Penculikan dan Rantai Perdagangan Anak Ketika Kasus Penculikan Bukan Lagi Hanya Isapan Jempol
Oleh: Nada Najwaa
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Baru-baru ini media dikabarkan dengan kasus penculikan anak tak hanya itu, Anak kecil tak berdosa tersebut diculik dan diperjualbelikan sampai tempat yang jauh sekali dari kedua orangtua nya. Ini adalah gambaran suram tentang darurat perdagangan anak yang berseliweran di sekitar kita pada era digital ini.
Pada Minggu pagi seharusnya taman bermain anak penuh dengan suasana senang dan ramai teriakan anak-anak kecil. Tetapi berbeda dengan seorang anak perempuan, yang sedang menunggu ayahnya bermain tenis, menghilang begitu saja diambil oleh seorang perempuan tak dikenal. Tak hanya itu anak kecil ini di perjualbelikan dengan cara yang sudah disiapkan oleh pelaku. Anak kecil ini diperjualbelikan layaknya barang, dari tangan ke tangan, mulai dari harga 3 juta hingga mencapai 80 juta, sebelum akhirnya ditemukan di Jambi.
Menurut saya, kasus penculikan dan memperjualbelikan anak telah melanggar hukum yang ada, yaitu KUHP dan Undang-undang Perlindungan Anak, karena tindakan ini merupakan kejahatan serius yang merampas hak asasi, masa depan, dan keselamatan korban. Dengan ini, Pelaku harus dikenakan sanksi yang berat sebagai efek jera. Ada beberapa faktor yang harus kita ketahui :
Pertama, kita harus memastikan bahwa kegiatan ini bergerak dengan kelincahan yang mengerikan dan memanfaatkan teknologi . Modus "adopsi ilegal" melalui grup sosial media bukan sekadar inovasi kejahatan melainkan ini adalah kemajuan moral terburuk dalam sejarah cyber crime Indonesia. Media sosial, yang seharusnya menjadi ruang untuk berkumpul atau berbagi keseharian yang positif, telah diubah menjadi tempat gelap masa depan seorang anak yang diperjualbelikan. Sungguh terharu bahwa di tengah kemajuan digital, yang diperdagangkan adalah hak hidup dan kebahagiaan anak-anak kita. Inibukan lagi sekadar kejahatan, tapi pengkhianatan massal terhadap janji teknologi untuk menciptakan dunia yang lebih terhubung dan aman.
Kedua, fenomena ini menunjukkan bahwa perdagangan anak telah menjadi bisnis yang memikat sebuah kenyataan. Kenaikan harga yang meningkat drastis dari 3 juta ke 80 juta dalam rantai jual-beli bukan hanya angka itu adalah keserakahan yang telah merendahkan martabat manusia. Setiap orang yang ikut dalam aksi ini melihat anak sebagai aset yang bisa dilipatgandakan, menjadikan penderitaan keluarga sebagai sumber uang.
Ketiga, sudah banyak korban penculikan anak pada saat ini dan harus menjadi peringatan kewaspadaan yang ditekankan bagi bangsa Indonesia . Kasus ini terlalu besar untuk diabaikan dan harus ditindaklanjuti terus. Ada sebuah keluarga yang hancur, ada masa kecil yang direnggut paksa. Fakta bahwa banyak korban di antaranya adalah anak di bawah 20 tahun menegaskan bahwa kelompok paling rentan di masyarakat kita sedang menjadi target utama. Kita tidak boleh hanya mengangguk prihatin saat membaca berita ini. Kasus ini adalah tamparan keras yang menuntut kita untuk mengubah rasa sedih menjadi aksi nyata, segera memperkuat sistem perlindungan anak, dan memastikan tidak ada satu pun anak Indonesia yang menjadi nomor di dalam data kriminal.
Edukasi yang Konkret tentang modus-modus baru semacam ini harus disebar luaskan kepada Orang tua dan anak-anak. Kewaspadaan tidak lagi cukup hanya dengan melarang anak berbicara dengan orang asing di dunia nyata, tetapi juga melindungi mereka dari ancaman "teman" atau "calon orang tua asuh" di dunia maya. Selanjutnya, Hukuman yang berefek jera harus didapatkan oleh Pelaku yang tertangkap dengan hukuman maksimal. Pasal-pasal tentang Perlindungan Anak dan Pemberantasan Tindak Pidana pencucian Perdagangan Orang sudah ada, namun penerapannya harus membuat para calon pelaku gentar.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?