Banner Iklan

Dugaan Produk Halal Mengandung Babi, Validitas Pengujian dan Komitmen Produsen Jadi Sorotan

Admin JSN
30 April 2025 | 19.32 WIB Last Updated 2025-04-30T12:32:10Z

 

Dugaan produk halal mengandung babi menyoroti pentingnya komitmen produsen dan validitas metode pengujian. Prof. Elfi Anis Sa’ati mendorong kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan masyarakat untuk menjaga kehalalan dan kualitas produk.

JAKARTA  | JATIMSATUNEWS.COM – Munculnya dugaan bahwa produk yang telah bersertifikat halal mengandung unsur babi menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat, khususnya kalangan Muslim yang menjadikan prinsip kehalalan sebagai syarat utama dalam mengonsumsi produk. Dugaan ini menggugah perhatian banyak pihak dan memunculkan berbagai pertanyaan mengenai keandalan sistem sertifikasi halal di Indonesia.

Salah satu hal utama yang patut dipertanyakan adalah komitmen produsen dalam menjaga integritas kehalalan produk. Produsen dituntut untuk menerapkan sistem kendali mutu secara ketat mulai dari tahap penerimaan bahan baku, proses produksi, penyimpanan, hingga distribusi produk kepada konsumen. Ketiadaan pengawasan dan kepatuhan pada prosedur halal dalam setiap rantai pasok dapat menyebabkan potensi kontaminasi dengan bahan haram seperti babi.

Selain itu, permasalahan juga terletak pada standar dan keandalan metode pengujian laboratorium. Menurut Prof. Elfi Anis Sa’ati, yang pernah menjabat sebagai Kepala Laboratorium ISO 17025 di Universitas Muhammadiyah Malang, validitas hasil uji hanya bisa diterima apabila metode yang digunakan telah diakui secara nasional maupun internasional. Ia menegaskan bahwa seluruh laboratorium penguji wajib melakukan uji profisiensi untuk memastikan kesamaan dan konsistensi metode serta hasil pengujian.

Namun, di sisi lain, perusahaan produsen yang menjadi sorotan dalam kasus ini diketahui telah melakukan pengujian ulang di laboratorium independen yang memiliki reputasi baik, yaitu SUCOFINDO. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa produk tidak mengandung unsur babi. Temuan ini berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh BPJPH dan BPOM, yang menyatakan bahwa produk tersebut mengandung bahan haram. 

Perbedaan hasil antar lembaga penguji ini mengindikasikan adanya ketidaksamaan dalam standar atau metode pengujian laboratorium, yang pada akhirnya menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan pertemuan lintas lembaga untuk menyelaraskan standar pengujian halal secara nasional, sehingga hasil pengujian menjadi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam aspek teknis, Prof. Elfi menjelaskan bahwa kandungan babi dalam produk pangan umumnya terdeteksi melalui struktur molekuler berbasis kimia menggunakan teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR). 

Meski PCR merupakan metode yang cukup canggih dan akurat, risiko kontaminasi tetap ada, terutama saat proses distribusi jika sarana transportasi tidak steril atau tidak memenuhi standar halal. Maka dari itu, penerapan SOP Halal secara ketat oleh perusahaan menjadi krusial agar produk tidak terkontaminasi bahan haram di sepanjang rantai distribusi.

Lebih lanjut, Prof. Elfi menegaskan bahwa potensi kontaminasi produk dapat terjadi akibat kelalaian maupun kesengajaan dari pihak produsen. Dalam beberapa kasus, produsen secara tidak sadar mencampurkan produk dengan bahan yang tidak halal, sehingga terdeteksi adanya kandungan haram saat dilakukan pengujian laboratorium. 

Prof. Elfi juga mengingatkan bahwa kemungkinan lain yang kerap terjadi adalah ketika bahan baku utama sedang tidak tersedia atau produsen berupaya menekan biaya produksi, sehingga mereka menggantinya dengan bahan yang diharamkan, seperti gelatin babi. 

Padahal, aspek kehalalan dan kualitas produk seharusnya tetap dijaga secara berkelanjutan. Situasi ini menunjukkan pentingnya edukasi mengenai kehalalan produk, tidak hanya bagi produsen, tetapi juga bagi konsumen.

Di sisi lain, kelangkaan bahan baku halal, khususnya gelatin, turut menjadi tantangan tersendiri. Gelatin merupakan bahan utama dalam produk seperti marshmallow dan permen lunak, namun ketersediaan gelatin halal di pasaran hanya mencapai sekitar 60% dari kebutuhan. 

Menurut Dr. Nadratuzzaman Hosen, kelangkaan ini bisa mendorong oknum produsen yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan bahan alternatif yang tidak halal guna menjaga kelangsungan produksi. Tindakan tersebut tentu sangat merugikan konsumen dan mencederai prinsip halal.

Menanggapi kondisi tersebut, Prof. Elfi menyampaikan harapannya agar semua pihak, baik produsen, pemerintah, maupun masyarakat, berperan aktif dalam menjaga kualitas dan kehalalan produk di Indonesia. Ia menekankan bahwa untuk membangun sumber daya manusia yang unggul, masyarakat harus mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik dan sehat).

Sebagai bagian dari strategi konsumen cerdas, Prof. Elfi mengajak masyarakat untuk menerapkan metode KLIK, yaitu: memperhatikan Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa saat membeli produk. Langkah ini diharapkan dapat membantu masyarakat menghindari konsumsi produk yang tidak sesuai dengan prinsip halal.

Prof. Elfi turut menyampaikan bahwa sebagian besar temuan kasus terkait produk yang tidak halal berasal dari produk impor. Menyikapi hal tersebut, anjuran bagi konsumen di Indonesia untuk lebih mengutamakan produk halal dari dalam negeri. Khususnya, produk yang diproduksi oleh pelaku usaha lokal seperti saudara, tetangga, atau teman yang integritas serta komitmen keagamaannya sudah dikenal dengan baik oleh masyarakat.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa industri halal di Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah, mulai dari pengawasan yang lebih ketat, harmonisasi metode uji laboratorium, hingga pemenuhan pasokan bahan baku halal. Kepercayaan publik terhadap label halal harus dijaga melalui kerja sama yang solid antara pemerintah, produsen, laboratorium, dan masyarakat.

 

Jakarta (tvOne)
Narasumber: Prof. Dr. Ir. Elfi Anis Sa’ati, MP (Ketua Pusat Studi Penelitian Pengembangan Produk Halal, Universitas Muhammadiyah Malang)
Penulis: Amalia Iffi Hima Aya. S.T.P


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dugaan Produk Halal Mengandung Babi, Validitas Pengujian dan Komitmen Produsen Jadi Sorotan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now