![]() |
| Sumber : joSS.co.id |
Oleh: Khilmi Arif*
Koperasi tumbuh dari semangat kebersamaan dan gotong royong. Dalam lanskap pedesaan, koperasi menjadi wahana penting memperkuat ekonomi warga, menumbuhkan kemandirian, serta memangkas ketergantungan pada pihak luar. Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyakkoperasi desa mengalami kemandegan bahkan mati suri. Di tengah laju perubahan zaman dan arus digitalisasi yang begituderas, koperasi desa dituntut beradaptasi agar tetap relevan dankompetitif.
Tulisan ini berupaya mengurai berbagai hambatan yang dihadapi koperasi desa serta menawarkan strategi konkret untukmengembangkan koperasi di era digital menuju kebangkitanekonomi rakyat yang mandiri dan berkeadilan.
Menurut pengamatan, setidaknya ada lima hambatan yang dihadapi dalam mendirikan dan mengembangkan koperasi desa. Hambatan pertama adalah pemahaman dan kesadaranmasyarakat yang masih minim. Masih banyak warga yang memandang koperasi sebatas lembaga simpan pinjam atautempat mencari bantuan modal. Padahal, koperasi sejatinyaadalah wadah usaha bersama yang berlandaskan asaskekeluargaan dan partisipasi aktif anggotanya. Minimnyapemahaman ini menyebabkan koperasi sering tidak berjalansesuai prinsip "dari anggota, oleh anggota, untuk anggota." Ketika koperasi tidak dimaknai sebagai lembaga ekonomibersama, maka semangat partisipatif yang menjadi jantunggerakan koperasi sulit tumbuh. Anggota menjadi pasif, hanyamenanti keuntungan tanpa terlibat dalam perencanaan danpengawasan.
Hambatan kedua adalah keterbatasan modal dan sumberdaya manusia. Sebagian besar masyarakat desa memilikikemampuan ekonomi terbatas, sehingga penghimpunan modal awal untuk koperasi sering menjadi kendala. Keterbatasanmodal ini juga berimbas pada kemampuan koperasi untukmemperluas usaha atau mengembangkan unit produktif baru. Selain itu, sumber daya manusia yang mengelola koperasiumumnya belum memiliki kompetensi manajerial, akuntansi, maupun pemasaran yang memadai. Tidak jarang koperasidijalankan oleh pengurus yang belum memahami prinsip tatakelola yang baik. Hal ini menyebabkan banyak koperasi tidakmampu menyusun laporan keuangan secara transparan, sehinggakepercayaan anggota pun merosot.
Hambatan ketiga adalah lemahnya tata kelola danpartisipasi anggota. Salah satu persoalan klasik koperasi desaadalah rapuhnya sistem tata kelola. Laporan keuangan seringtidak disampaikan secara terbuka, rapat anggota tahunan tidakdilaksanakan secara rutin, dan keputusan sering diambil sepihakoleh pengurus. Ketika transparansi lenyap, kepercayaan anggotapun terkikis. Di sisi lain, partisipasi anggota cenderungmenyusut setelah koperasi berjalan beberapa waktu. Banyakanggota yang hanya aktif saat awal pembentukan atau ketika adapembagian SHU (Sisa Hasil Usaha). Padahal keberlanjutankoperasi sangat bergantung pada keterlibatan aktif seluruhanggota dalam setiap kegiatan ekonomi maupun pengambilankeputusan.
Hambatan keempat adalah persaingan dengan lembagakeuangan dan usaha modern. Kehadiran lembaga keuangan lain seperti BUMDes, bank mikro, hingga aplikasi fintech memberitekanan tersendiri bagi koperasi desa. Layanan keuangan digital yang gesit dan praktis seringkali lebih menarik bagi masyarakatdibandingkan sistem koperasi yang masih konvensional. Jikakoperasi tidak mampu beradaptasi dengan teknologi dan trendigital, maka ia akan tersingkir dan kehilangan relevansi.
Hambatan kelima adalah kebijakan yang kurang konsisten. Tidak sedikit koperasi yang hidupnya sangat bergantung padabantuan atau program pemerintah. Ketika program berganti ataupejabat berubah, arah pendampingan pun ikut bergeser. Akibatnya, koperasi tidak memiliki strategi pengembanganjangka panjang yang mandiri. Kemandirian koperasi tidak bolehdibangun hanya dari hibah dan bantuan, tetapi dari kekuatanekonomi anggotanya sendiri.
