Banner Iklan

Menemukan Semangat Berkarya dari Langkah Sederhana

Admin JSN
06 Desember 2025 | 10.11 WIB Last Updated 2025-12-06T03:28:55Z

 

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Gerimis baru saja reda ketika saya dan seorang teman melangkah memasuki halaman Fakultas Bahasa dan Seni Unesa. Udara malam yang lembap menyapa wajah kami, membawa aroma tanah basah dan samar-samar suara musik dari kejauhan. Hari itu, tepatnya 14 November 2025, merupakan malam kedua pameran seni Sengkuni 7, acara tahunan yang sudah lama ingin saya kunjungi. Meski jadwalnya berlangsung sejak pukul 13.00 hingga 21.00, saya baru sempat datang tepat pukul 19.00. Waktu yang bagi sebagian orang mungkin sudah mulai terlalu malam untuk menikmati sebuah pameran.

Namun, dugaan itu langsung terpatahkan saat kami tiba di depan gedung pameran. Di balik langit malam yang sendu sebab gerimis tidak kunjung berhenti, gedung itu tetap ramai pengunjung. Lampu-lampu kuning hangat memantul di genangan air, menciptakan bayangan orang-orang yang berlalu-lalang. Beberapa pengunjung terlihat membawa tote bag berisi katalog, sebagian lagi memegang kamera sambil mencari sudut terbaik. Ada juga pasangan yang duduk di tangga sambil berbincang pelan, menikmati suasana yang terasa akrab meski penuh orang asing.

Begitu melangkah ke dalam, langkah saya otomatis melambat. Suasana di dalam pameran terasa berbeda seperti hening, tenang, tapi penuh rasa kagum saat melihat puluhan karya terpajang di setiap dinding putih. Cahaya putih bercampur sedikit kuning dari lampu-lampu galeri jatuh tepat pada setiap lukisan, membuat warnanya tampak lebih dalam daripada yang pernah saya lihat di media sosial.

Ruangan pertama dipenuhi karya-karya dengan sapuan kuas lembut. Nuansa warnanya berkabut seperti ingatan yang memudar, tetapi tetap indah. Sementara itu, di sisi kanan terpajang lukisan-lukisan berani dengan warna beton yang kuat, membuat saya ingin berhenti dan melihatnya lebih lama. Saya berjalan perlahan, membiarkan mata saya menyerap satu per satu detailnya. Setiap goresan, setiap warna, setiap objek, seolah menyimpan emosi yang dituangkan oleh pelukisnya.

Saya terus berjalan mengikuti arahan dari panita, selanjutnya terdapat satu ruang yang memamerkan karya artist kids.  Saya sempat tertegun cukup lama di depan salah satu lukisan kecil. Lukisannya memang tampak sederhana dari karya sebelumnya, tapi goresannya tebal dan penuh keyakinan. Karya itu terasa lebih jujur menuangkan perasaan daripada diri saya sendiri.

Beberapa langkah setelahnya, seorang panitia menghampiri kami. “Kak, di sebelah sana ada patung interaktif. Boleh ditulis atau digambar apa saja, alatnya sudah disediakan,” katanya sambil tersenyum.

Awalnya saya hanya tersenyum sopan dengan sedikit rasa keraguan. Kami mengikuti arahan panitia itu, dan benar saja di ruangan lain berdiri sebuah patung berwarna emas berukuran tidak terlalu besar dan permukaan yang hampir penuh coretan warna-warni. Di bagian depan, sudah tidak ada ruang kosong. Namun, ketika saya melihat sisi belakang, masih ada sisa sedikit ruang untuk menggambar kupu-kupu kecil.

Setelah mengelilingi pameran selama hampir satu jam, perasaan yang mengendap di dada semakin jelas. Saya rindu bisa membuat karya gambar bebas seperti dulu. Sejak kecil saya sudah tertarik dengan ranah seni dan beberapa kali mengikut lomba menggambar. Namun, dari usaha itu memang belum pernah membuahkan hasil seperti yang saya inginkan, tapi setidaknya saya pernah berusaha untuk mewujudkannya.

