Foto: Naghfir bersama Pegiat kopi
BANYUWANGI | JATIMSATUNEWS.COM - Di tengah menjamurnya kedai kopi dan meningkatnya konsumsi kopi di kawasan perkotaan, Direktur Naghfir’s Institute, Dr. Naghfir, S.H.I., S.H., M.Kn., memilih mengambil jarak dari hiruk-pikuk tren tersebut. Ia justru menapaki sumber awal kopi dengan melakukan kunjungan studi ke Rumah Kopi Banyuwangi, Jawa Timur, untuk melihat langsung proses produksi kopi dari hulu hingga hilir. Kegiatan itu dilaksanakan pada Sabtu (28) kemarin.
Kunjungan itu, menurut Naghfir, menjadi bagian dari upayanya menegaskan pentingnya literasi kopi yang komprehensif. Literasi tersebut tidak hanya ditujukan bagi para penikmat kopi di kota-kota besar, tetapi juga bagi petani dan pelaku industri kopi lokal. Pemahaman menyeluruh atas rantai produksi dinilai menjadi kunci agar kopi Indonesia tidak berhenti sebagai komoditas konsumsi, melainkan bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi berbasis rakyat.
“Kopi lahir dari proses panjang yang sering kali luput dari perhatian. Ada tanah, ada tenaga petani, dan ada tahapan pengolahan yang sangat menentukan nilai jual,” ujar Naghfir.
Selama berada di Banyuwangi, Naghfir mengikuti secara langsung proses pengolahan kopi, mulai dari masa panen hingga tahap pascapanen. Berbagai metode diperkenalkan, di antaranya olah kering dan olah basah, termasuk pengolahan wine process pada kopi robusta yang kini mulai diminati pasar.
Naghfir menilai, pilihan metode pengolahan tidak semata-mata berdampak pada karakter rasa, tetapi juga berpengaruh pada posisi tawar kopi lokal dalam persaingan pasar. Di sisi lain, Naghfir menyoroti kekayaan varietas kopi Nusantara, seperti kopi luwak, kopi lanang, hingga arabika, yang menjadi modal besar Indonesia di tingkat global.
Namun, potensi tersebut, menurut dia, berisiko melemah jika tidak ditopang oleh pengelolaan berbasis pengetahuan. Dominasi industri kopi global dapat dengan mudah menggerus peran petani dan pelaku lokal bila literasi kopi hanya berhenti di tingkat pasar.
“Kita memiliki kekayaan genetik dan kultural. Tantangannya adalah bagaimana pengetahuan itu benar-benar dimiliki oleh pelaku di tingkat bawah, bukan hanya oleh industri dan pasar,” katanya.
Alumnus Program Doktor Ekonomi Syariah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang itu juga memandang kopi sebagai medium sosial yang selama ini kerap luput dari perhatian kebijakan publik. Bagi Naghfir, kopi telah lama menjadi ruang perjumpaan lintas daerah dan kelas sosial, sekaligus simpul yang merekatkan masyarakat Nusantara.
“Kopi adalah perekat peradaban. Ia menyatukan orang-orang dari latar belakang berbeda dalam satu meja yang sama,” ujarnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?