SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM - Dugaan pelanggaran tata ruang oleh PT Bernofarm, perusahaan farmasi besar yang beroperasi di Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, semakin menuai sorotan.
Pasalnya, seorang warga bernama Imam Syafi’i secara resmi melaporkan dugaan tersebut ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur terkait serangkaian kejanggalan dalam pemanfaatan lahan dan proses perizinan yang dilakukan perusahaan tersebut.
Dalam laporannya, Imam menyoroti pembangunan gedung baru empat lantai yang dilakukan PT Bernofarm sejak 2023. Ironisnya, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) baru terbit pada 3 Januari 2024, yang jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 sebagai turunan dari UU Nomor 28 Tahun 2002. Dalam regulasi tersebut, PBG wajib diterbitkan sebelum pekerjaan konstruksi dimulai.
"Pembangunan gedung sebelum PBG dikeluarkan itu sudah cukup untuk menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah," tegas Imam.
Tak hanya soal PBG, Imam juga menyoroti dugaan pelanggaran sempadan Sungai Afvour. Imam mengungkapkan bahwa sebagian bangunan dan pagar PT Bernofarm diduga berdiri di atas lahan sempadan Sungai Afvour, yang seharusnya bebas dari aktivitas pembangunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Hingga kini, patok batas sempadan sungai maupun papan peringatan belum juga dipasang, meski permintaan tersebut sudah disampaikan sejak tahun lalu.
Ironisnya, dalam berita acara tertanggal 20 Juni 2025, Kabid Pengairan Dinas PU BMSDA Kabupaten Sidoarjo, Prayit justru menyatakan bahwa pagar tersebut “tidak bermasalah” selama tidak ada perubahan.
Pernyataan itu kontradiktif dengan keterangan yang pernah ia sampaikan sebelumnya melalui pesan WhatsApp pada Maret 2024, yang menegaskan untuk saluran sempadan, Dinas PUBMSDA tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terkait sempadan. "Untuk jarak sempadan sungai kurang lebih ya 10 meter", terang Prayit melalui pesan obrolan WhatsApp.
"Pernyataan mereka berubah-ubah. Ini menandakan tidak ada kepastian dan lemahnya penegakan hukum di lapangan," ungkap Imam.
Imam juga menyoroti ketertutupan Pemkab Sidoarjo dalam menangani kasus ini. Sejak Januari 2025, telah digelar tiga kali rapat koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), namun dirinya sebagai pelapor tidak pernah menerima notulensi, hasil rapat, maupun tindak lanjut resmi.
"Kami warga hanya dijadikan penonton. Pemerintah tidak transparan dan tidak serius menegakkan aturan," katanya kecewa.
Kekecewaan Imam makin bertambah ketika Satpol PP Kabupaten Sidoarjo disebut sempat memanggil dan memeriksa pihak PT Bernofarm tanpa melibatkan dinas teknis dan penyelidik Polresta Sidoarjo yang menangani perkara ini.
Anehnya, surat berita acara Satpol PP menyatakan bahwa pagar tersebut tidak bermasalah, hanya dengan mengacu pada IMB tahun 1993 dan surat keputusan Pemdes Tebel.
"Padahal perkara ini masih berjalan. Kenapa Satpol PP sudah buat berita acara tanpa melibatkan dinas teknis maupun penyelidik dari kepolisian yang juga sedang menangani kasus ini?," imbuh Imam.
Tak hanya itu, Imam juga mengaku sudah dua kali mengirim surat ke Inspektorat Kabupaten dan Provinsi, namun tidak mendapat jawaban substansial.
"Bahkan, surat yang dikirimkan oleh Inspektorat Kabupaten Sidoarjo ke Inspektorat Provinsi justru membahas kinerja Satpol PP terkait penertiban tempat hiburan malam, bukan dugaan pelanggaran tata ruang yang ia laporkan," ujarnya.
Dalam hal ini, Imam menuntut Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur untuk:
1. Memberikan rekomendasi tegas kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, khususnya Dinas PU-BMSDA, untuk segera melakukan penertiban,
a. Pemasangan baliho aturan garis sempadan sungai yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
b. Penetapan patok batas zona sempadan sungai Afvour.
c. Tindakan tegas terhadap pelanggaran pemanfaatan lahan sempadan sungai.
d. Melakukan gugatan pembatalan SHM yang luasnya mencakup tanah sempadan sungai di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
2. Memerintahkan instansi terkait untuk segera memberikan klarifikasi resmi kepada pelapor terkait hasil tindak lanjut tiga kali pertemuan koordinasi yang telah dilakukan, disertai notulensi dan langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya.
3. Meminta Inspektorat Kabupaten Sidoarjo dan Inspektorat Provinsi Jawa Timur untuk menindaklanjuti laporan masyarakat secara objektif, profesional, dan akuntabel, serta menyampaikan hasil pemeriksaan dan rekomendasinya secara transparan kepada pelapor.
4. Mendorong adanya audit administrasi atas perpanjangan HGB PT Bernofarm yang diduga tidak memenuhi ketentuan teknis sebagaimana diatur dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015, guna mencegah potensi kerugian negara dan pelanggaran tata ruang.
5. Memastikan pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan peraturan sempadan sungai oleh seluruh pihak terkait di Kabupaten Sidoarjo, agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.
6. Memfasilitasi koordinasi antar instansi untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, tidak saling lempar kewenangan, serta memberikan keadilan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat lemahnya pengawasan tata ruang.
"Ini bukan cuma soal bangunan. Ini soal tata kelola negara. Kalau satu perusahaan bisa bebas melanggar aturan, bagaimana dengan yang lain?," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Sidoarjo maupun dari manajemen PT Bernofarm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?