Banner Iklan

Dari Luka Menjadi Cahaya

Admin JSN
21 Juni 2025 | 23.32 WIB Last Updated 2025-06-21T16:32:42Z


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Dari Luka Menjadi Cahaya
Oleh : Kak Ninik

“Barangsiapa yang meringankan beban saudaranya di dunia, maka Allah akan meringankan bebannya di akhirat.” (HR. Muslim)

Dalam lembar kehidupan saya sebagai seorang guru dan kepala sekolah, Allah mentakdirkan saya mengalami banyak kisah yang tak sekadar menjadi pelajaran dunia, tapi juga menjadi teguran dan pengingat akhirat. Di antara semua itu, satu peristiwa menjadi titik balik yang kelak menumbuhkan sebuah harapan baru, sebuah lembaga pendidikan yang kini kami kelola dengan nama KB-RA Terapi Tazkiyah.

Beberapa tahun lalu, saat saya masih menjadi kepala sekolah di sebuah lembaga pendidikan anak usia dini, terjadi sebuah insiden kecil yang memantik badai besar. Seorang anak berkebutuhan khusus (ABK), Ananda Nufus, tanpa sengaja menggigit hidung teman sekelasnya, Ananda Jihan. Luka ringan itu menjadi perkara serius karena Jihan berasal dari keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya seorang pengacara, ibunya mantan penyanyi, dan kakeknya dokter terkenal yang juga merupakan donatur sekolah.

Sebagai guru, kami sudah sangat berhati-hati dalam mendampingi Nufus. Tapi insiden itu ditafsirkan sebagai kelalaian. Saat kami hendak melakukan mediasi, sang ayah datang ke sekolah dengan membawa senjata tajam, untungnya, Nufus hari itu tidak masuk karena kami sudah mengambil langkah preventif.

Dalam pertemuan resmi antara pihak sekolah dan orang tua Jihan, tekanan luar biasa kami rasakan. Tuntutan agar Nufus dikeluarkan dari sekolah disampaikan tegas. Yang membuat hati kami hancur, adalah ucapan sang kakek:

“Kami menyekolahkan cucu kami untuk belajar, bukan bermain dengan anjing. Anak kok suka gigit seperti anjing.”

Kami tercekat. Bukan hanya karena kata-katanya kasar, tapi karena ia datang dari seseorang yang selama ini dikenal sebagai tokoh terdidik dan disegani. Dengan menahan air mata dan amarah, saya menjawab:

“Maaf, Dokter. Tidak ada satu pun orang tua di dunia ini yang ingin melahirkan anak dengan kebutuhan khusus. Tapi andai Bapak dan Ibu ada di posisi mereka, dan anak Anda disebut seperti itu, bagaimana rasanya?”

Kami laporkan hasil mediasi ke yayasan. Sayangnya, pihak yayasan memilih jalan yang sama, Nufus harus dikeluarkan. Ini adalah kali pertama dalam sejarah lembaga kami seorang anak TK dikeluarkan karena perilaku yang sejatinya belum bisa ia kendalikan.

Kami tahu, orang tua Nufus adalah pribadi yang tulus. Mereka memahami, mereka menerima keputusan itu tanpa amarah. Tapi hati kami tidak bisa tenang. Maka kami mengambil langkah memohon kepada yayasan agar Nufus dipindahkan ke cabang lembaga lain. Kebetulan yayasan kami memiliki 4 cabang lembaga.

Namun, jarak rumah Nufus ke cabang terlalu jauh. Orang tuanya pun akhirnya memilih untuk berhenti dari sekolah. Di situlah, sebagai bentuk tanggung jawab dan cinta kami pada Nufus, kami ambil keputusan terakhir home schooling. Kami kirimkan guru ke rumahnya, dan kemudian membukakan jalur agar ia tetap bisa bersosialisasi di cabang lembaga meski hanya dua hari dalam sepekan. Kejadian ini bagaikan luka yang membuka mata bagi kami untuk menjadi lebih baik.

Waktu pun berlalu. Pengalaman itu membekas dalam hati. Tapi dari luka itu, lahirlah tekad dan doa panjang. Saya belajar bahwa guru bukan hanya pengajar, tapi juga pejuang dan pelindung anak-anak yang tidak bisa menyuarakan haknya sendiri. Dan saya yakin, Allah selalu melihat setiap niat baik hamba-Nya.