Namun, malam itu saya berdiri di antara ratusan karya yang luar biasa justru merasa lebih dekat dengan impian itu daripada sebelumnya. Ada perasaan yang menyentuh saya perlahan, bukan dalam bentuk motivasi besar, tetapi dalam bentuk kehangatan kecil yang sulit dijelaskan. Seperti pergolakan batin yang mengatakan bahwa tidak apa jika sesuatu itu dimulai dari hal kecil.

Setelah pulang, perasaan itu masih menetap. Saya membuka laman Instagram untuk sekadar melihat gambar-gambar lama yang pernah saya unggah. Karya yang saya unggah terbilang masih sedikit, sebab saya hanya bisa membuatnya di waktu senggang untuk memastikan hobi ini tidak lenyap begitu saja.  Beberapa karyaku terlihat acak karena di potret dengan hasil berburu waktu, tetapi beberapa tampak tersusun rapi.

Beberapa hari setelah datang dari pameran seni, saya memposting sebuah sketsa kecil tanpa ekspektasi apa pun. Hanya ingin menandai bahwa saya masih mempertahankan hobi itu. Saya tidak menyangka, postingan itu mendapat perhatian dari salah satu pengikut akun instagram. Satu pesan masuk dari layar pemberitahuan, menampilkan suatu pertanyaan yang membuat berpikir sejenak.

“Kamu masih gambar nggak akhir-akhir ini? Aku lihat postinganmu bagus, loh,” tulisnya. Saya menatap layar ponsel, heran sekaligus senang. Tanpa menunggu lama, ia mengirim pesan kedua, “bisa bikinin aku gambar bias-ku (idola) nggak. Nggak harus perfect kok.”

Saya berpikir beberapa menit untuk memikirkan jawaban atas tawaran mendadak itu, rasa bingung bercampur senang beradu jadi satu. Disisi lain, saya senang karena ini merupakan kali pertama mendapat tawaran tersebut, tetapi disatu sisi juga bingung apakah saya sanggup melakukannya?. Saya bukan ahli dalam bidang ini, saya hanya merasa senang apabila diberi kesempatan untuk tetap mencoba mengembangkan hobi tersebut.

“Akan aku coba, tapi hasilku mungkin belum sebagus artist lain, apa kamu benar-benar yakin?” tanyaku sekali lagi untuk memastikan. “Nggak apa-apa. Aku percaya kamu bisa,” ia membalas cepat.

Kalimat itu mungkin terdengar sederhana, tapi justru kalimat seperti itulah yang seringkali paling berarti. Ekspetasi dan kepercayaan itu bisa menjadi bahan penyemangat bagi seseorang yang lama tidak percaya pada kemampuannya sendiri.

Saya menerima permintaan itu karena bagi saya, itu adalah sesuatu yang lebih dari sekadar “tawaran pertama”. Itu seperti pintu kecil yang selama ini saya pikir akan selalu tertutup. Saya mengerjakan gambar itu perlahan, berhati-hati, memastikan setiap detailnya terasa seperti usaha terbaik saya saat ini. Ketika dia mengatakan puas dengan hasilnya, ada rasa bangga kecil yang datang. Untuk saat ini saya tidak menghitung seberapa banyak nominal dari hasil karya yang dihasilkan, tapi bagaimana usaha untuk mengembalikan impian yang hampir pudar.

Ketika saya memikirkan lagi perjalanan menuju pameran itu, saya sadar bahwa inspirasi tidak selalu datang dalam bentuk besar. Kadang hanya berupa sebuah dukungan sederhana, tetapi langkah-langkah kecil seperti itulah yang sering kali menentukan arah perjalanan seseorang. Tidak semua orang punya kisah dramatis untuk diceritakan. Tidak semua perubahan harus dimulai dari hal besar. Sebagian hasil justru dimulai dari langkah kecil.

Saya tidak tahu sampai mana langkah ini akan membawa. Mungkin perjalanannya masih panjang, atau mungkin saya akan kembali ragu. Tidak ada yang tahu pastinya seperti apa, tetapi untuk saat ini, saya bersyukur karena malam itu telah mengingatkan saya bahwa impian itu masih ada. Mimpi yang mungkin terkesan kecil, tapi tetap berarti dan saya akhirnya mengizinkan diri sendiri untuk kembali memulainya lagi.

---

Eka Nadya Salsabila
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menemukan Semangat Berkarya dari Langkah Sederhana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now