Kota Malang Perkuat Benteng Kewaspadaan Dini, Forum Strategis 2025 Bahas Ancaman Radikalisme dan Konflik Sosial
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Upaya pencegahan radikalisme dan penguatan stabilitas keamanan kembali menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Malang. Hal ini terlihat dalam Gelar Diskusi Kewaspadaan Dini dan Penanganan Konflik Tahun 2025 yang digelar di The Grand Palace Hotel Malang, Rabu (26/11/2025). Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 13.00 WIB itu dihadiri sekitar 100 peserta, terdiri dari unsur pemerintah, TNI/Polri, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.
Acara ini menjadi ruang strategis bagi para narasumber lintas sektor, mulai dari Badan Intelijen Negara, Densus 88 Anti Teror, Polresta Malang Kota, Kodim 0833, hingga akademisi Universitas Muhammadiyah Malang, untuk memaparkan kondisi faktual, potensi ancaman, serta langkah konkret dalam membendung penetrasi radikalisme di Kota Malang.
Dalam paparannya, Kapten Arm Kholisin, Pasi Intel Kodim 0833 Kota Malang, menegaskan bahwa radikalisme bukan fenomena baru di Indonesia. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan, perdebatan mengenai dasar negara telah mewarnai dinamika menuju lahirnya NKRI.
Menurutnya, hingga kini masih terdapat kelompok-kelompok yang ingin memaksakan ideologinya dan menjelma dalam bentuk organisasi, aktivitas, serta narasi ekstrem. Ia menguraikan tiga jenis radikalisme yang masih mengancam kesatuan bangsa:
Radikal kanan: identik dengan paham ekstrem keagamaan dan ideologi transnasional seperti khilafah.
Radikal kiri: merujuk pada ideologi yang mengusung perubahan ekstrem antikapitalis dan berakar pada komunisme.
Radikal lainnya: kelompok atau individu dengan sikap anti-NKRI dan berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa.
Kapten Kholisin juga menekankan pentingnya deteksi dini, termasuk pengawasan media sosial, penyaringan narasumber kegiatan keagamaan, hingga pemantauan buku bacaan yang mengandung ajaran ekstrem.
Sementara itu, Kompol Agung Santoso dari Satgaswil Jatim Densus 88 AT memaparkan bahwa terorisme adalah proses yang berlangsung bertahap: intoleransi → radikalisme → ekstremisme → terorisme.
Ia membeberkan sasaran utama kelompok teroris, mulai dari fasilitas asing, tempat ibadah, kantor pemerintahan, hingga objek vital. Lebih lanjut, ia memaparkan ciri-ciri orang yang terpapar paham teror, seperti perubahan sikap drastis, narasi hitam-putih terhadap pihak luar, hingga disharmoni keluarga.
Ia menekankan bahwa masyarakat memegang peran paling penting, mulai dari pengawasan lingkungan, deteksi awal, hingga pelaporan kepada pihak berwenang. Penguatan kesadaran, toleransi, dan kolaborasi menjadi langkah kunci dalam memutus mata rantai radikalisasi.
Dari unsur kepolisian, AKP Iwan Setiawan menyoroti faktor-faktor pendukung keberhasilan program deradikalisasi, seperti kepemimpinan lokal yang dipercaya, dukungan keluarga, hingga evaluasi berkelanjutan.
Ia juga menegaskan sejumlah tantangan, mulai dari literasi publik yang rendah, stigma, hingga koordinasi antarlembaga. Upaya penanggulangan yang ditekankan meliputi:
Sosialisasi dan penerangan kepada masyarakat
Penguatan karakter keagamaan moderat
Penghapusan kesenjangan sosial
Pendidikan wawasan kebangsaan
Strategi preventif berbasis masyarakat
Prof. Gonda Yumitro, pakar Hubungan Internasional UMM, memberikan perspektif akademik melalui penjelasan konsep Early Warning dan Early Response sebagai pendekatan ilmiah dalam mencegah konflik.
Ia menjelaskan berbagai strategi penyelesaian konflik seperti mediasi, diplomasi preventif, hingga peacebuilding, yang menurutnya perlu diterapkan untuk menjaga harmoni sosial dan mencegah eskalasi kekerasan.
Melengkapi diskusi, Kolonel Sus Damianus Supangkat, Dankorwil BIN Kota Malang, menegaskan bahwa radikalisme tidak hanya mengancam ideologi, tetapi juga menyusup ke ranah politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Ia menyoroti beberapa kondisi yang rawan dieksploitasi kelompok radikal:
Polarisasi politik dengan isu agama
Distrust terhadap pemerintah akibat propaganda
Isu ekonomi pada masyarakat miskin
Struktur sosial Jawa Timur yang majemuk
Kesenjangan sosial-ekonomi di wilayah Tapal Kuda dan Madura
BIN juga memberikan rekomendasi strategis seperti memperkuat program kontraideologi, dialog politik inklusif, pemberdayaan ekonomi UMKM, serta mendorong peran tokoh masyarakat yang moderat.
Diskusi kewaspadaan dini ini merupakan tindak lanjut dari program Nasional BNPT yang juga digelar di Kota Malang. Pemerintah Kota Malang menyatakan bahwa format diskusi seperti ini menjadi salah satu bentuk langkah preventif untuk menjaga wilayah tetap aman dan kondusif.
Selain memperkuat pemahaman masyarakat soal bahaya radikalisme, kegiatan ini juga memperkokoh jejaring antarinstansi agar mampu mengidentifikasi dan mengatasi potensi konflik sebelum berkembang menjadi ancaman nyata.
Acara berlangsung dengan lancar, aman, dan terkendali, menandai komitmen kolektif seluruh unsur yang hadir untuk terus menjaga Kota Malang sebagai kota yang harmonis, toleran, dan bebas dari infiltrasi paham radikal.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?