Banner Iklan

Singir Safinah dari Banyuwangi: Kearifan Pesantren Menuju Pendidikan Berkelanjutan

Anis Hidayatie
18 Oktober 2025 | 14.07 WIB Last Updated 2025-10-18T10:43:17Z

 

Tim peneliti  Fakultas Bahasa dan Seni  (Unesa) melakukan berkunjungan di Pondok Pesantren Nahdlatut Thulab Srono Banyuwangi

BANYUWANGI | JATIMSATUNEWS.COM: Tim peneliti dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melakukan kunjungan dan penelitian di Pondok Pesantren Nahdlatut Thulab, salah satu pesantren tertua di Banyuwangi yang dikenal sebagai Pondok Kepundungan Srono. Kunjungan ini menjadi ajang sowan sekaligus upaya akademik menelusuri kekayaan sastra pesantren, khususnya Singir Safinah karya KH Dimyati Syafi’i.

Karya adiluhung tersebut menjadi salah satu ciri khas Pesantren Nahdlatut Thulab. Di tangan para ustaz, Singir Safinah bukan sekadar teks klasik, tetapi media pembelajaran fikih yang hidup. Setiap malam, santri diajak melantunkan singir itu di sebuah gazebo dengan irama tertentu. Melalui singir berbahasa Jawa ini, nilai-nilai dasar fikih seperti rukun iman, Islam, thaharah, dan tayamum dipahami secara lebih mudah.

“Tujuan pengajaran Singir Safinah adalah agar santri memahami dan mengamalkan ajaran fikih dalam keseharian,” ujar salah satu pengajar, Gus Balya, saat ditemui tim peneliti. Ia menuturkan bahwa metode taqriri atau pengulangan digunakan agar pelajaran lebih melekat dalam ingatan santri.

Ketua tim peneliti, Dr. Moh. Ahsan Shohifur Rizal, menjelaskan bahwa penelitian ini mengkaji nilai-nilai didaktik dalam Singir Safinah serta keterkaitannya dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs).

“Menariknya, meskipun karya ini ditulis lebih dari setengah abad lalu, nilai-nilai keberlanjutan dan etika lingkungan yang menjadi ruh SDGs sudah hadir di dalamnya,” ungkapnya. 

Menurut Ahsan, pendekatan pembelajaran berbasis sastra seperti Singir Safinah tidak hanya memperkuat karakter keagamaan santri, tetapi juga menumbuhkan kesadaran hidup berkelanjutan. Tim peneliti juga menilai bahwa pengembangan Singir Safinah dapat diarahkan pada bentuk pembelajaran modern seperti Project-Based Learning (PJBL) dan Technology-Project-Based Learning (TPBL).

“Jika singir tidak hanya dihafal, tetapi dijadikan proyek kreatif—misalnya dalam bentuk video pembacaan, e-book digital, atau infografis—maka pesan moral dan keilmuannya akan menjangkau masyarakat luas, baik di pendidikan formal maupun nonformal,” tambah Ahsan.

Penelitian yang digagas bersama para akademisi lintas kampus, di antaranya Dr. Hespi Septiana, M.Pd., Trinil Dwi Turistiani, M.Pd., Prof. Dr. Syamsul Sodiq, M.Pd. (Unesa), serta Dr. Renda Yuariananta, M.Pd. (Universitas Negeri Malang), Singir Safinah tersebut diharapkan mampu menjadi jembatan antara tradisi literasi pesantren dan inovasi pembelajaran abad ke-21.

Dari gazebo kecil di Banyuwangi, Singir Safinah kembali bergaung—membawa pesan bahwa kearifan lokal dan pendidikan berkelanjutan bisa berjalan seiring dalam satu lantunan sastra. Waf


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Singir Safinah dari Banyuwangi: Kearifan Pesantren Menuju Pendidikan Berkelanjutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now