Banner Iklan

Menulis Kisah Siswa Istimewa Sehingga Layak Terbit Buku ber-ISBN

Anis Hidayatie
06 Oktober 2025 | 11.04 WIB Last Updated 2025-10-06T14:03:13Z


Menulis Kisah Siswa Istimewa Sehingga Layak Terbit Buku ber-ISBN

Pengantar, Menulis Kisah Siswa Istimewa Itu Mudah

Menulis kisah siswa istimewa bukan sekadar menuangkan cerita, tetapi juga mengabadikan perjalanan kemanusiaan di ruang kelas. Setiap guru pasti memiliki pengalaman berharga bersama siswanya—momen kecil yang sarat makna, perjuangan yang menginspirasi, dan perubahan yang menggetarkan hati.

Melalui pendekatan yang sederhana, para guru sebagai peserta akan diajak menemukan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam pengalaman sehari-hari di sekolah. Kemudian memodifikasi tulisan yang layak dibaca dan diterbitkan dalam buku ber-ISBN.

Karena sejatinya, menulis yang dekat dengan kehidupan sehari-hari akan memudahkan penyusunan,

menulis kisah siswa istimewa itu mudah — cukup dengan kepekaan, kejujuran, dan hati yang terbuka. Setiap kisah bisa menjadi inspirasi bagi pembaca lain, sekaligus warisan menjadi literasi pendidikan yang membuat kagum.

Materi 2: Menulis Kisah Istimewa Siswa

Kisah istimewa siswa bukan selalu tentang prestasi besar, tetapi tentang perubahan kecil yang berdampak besar. Tulisan dapat berangkat dari pengalaman guru dalam mendampingi murid yang:

Dulunya kesulitan memahami pelajaran, namun dengan ketekunan akhirnya bisa menguasainya.

Awalnya pendiam, tertutup, atau tidak percaya diri, kemudian perlahan berani tampil dan menyampaikan pendapat.

Pernah menjadi siswa yang sering bermasalah, suka marah namun akhirnya menunjukkan ketenangan, empati dan tanggung jawab yang luar biasa.

Menunjukkan semangat belajar di tengah keterbatasan ekonomi, kesehatan misal mengidap penyakit, atau kondisi keluarga yang porak poranda.

Menorehkan prestasi yang membuat guru bangga, tidak hanya di bidang akademik tetapi juga dalam karakter dan sikap.

Dalam sesi workshop, peserta akan diajak untuk:

1. Menggali pengalaman pribadi yang paling berkesan bersama siswa.

2. Menentukan fokus cerita — apakah kisah perjuangan, perubahan, atau pencapaian.

3. Menulis dengan sudut pandang empatik, bukan sekadar laporan, agar pembaca bisa ikut merasakan emosi penulis.

4. Menyusun struktur narasi sederhana: pembuka (memperkenalkan sosok siswa), inti (peristiwa istimewa), penyelesaian dan penutup (makna bagi guru dan pembaca).

5. Menjaga etika penulisan, seperti awalnya menggunakan nama asli, kemudian mengubah jadi tokoh pena menyamarkan nama siswa jika diperlukan dan menghindari penilaian negatif.

Melalui bimbingan praktis ini, diharapkan setiap peserta dapat menulis satu kisah nyata tentang siswa istimewa yang menggugah dan inspiratif. Kumpulan karya akan disunting dan diterbitkan dalam buku ber-ISBN, sebagai bukti nyata bahwa guru tidak hanya mendidik dengan tindakan, tetapi juga menginspirasi melalui tulisan.

-KERANGKA PENULISAN KISAH SISWA ISTIMEWA

(Khusus Untuk Guru SMA Negeri 6 Kota Malang)

Judul:

Contoh: 

• “Dari Kelas Belakang Menuju Panggung Utama”

• “Senyum Setelah Luka: Kisah Naira di SMA 6 Malang”

• 

1. Pembuka (Orientasi)

• Kenalkan diri guru secara singkat (nama dan mata pelajaran).

• Perkenalkan siswa yang menjadi tokoh utama: nama, kelas, dan kesan awal.

• Menggambarkan suasana di lingkungan SMA Negeri 6 Kota Malang — kelas, halaman sekolah, atau interaksi antar siswa.

 Tujuan: Membangun kedekatan emosional antara penulis dan pembaca.

2. Tantangan atau Masalah

• Menjelaskan kesulitan atau kondisi khusus siswa (akademik, sosial, ekonomi, atau emosional).

• Gambarkan bagaimana guru menyadari ada sesuatu yang istimewa di balik tantangan itu.

 Tujuan: Menunjukkan empati dan ketelitian guru dalam membaca karakter siswa.

3. Upaya dan Proses Perubahan

• Ceritakan langkah konkret guru dalam mendampingi siswa: memberi motivasi, pendekatan pribadi, atau kegiatan sekolah yang membantu.

• Menjelaskan perubahan kecil yang mulai tampak.

Tujuan: Menggambarkan proses pembelajaran manusiawi dan hubungan batin guru–murid.

4. Titik Balik

• Ceritakan momen berkesan ketika siswa menunjukkan perubahan nyata: berhasil tampil, berprestasi, membantu teman, atau mengubah sikap.

 Tujuan: Menjadi puncak emosi dalam kisah.

5. Refleksi dan Makna

• Sampaikan pelajaran berharga bagi guru.

• Kaitkan dengan nilai-nilai pendidikan di SMA Negeri 6 Kota Malang, seperti disiplin, peduli, dan berprestasi.

• Akhiri dengan pesan inspiratif.

Tujuan: Menutup kisah dengan makna mendalam dan motivasi.

