Banner Iklan

Dari Unesa ke Ruang Kelas Mengajar Lewat Drama

Admin JSN
28 November 2025 | 10.21 WIB Last Updated 2025-11-28T03:22:26Z

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Suara bel masuk terdengar nyaring di lorong kelas SMK NU Gresik pagi itu. Matahari baru saja naik, menembus jendela ruang kelas yang dipenuhi meja kayu sederhana. Di sinilah, di antara tumpukan buku dan papan tulis yang mulai pudar warnanya, saya memulai perjalanan mengajar yang tak akan pernah saya lupakan mengajar materi drama untuk pertama kalinya dan saya sedikit cemas.

Awalnya, saya tidak pernah benar-benar membayangkan diri saya menjadi seorang guru. Ada keraguan yang diam-diam tumbuh: apakah saya mampu berdiri di depan kelas? Apakah saya bisa membuat siswa belajar dengan senang? Namun, sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, saya mulai menyadari bahwa profesi guru adalah tujuan yang sedang saya tapaki. Program Pengalaman Lapangan (PLP) pun menjadi titik awal perubahan itu. Saya belajar bahwa menjadi guru bukan hanya soal mengajar materi, tetapi juga tentang hadir, membimbing, dan menjadi bagian dari cerita perkembangan siswa. Setiap hari di sekolah menjadi lembaran baru yang menantang. Justru dari sanalah saya mulai belajar bagaimana menjadi guru yang baik, meski harus dimulai dari kecanggungan dan keraguan yang ada.

Dalam bayangan saya, siswa SMK lebih akrab dengan kegiatan praktik daripada pelajaran bahasa atau seni. Benar saja, ketika saya menyebut kata drama, beberapa wajah terlihat heran, bahkan ada yang menahan tawa. “Drama? Maksudnya kayak sinetron, Bu?” tanya salah satu siswa sambil tersenyum malu. Saya hanya tertawa kecil dan menjawab, “Bukan sinetron, tapi seni bermain peran tentang memahami kehidupan dari sudut pandang orang lain.”

Pertemuan pertama saya gunakan untuk memperkenalkan dasar-dasar drama, seperti dialog, tokoh, latar, dan konflik. Namun, teori saja tak cukup menarik perhatian mereka. Drama adalah tentang pengalaman, bukan sekadar hafalan. Maka, saya menantang mereka, “Minggu depan, kalian buat adegan pendek tentang kehidupan sehari-hari di sekolah.”

Kelas sempat hening. Tak ada yang berani berbicara. Perlahan, satu tangan terangkat. “Bu, kalau tentang teman yang sering terlambat, boleh?” tanya seorang siswa bernama Luki. “Boleh, asal pesannya positif,” jawab saya. Dari situ, ide-ide mulai bermunculan tentang pertemanan, disiplin, bahkan kisah keluarga.

Hari pementasan tiba. Saya tak menyangka, siswa yang biasanya diam di pojok kelas tampil begitu bersemangat di depan teman-temannya. Ada yang berperan sebagai guru galak, ada pula yang menjadi siswa nakal. Kelas penuh tawa, tetapi juga sarat makna. Saya melihat mereka belajar percaya diri, bekerja sama, dan mengekspresikan diri dengan cara yang tidak bisa diajarkan lewat teori semata.

Momen paling mengharukan terjadi saat kelompok terakhir tampil. Mereka membawakan drama berjudul “Rindu Ibu”, kisah sederhana tentang seorang siswa yatim yang berjuang tetap semangat di sekolah. Saat tokoh utama mengucapkan dialog terakhir “Aku belajar bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk membanggakan Ibu di surga” kelas mendadak hening. Beberapa siswa menunduk, menahan air mata.

Saat itu saya sadar, pelajaran drama bukan hanya tentang seni peran, tetapi tentang melatih empati. Mereka belajar memahami perasaan orang lain, mengucapkan kata dengan makna, dan menyalurkan emosi yang mungkin tak sempat terucap dalam kehidupan nyata.

Seusai pementasan, saya menutup pelajaran dengan sebuah refleksi. “Apa yang kalian pelajari dari drama hari ini?” tanya saya. Salah satu siswa menjawab pelan, “Saya jadi berani bicara di depan orang, Bu. Dulu saya takut salah.” Yang lain menimpali, “Saya jadi tahu, ternyata belajar bahasa Indonesia bisa seru juga.”

Saya tersenyum. Semua kerja keras, latihan, dan rasa gugup itu terbayar lunas. Pengalaman mengajar drama di SMK NU Gresik telah mengubah pandangan saya tentang mengajar. Bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai, tetapi tentang menyalakan cahaya dalam diri siswa dengan cahaya keberanian, empati, dan kreativitas.

Kini, setiap kali saya melintas di depan sekolah itu, saya masih bisa membayangkan suara tawa mereka di kelas, tepukan tangan saat tirai imajiner ditutup, dan mata-mata berbinar penuh semangat. Drama mungkin hanya satu bab dalam buku pelajaran, tetapi di panggung kecil SMK NU Gresik, saya menyaksikan bagaimana pelajaran itu menjadi kehidupan yang nyata.

Pengalaman ini membuat saya semakin yakin bahwa menjadi guru adalah jalan yang ingin saya pilih. Terima kasih kepada Unesa yang telah membimbing saya sampai sejauh ini, memberi kesempatan untuk belajar langsung di dunia nyata, dan mengajarkan arti mengabdi melalui pendidikan. Semoga suatu hari nanti, saya dapat kembali membawa kebanggaan untuk kampus tercinta, dengan menjadi guru yang benar-benar bermanfaat bagi siswa.

---

Novia Indah Ramadhani
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

N


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Unesa ke Ruang Kelas Mengajar Lewat Drama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now