![]() |
| Foto : PT Bernofarm, Sidoarjo |
SIDOARJO | JATIMSATUNEWS.COM – Konflik hukum terkait dugaan pencaplokan aset negara berupa sempadan sungai oleh perusahaan farmasi raksasa, PT Bernofarm, kian memanas.
Warga Karangbong pelapor, Imam Syafi'i, kini tidak hanya melawan pihak perusahaan dan birokrasi Pemkab Sidoarjo, tetapi juga menuding adanya upaya sistematis dari oknum penyelidik di Satreskrim Polresta Sidoarjo untuk melemahkan dan atau menghentikan laporannya.
Syafi'i sebelumnya telah melaporkan PT Bernofarm ke berbagai instansi, termasuk Ombudsman RI, atas pembangunan atau peremajaan gedung baru 2 (dua), lantai dan pagar di tepi Sungai Afvour Karangbong-Banjarkemantren, area yang seharusnya menjadi zona lindung. Ia menduga telah terjadi manipulasi dokumen perizinan sejak tahun 1988 - 1993.
Penyelidik Persoalkan Legal Standing Warga Pelapor
Titik didih konflik terjadi ketika pelapor mendapatkan surat balasan dari pengawas internal Polresta Sidoarjo melalui aplikasi Dumas Presisi atas surat laporan Syafi'i ke Itwasum Mabes Polri.
Penyelidik Unit Tipidter Idik II Polresta Sidoarjo, Bripda Dany mempersoalkan kapasitasnya Imam Syafi'i sebagai pelapor yang dianggap tidak memiliki memiliki legalstanding dan alas hak tanah di lokasi yang diperkarakan, sementara pihak perusahaan memiliki sertifikat (SHM/SHGB).
"Penyelidik terkesan ingin mengalihkan fokus dari dugaan tindak pidana manipulasi data terbitnya SHGB, SHM dan IMB serta penyerobotan tanah sempadan sungai dan atau pelanggaran lingkungan ke ranah sengketa perdata biasa. Ini bentuk pelemahan pelapor," ujar Syafi'i dalam surat tanggapan resminya.
Syafi'i menegaskan bahwa argumentasi penyelidik keliru secara hukum. Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) KUHAP dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), setiap warga negara berhak melaporkan dugaan tindak pidana yang mengancam ketertiban umum dan lingkungan hidup, tanpa harus menjadi pemilik lahan yang bersinggungan langsung.
Aset Negara Tidak Bisa Dimiliki Swasta
Dalam surat tanggapannya yang tajam, Syafi'i merinci dokumen yang diduga dimanipulasi: Peta Bidang Tanah, SHM, dan IMB Tahun 1993.
"Dugaan manipulasi terjadi karena dokumen tersebut diterbitkan tanpa rekomendasi teknis dari Dinas PU-BMSDA, padahal jelas-jelas mencaplok sempadan sungai. Tanah sempadan sungai adalah kekayaan negara yang dikuasai oleh negara dan tidak bisa menjadi hak milik swasta," tegasnya, merujuk pada regulasi pemerintah yang melarang pembangunan di area tersebut.
Syafi'i mendesak agar penyelidik Polresta Sidoarjo bersikap profesional, fokus pada penelusuran unsur pidana dalam penerbitan izin ilegal, dan tidak menghalangi proses hukum dengan mempersoalkan legal standing warga yang sah secara undang-undang. Ia juga telah menyiapkan bukti tambahan berupa dokumentasi fisik lapangan dan ketiadaan dokumen pendukung perizinan dari instansi terkait.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?