Contoh:

“Langkah Kecil Farhan Menuju Mimpi Besar”

Oleh: Ibu Dwi Lestari, S.Pd. (Guru Fisika SMA Negeri 6 Kota Malang)

Saya mengenal Farhan sejak pertama kali ia masuk ke kelas XI MIPA 2. Tubuhnya tinggi, tapi matanya selalu menunduk. Ia jarang berbicara, apalagi bertanya di kelas. Nilai ulangan harian pertama menunjukkan angka yang tak menggembirakan. 

Saat saya bertanya, “Kamu paham, Nak?” ia hanya tersenyum kecil dan menjawab, “Belum, Bu, tapi saya coba belajar lagi.”

Hari-hari berikutnya, saya mulai memperhatikan bahwa Farhan selalu duduk di pojok kanan belakang, membawa buku lusuh dan botol air mineral yang ia isi ulang dari keran sekolah. Suatu hari, ketika saya mengembalikan hasil tugas, ia tampak memandangi kertasnya lama sekali. Nilainya naik dari 45 menjadi 70. 

“Bagus, Farhan. Ini kemajuan besar,” kataku.

 Ia menatap saya, tersenyum, dan berkata lirih, “Saya belajar sampai malam, Bu, sambil membantu ibu jualan gorengan.”

Dari situlah saya tahu, Farhan bukan malas — ia berjuang di tengah keterbatasan. Setiap sore selepas sekolah, ia membantu ibunya berjualan di depan rumah kontrakan mereka di daerah Sawojajar. Kadang-kadang, ia baru tidur lewat tengah malam setelah menyelesaikan tugasnya. Namun, dia tak pernah absen sekolah.

Saya kemudian mengajaknya ikut program Pendampingan Belajar Fisika di sore hari. 

Awalnya dia ragu, “Takut ganggu teman-teman yang pinter, Bu.” 

 “Belajar itu bukan soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling mau berusaha," kata saya.

Minggu demi minggu, Farhan mulai percaya diri. Ia berani menjawab soal di papan tulis, bahkan membantu siswa memahami rumus. Pada ujian akhir semester, nilainya naik drastis menjadi 86.

Yang paling mengharukan, saat upacara Hari Guru, Farhan maju ke depan membawa selembar surat. 

Dengan suara bergetar dia berkata,“Terima kasih Bu Dwi. Ibu bukan hanya ngajari rumus, tapi ngajari saya percaya pada diri sendiri.”

Udara mata saya nyaris jatuh. Di balik singkatnya, Farhan mengajarkan saya arti pendidikan sejati: bukan membuat siswa tahu segalanya, tapi membuat mereka yakin bahwa mereka mampu.

Kini, Farhan diterima di universitas negeri melalui jalur prestasi. Setiap kali saya melewati bangku pojok kanan belakang di kelas XI MIPA 2, saya tersenyum mengingat perjuangannya

Langkah kecil Farhan—dari pojok kelas panggung kehidupan—adalah kisah yang membuat saya percaya, setiap anak di SMA Negeri 6 Kota Malang punya keistimewaannya sendiri.


KISAH 2: Dimas si Pembuat Obat yang Insaf  

Oleh: Bapak Arif Rahman, S.Pd. (Guru PPKn SMA Negeri 6 Kota Malang)

Ketika pertama kali saya mengajar kelas XI IPS 1, ada satu nama yang langsung menarik perhatian, Dimas Aditya.

 Bukan karena prestasinya, tapi karena seringkali suara yang paling keras terdengar di kelas. Hampir setiap minggu ada saja laporan tentang ulahnya—membolos, bercanda berlebihan, atau menirukan guru saat mengajar.

Saya sempat kecewa. Setiap kali ditegur, ia hanya tertawa kecil sambil berkata, “Santai aja, Pak, biar nggak tegang.” 

Tapi di balik tingkahnya yang ramai, saya merasakan sesuatu yang ganjil—ada kosong setiap kali teman-temannya pulang, sementara ia duduk sendirian di bangku belakang.

Suatu masalah yang saya temukan. Kami duduk di ruang BK. Diam saja. Saya tak ingin memarahinya.

 “Dimas, kamu kelihatannya sering capek, tapi kamu sembunyikan lewat ketawa, ya?” tanyaku pelan.

 Ia tertunduk, lalu sambil berbisik, “Saya nggak tahu harus ngapain, Pak. Sejak ayah meninggal, ibu kerja di luar kota. Saya tinggal sama nenek, rasanya sepi.”

Sejak saat itu, saya melihat Dimas bukan lagi sebagai pembuat onar, tapi sebagai remaja yang mencari perhatian. Saya memberikan tanggung jawab kecil: menjadi koordinator kegiatan sosial kelas untuk acara Bakti Sekolah ke Panti Asuhan Al-Hidayah. 

Awalnya dia menolak, tapi saya berkata, “Saya percaya kamu bisa.”

Ternyata tanggung jawab itu menjadi titik baliknya. Ia memimpin teman-temannya menggalang donasi, menyiapkan paket sembako, bahkan tampil memimpin doa bersama anak-anak panti. 

Seusai acara, ia menghampiri saya dan berkata, “Pak, baru kali ini saya ngerasa berguna.”

Sejak itu, sikapnya berubah total. Ia jadi lebih tenang, rajin hadir di kelas, dan mulai aktif dalam kegiatan OSIS. Tahun berikutnya, Dimas bahkan dipercaya menjadi Wakil Ketua OSIS.

Saya belajar satu hal dari Dimas. Kadang-kadang siswa yang paling banyak masalah adalah mereka yang paling didengarkan. Di SMA Negeri 6 Kota Malang, kami tidak hanya mendidik, tetapi juga memulihkan—membantu anak menemukan kembali dirinya.

***


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menulis Kisah Siswa Istimewa Sehingga Layak Terbit Buku ber-ISBN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now