Banner Iklan

Cap Tangan Warna-Warni sebagai Simbol Sekolah Bebas Bullying

Admin JSN
24 November 2025 | 23.45 WIB Last Updated 2025-11-24T16:45:48Z

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Suara tawa anak-anak menggema di Aula SDN Pagerejo, Gedeg, Mojokerto pada Senin (14/10/2024). Ratusan siswa duduk rapi, matanya fokus ke layar proyektor yang menayangkan video pendek tentang pentingnya menghentikan bullying. Dalam video itu, seorang anak kerap diejek hingga akhirnya teman-temannya menyadari kesalahan dan meminta maaf.

Perlahan, suasana yang semula riuh berubah hening. Beberapa siswa menunduk, seolah ikut merasakan perasaan tokoh dalam video. Begitulah awal kegiatan “Gerakan Cap Tangan Anti-Bullying”, program hasil inisiatif mahasiswa Kampus Mengajar (KM) di sekolah ini. Kegiatan ini dikemas dengan cara menyenangkan agar pesan tentang menghargai sesama bisa lebih mudah dipahami anak-anak.

Setelah video berakhir, Aurelia, salah satu mahasiswa Kampus Mengajar maju ke depan. “Menurut kalian, apa itu bullying?” tanyanya. Beberapa tangan kecil terangkat cepat. “Kalau mengejek teman,” jawab seorang siswa kelas lima.  “Atau tidak mau berteman,” sambung yang lain.

Jawaban polos itu membuka diskusi ringan tapi bermakna. Mahasiswa KM menjelaskan bahwa bullying bukan sekadar memukul, tapi juga bisa berupa ejekan, pengucilan, atau kata-kata yang menyakiti.

Suasana aula sekolah menjadi hidup. Anak-anak antusias menanggapi, sementara guru-guru tersenyum melihat siswa mereka mulai memahami arti empati. Di balik tawa, terselip pesan penting bahwa setiap anak berhak merasa aman dan diterima di sekolah.

Setelah sesi sosialisasi, para siswa diarahkan ke bagian sekolah dengan sebuah dinding besar bercat putih polos. Di depannya, beberapa wadah cat warna-warni sudah disiapkan. Warna merah, kuning, biru, dan hijau menciptakan nuansa ceria sejak pandangan pertama.

Satu per satu siswa memberikan tangannya untuk diberikan cat, lalu menempelkannya ke dinding. Tawa dan tepuk tangan menyertai setiap cap tangan yang menempel. Mereka merasa senang akan hasil cap tangannya di dinding.

Guru dan mahasiswa KM turut menempelkan tangan mereka. Bahkan Kepala Sekolah, Ibu Djarokah, S.Pd., ikut memberikan cap tangannya ke dinding. Dinding putih itu pun berubah menjadi “Tembok Komitmen Anti-Bullying” dengan warna-warna yang menyimbolkan keberagaman dan janji bersama untuk berbuat baik.

Dalam sambutannya, Ibu Djarokah menyampaikan rasa bangga terhadap kegiatan ini. “Kami sangat mendukung kegiatan yang mengajarkan anak-anak menghargai perbedaan lewat cara yang menyenangkan,” ujarnya. Beliau menambahkan bahwa kegiatan tersebut sejalan dengan visi sekolah untuk membentuk karakter positif, karena tidak hanya menekankan kecerdasan akademik, tetapi juga menumbuhkan empati dan kebaikan hati sejak dini.

Bagi pihak sekolah, upaya mencegah bullying bukan hanya kampanye sesaat, melainkan tanggung jawab bersama seluruh warga sekolah. Beberapa hari setelah kegiatan, perubahan mulai terlihat. Guru mendapati siswa lebih berhati-hati dalam berbicara dan berinteraksi. Mereka mulai meminta maaf jika menyadari salah ucap.

Seorang siswa kelas tiga mendatangi salah satu mahasiswa KM dengan malu-malu, “Kak, aku sudah minta maaf ke temanku karena dulu sering mengejek dia.” Kalimat sederhana itu menjadi bukti nyata dampak kegiatan ini. Dari sekadar cap tangan, tumbuh kesadaran baru di hati anak-anak. Selain perubahan sikap, dinding penuh warna itu kini menjadi ikon baru sekolah. Setiap kali siswa lewat, mereka bisa melihat cap tangan mereka sendiri. Pengingat kecil akan janji yang pernah diucapkan.

Bagi kami, mahasiswa penggagas kegiatan ini, setiap cap tangan menyimpan makna mendalam. Di balik warna-warni cat, ada semangat kebersamaan dan kesadaran bahwa perubahan bisa dimulai dari hal kecil. Kami sadar, berbicara soal bullying bukan hal mudah, apalagi untuk anak-anak sekolah dasar. Tapi lewat cara yang kreatif, mereka bisa memahami tanpa merasa digurui.

Kegiatan ini bukan hanya soal seni atau dekorasi, tapi tentang membangun budaya saling menghormati. Tentang membuat anak-anak berani berkata “tidak” pada kekerasan, dan berani berkata “maaf” saat salah. Dinding cap tangan mungkin akan memudar seiring waktu, tapi nilai yang tertanam di hati anak-anak semoga tetap teringat.

Kami menyadari, keberhasilan kegiatan ini bukan diukur dari ramainya acara, tetapi dari benih kebaikan yang mulai tumbuh di antara siswa. Kini, setiap kali kami melewati dinding penuh warna itu, kami tidak hanya melihat cat dan dinding putih saja, tapi juga semangat yang tumbuh dari kebersamaan.

Gerakan Cap Tangan Anti-Bullying telah menjadi lebih dari sekadar proyek. Program ini telah menjadi simbol kecil bahwa perubahan bisa dimulai dari ruang kelas, dari tangan-tangan kecil yang berani berjanji untuk berbuat baik.

---

Aisyah Sekar Widhari
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cap Tangan Warna-Warni sebagai Simbol Sekolah Bebas Bullying

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now