Lima Pilar Penguatan Koperasi
Bercermin dari lima persoalan yang menjadi hambatandalam mendirikan dan mengembangkan koperasi desa, makaperlu direnungkan solusi dan strategi yang tepat agar koperasidapat bertumbuh kembang dengan baik di lingkungan pedesaan. Gagasan menghidupkan kembali koperasi desa merupakangagasan ideal untuk menuju kesejahteraan masyarakat. Lantas, bagaimana strategi yang tepat, yang perlu diperhatikan agar koperasi desa dapat berjalan dengan baik? Tiada lain adalahstrategi penguatan dan digitalisasi koperasi desa.
Meski banyak hambatan, koperasi desa sejatinyamenyimpan potensi besar untuk tumbuh menjadi penggerakekonomi rakyat. Agar koperasi mampu bangkit dan beradaptasidi era digital, beberapa strategi berikut dapat dijalankan.
Strategi pertama adalah edukasi dan literasi koperasiberkelanjutan. Pemerintah daerah, dinas koperasi, maupunlembaga pendidikan perlu memperkuat program pelatihantentang manajemen koperasi, akuntansi, hingga kewirausahaansosial. Literasi ini penting agar pengurus dan anggota benar-benar memahami filosofi dan praktik koperasi secaraprofesional. Pelatihan digital marketing dan pencatatankeuangan berbasis aplikasi juga perlu diberikan agar koperasitidak tertinggal dalam pengelolaan modern.
Strategi kedua adalah digitalisasi layanan dan sistemkeuangan. Koperasi perlu mulai bertransformasi menuju sistemdigital, baik dalam pencatatan transaksi, pengelolaan simpanpinjam, maupun pemasaran produk. Penggunaan aplikasikoperasi digital, sistem QRIS, dan platform e-commerce lokaldapat mempermudah pelayanan kepada anggota sertamemperluas pasar produk desa. Digitalisasi juga membantumeningkatkan akuntabilitas, karena laporan keuangan bisadiakses secara real time dan transparan oleh anggota.
Strategi ketiga adalah kemitraan strategis dengan BUMDesdan UMKM. Koperasi desa dapat bersinergi dengan BUMDes, kelompok tani, maupun pelaku UMKM untuk menciptakanekosistem ekonomi yang tangguh. Misalnya, koperasi menjadipusat distribusi bahan baku, lembaga pembiayaan mikro, ataupenyedia pelatihan usaha. Dengan kolaborasi ini, koperasi tidakberjalan sendiri tetapi menjadi bagian dari sistem ekonomi desayang saling menguatkan.
Strategi keempat adalah penguatan etika dankepemimpinan koperasi. Keberhasilan koperasi sangatbergantung pada integritas pengurusnya. Dibutuhkankepemimpinan yang jujur, transparan, dan berpihak padaanggota. Nilai-nilai etika koperasi seperti keadilan, tanggungjawab, dan keterbukaan harus menjadi budaya organisasi. Regenerasi pengurus juga penting untuk memastikan koperasiterus berinovasi dan tidak didominasi oleh elite desa semata.
Strategi kelima adalah diversifikasi dan inovasi usaha. Koperasi tidak seharusnya hanya bergantung pada satu jenisusaha seperti simpan pinjam. Banyak peluang lain yang bisadikembangkan, seperti pengolahan hasil pertanian, penyediaanalat produksi, jasa logistik, toko daring produk desa, hinggapariwisata berbasis komunitas. Dengan diversifikasi usaha, koperasi dapat memperluas sumber pendapatan sekaligusmemperkuat daya tahan ekonomi anggota.
Oleh karenanya, tidak ada hal yang mustahil dilakukanmanakala sudah menjadi pemahaman bersama. Tekad yang bulatserta semangat yang kuat untuk senantiasa berikhtiar danberjuang bersama membangun kemandirian ekonomi dansejahtera bersama. Koperasi desa adalah cerminan ekonomirakyat yang berlandaskan kebersamaan. Di tengah gempuranekonomi digital dan kapitalisme global, koperasi menjadipenyeimbang yang menekankan keadilan sosial dan partisipasiwarga. Namun, untuk mampu bertahan dan berkembang, koperasi harus berani berubah dari cara berpikir tradisionalmenuju tata kelola modern dan berbasis teknologi.
Membangun koperasi desa bukan sekadar proyek ekonomi, tetapi gerakan sosial untuk menumbuhkan kembali kepercayaan, gotong royong, dan kemandirian rakyat. Jika koperasi desamampu beradaptasi dengan teknologi digital, menguatkan etikapengurus, dan menjaga transparansi, maka koperasi akankembali menjadi lokomotif ekonomi rakyat sebagaimana pernahdicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Inilah momentum membuktikan bahwa ekonomi kerakyatan bukan romantismeusang, melainkan jalan nyata menuju kesejahteraan yang adildan berkelanjutan.
*) Pemandu Koperasi Garudayaksa Nusantara



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?