Gambar hanya ilustrasi, Generated by Gemini.AI
FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Nama perempuan itu Mbah Lilik. Ia tumbuh di pesisir
Kenjeran, Surabaya, sebagai anak terakhir sekaligus anak angkat, posisi yang
membuat hidupnya sejak kecil diliputi keterbatasan. Pendidikan baginya bukanlah
perjalanan panjang; ia hanya sempat duduk di bangku SD dan itu pun tidak tamat.
Selebihnya, masa kecil hingga remajanya dihabiskan untuk membantu ibu tirinya
berjualan nasi, seorang perempuan yang keras dan sering memperlakukannya tidak
adil.
Setiap hari, Mbah Lilik bangun lebih awal dari
anak-anak seusianya, mengangkut dagangan, menyiapkan bahan, dan menjaga lapak
kecil keluarga. Sementara teman-temannya mungkin masih punya kesempatan
bermain, ia justru menghabiskan waktu dengan hiruk-pikuk pembeli dan aroma nasi
panas. Dalam ingatannya, “susah makan” bukan kiasan, melainkan kenyataan yang
menempel erat pada masa mudanya.
Larutnya pendidikan dan kerasnya kehidupan tidak
membuatnya berhenti. Ia bertahan karena hidup tidak memberinya pilihan lain.
Kenjeran pada masa itu bukan tempat yang menawarkan kemewahan; ia hanya
memberikan ruang bagi mereka yang mau bekerja meski dengan tenaga yang hampir
habis.
Kini, puluhan tahun berlalu, Mbah Lilik tinggal di
Blitar. Di rumah sederhana itu, pada Kamis, 13 November 2025, cucunya duduk di
hadapannya, membuka rekaman masa lalu yang tak pernah benar-benar ia ceritakan
panjang lebar. Suaranya pelan, tetapi tegas ketika mengatakan, “Ya, kamu
belajar yang rajin. Biar pinter. Biar nggak kayak mbah dulu yang mau makan aja
susah. Semua demi keluarga.”
Kalimat itu tidak lahir dari harapan kosong. Ia lahir
dari sejarah panjang perjuangan, dari langkah-langkah kecil seorang perempuan
pesisir yang tumbuh tanpa kemudahan. Kisah Mbah Lilik bukan sekadar cerita
tentang kemiskinan, tetapi tentang bagaimana seseorang tetap memilih bertahan
ketika tidak ada yang berpihak padanya. Kegigihannya adalah warisan yang paling
nyata untuk generasi setelahnya.
Bagi cucunya, dan bagi siapa pun yang mendengar
ceritanya, hidup Mbah Lilik menjadi pengingat bahwa pendidikan, kesempatan, dan
kenyamanan yang kita miliki hari ini tidak datang begitu saja. Ada sosok-sosok
sebelum kita yang menahan lapar, menahan lelah, dan tetap melangkah demi masa
depan keluarga. Dan dari perempuan itulah, kita belajar bahwa kesederhanaan
tidak pernah menghapus kekuatan seseorang untuk bertahan.
---
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?