Banner Iklan

Merangkai Rasa, Menyulam Makna, Mencintai Puisi

Anis Hidayatie
26 Juni 2025 | 13.15 WIB Last Updated 2025-06-26T06:30:23Z


Merangkai Rasa, Menyulam Makna, Mencintai Puisi 

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM – Santri berpuisi, bukan hal baru yang perlu diperkenalkan. Merangkai rasa merupakan kebiasaan, syair syair indah tercipta, dilantunkan setiap hari. Menyulam rasa menjadi lebih peka, lalu tercipta puisi, alami tanpa tendensi. Santri berpuisi adalah tentang keindahan berbalut santun kata kata. Larik demi larik terangkai menjadi sebuah pesan. Inilah santri, berpuisi dalam Festival Literasi As Sadzili.

Puisi, Jalan Sunyi Penuh Makna

Dalam kegiatan bertajuk “Bagaimana Menciptakan Puisi yang Baik?”,  memahami bahwa puisi bukan sekadar permainan kata, melainkan refleksi batin yang dikemas dalam bahasa penuh daya pukau.

Menulis puisi adalah tentang mencintai prosesnya. Tanpa cinta, puisi hanya akan menjadi kumpulan kata tanpa jiwa,” ujar Romy Sastra yang dikenal sebagai penyair lintas daerah. Pentingnya mencintai Bahasa Indonesia sebagai akar dari sastra yang kuat.

Langkah-Langkah Menciptakan Puisi yang Berarti

  1. Cintai Bahasa Indonesia
    Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi cermin identitas dan jati diri bangsa. Melalui puisi, bahasa dirawat, dihormati, dan dihidupkan kembali.

  2. Pilih Diksi yang Tajam dan Indah
    Diksi bukan hanya soal kata yang indah, tapi kata yang tepat. Kata yang membangkitkan rasa.

  3. Gunakan Majas untuk Menyulam Imajinasi
    Metafora, personifikasi, hingga hiperbola—semua hadir untuk memperkaya makna dan membuka ruang tafsir pembaca.

  4. Kenali Struktur Puisi: Kepala, Badan, dan Titimangsa

    • Kepala adalah judul yang membangun identitas.
    • Badan adalah isi puisi yang memuat bait dan larik bermakna.
    • Titimangsa adalah tanda waktu dan tempat sebagai jejak keotentikan puisi.

Gaya Bahasa: Menemukan Ciri Khas dalam Diksi

Mengutip Sofyan RH Zaid, Romy menjelaskan bahwa gaya bahasa dalam puisi terbagi menjadi tiga:

  • Bahasa Umum: langsung dan lugas.
  • Bahasa Puitis: menyentuh dan berkesan.
  • Bahasa Penyair: penuh simbol dan khas, mencerminkan identitas penulis.

Bukan Sekadar Curhat, Tapi Curahan Jiwa yang Bernilai Seni

“Banyak yang terjebak menulis puisi hanya sebagai tempat curhat,” ucap Dyah Dhomi. Ia menekankan bahwa puisi adalah karya seni, bukan sekadar catatan harian. Karena itu, penting bagi pemula untuk belajar dari komunitas dan pembimbing yang tepat agar karya mereka berkembang secara artistik.

Puisi Sebagai Jalan Estetika dan Ekonomi Kreatif

Di era digital, puisi tidak lagi sekadar dinikmati secara konvensional. Ia telah menjadi bagian dari industri kreatif. Buku puisi, pertunjukan pembacaan puisi, hingga konten literasi digital membuka peluang bagi penyair muda untuk berkarya sekaligus mandiri secara ekonomi.

Inspirasi Ada di Sekitar Kita

“Lihatlah daun jatuh, langit senja, atau tatapan ibu—semua bisa menjadi puisi, asal kita peka dan jujur dalam merasakan."Ans



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Merangkai Rasa, Menyulam Makna, Mencintai Puisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now