiliki hutan. Kalau hanya pemerintah yang bergerak, itu tidak akan berhasil,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar pemanfaatan hutan tidak dilakukan secara rakus, terutama praktik alih fungsi lahan menjadi tebu yang berpotensi merusak lereng Gunung Arjuno. Menurutnya, boleh memanfaatkan hutan, tetapi wajib menanam pohon tegakan dan menjaga keseimbangan alam.
Sementara itu, Susilo dari Otsuka mengungkapkan bahwa perusahaannya telah tiga tahun mendukung perawatan hutan di kawasan Arjuno, termasuk aksi bersih kawasan wisata Budug Asu, mulai dari musholla hingga jalur pendakian, dengan fokus pada edukasi kebersihan dan konservasi.
Penyuluh Kehutanan Wiwin Yuliari berharap KTH Wonosantri dapat menjadi contoh bagi kelompok tani hutan lainnya, khususnya di wilayah Malang Raya. Menurutnya, Wonosantri berhasil menunjukkan bahwa hutan bisa dijaga tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Pose bersama usai tumpenganTumpengan menjadi acara berikutnya yang menghiasi acara. Hj. Hikmah Bafaqih memotong tumpeng nasi putih tasyakuran putih. Didampingi DPRD Mutia menyerahkan kepada Gus Ulum.
Hj. Hikmah Bafaqih memotong tumpeng nasi putih tasyakuran putih diserahkan pada Gus UlumAcara tasyakuran ditutup dengan doa oleh Gus Irfan pengasuh pesantren Darul Karomah menyampaikan harapan agar semangat Wonosantri terus tumbuh, menularkan kesadaran kepada santri, pesantren, dan masyarakat luas.
“Ini bukan hanya soal hari ini, tapi tentang mewariskan hutan yang lestari untuk generasi mendatang,” ucap Gus Irfan.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?