Beberapa tahun kemudian, Allah membuka jalan-Nya. Saya mendapat amanah untuk mengelola lembaga sendiri, yang kami beri nama KB-RA Terapi Tazkiyah. Kata Terapi sengaja kami sisipkan sebagai penanda sekaligus harapan. Kami ingin menyampaikan sejak awal bahwa di lembaga ini, bukan hanya anak-anak reguler yang belajar, tapi juga anak-anak istimewa yang Allah titipkan kepada kita untuk kita rawat dengan hati.

Setiap awal tahun ajaran baru, dalam kegiatan parenting dan sosialisasi program, kami sampaikan dengan jelas bahwa lembaga ini menerima dan menaungi anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan untuk dikasihani, tapi untuk disayangi dan dilibatkan. Kami ajak para wali murid untuk bersama-sama menanamkan nilai Islam kepada anak-anak:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara…”
(QS. Al-Hujurat: 10)

Kami ajarkan bahwa keberagaman itu bukan kekurangan, tapi anugerah. Bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk dan takdir yang berbeda, bukan untuk dibanding-bandingkan, tapi untuk saling mengenal dan saling menguatkan.

Alhamdulillah, perlahan namun pasti, nilai-nilai ini meresap. Para orang tua mulai memahami, anak-anak pun belajar bersama tanpa menyisihkan yang lain. Bahkan murid-murid reguler dengan gembira mengajak teman-teman istimewa mereka bermain, menolong saat kesulitan, dan bersahabat tanpa prasangka.

Kami para guru pun tak hanya mengajar, tapi menjadi jembatan. Kami membimbing anak-anak bukan hanya membaca huruf dan angka, tapi juga membaca hati dan memahami perasaan. Kami yakin, pendidikan yang paling mendasar adalah adab—dan dari adab, akan tumbuh kasih sayang dan kemuliaan hidup.

Dari semua ini saya belajar, bahwa pendidikan sejati bukan hanya soal prestasi, tapi tentang keberanian mencintai tanpa syarat. Menjadi guru adalah jalan panjang, penuh liku, tapi bila diniatkan karena Allah, maka setiap luka akan menjadi pahala, dan setiap langkah akan menjadi cahaya.

"Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga."
(HR. Muslim)

Hari ini, saya berdiri bukan hanya sebagai guru, tapi sebagai murabbi yang ingin menumbuhkan generasi dengan hati. Di KB-RA Terapi Tazkiyah, kami bukan hanya membangun lembaga, tapi membangun peradaban yang dimulai dari cinta, keikhlasan, dan penghargaan terhadap setiap jiwa termasuk jiwa-jiwa istimewa yang Allah hadirkan sebagai ujian sekaligus rahmat.

Semoga kelak, Allah catat semua ini sebagai amal jariyah. Untuk para guru yang terluka namun tetap sabar, untuk anak-anak yang berjuang dalam senyap, dan untuk setiap orang tua yang memilih cinta daripada penghakiman.

---

Biografi Penulis

Ninik Hamidah, lebih akrab dengan nama panggung Kak Ninik, adalah sosok yang tak pernah kehabisan cerita—secara harfiah! Lahir di Malang pada 5 Juni 1972, ia telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya membawa dunia dongeng ke hati anak-anak. Sejak 1997, ia telah menjadi guru Pendidikan Anak Usia Dini, memastikan setiap anak mendapatkan fondasi pendidikan yang kuat. Masih aktif sebagai Kepala Sekolah di KB RA TERAPI Tazkiyah Malang. Tapi yang membuatnya istimewa adalah kiprahnya sebagai pendongeng sejak 2008 melalui PPMI (Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia), di mana ia menghidupkan kisah-kisah dengan suara dan ekspresi yang memukau.

Suara khas Kak Ninik sering mengudara di RRI Malang dalam acara Dunia Anak, membawa kisah-kisah penuh inspirasi dan nilai. Tak cukup dengan mendongeng, ia pun menuangkan kreativitasnya ke dalam tulisan. Buku-buku yang telah ia terbitkan antara lain Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia (2018), Kumpulan Cerita Anak Berkarakter (2022), Anak Pemberani (2022), Kumpulan Cerita Anak Tema Ibu (2025), dan KumpulanCerita Anak Tema Kue Kesukaan (2025)

Ingin mengikuti kisah dan aktivitas Kak Ninik? Yuk, kunjungi akun media sosialnya! TikTok: @kak.ninik.dan.acil  Instagram & Facebook: ninik.hamida YouTube: Kak Ninik


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Luka Menjadi Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now