Banner Iklan

Bencana Sumut–Aceh dan Hikmah Rajab 1447 H: Saatnya Umat Kembali dan Berbenah

Anis Hidayatie
30 Desember 2025 | 06.10 WIB Last Updated 2025-12-29T23:12:01Z

 


Bencana Sumut–Aceh dan Hikmah Rajab 1447 H: Saatnya Umat Kembali dan Berbenah

OPINI | JATIMSATUNEWS.COM: Rentetan bencana alam yang melanda Sumatera Utara dan Aceh dalam beberapa waktu terakhir—banjir bandang, longsor, dan kerusakan lingkungan—kembali menyisakan duka sekaligus tanda tanya besar: ada apa dengan relasi manusia dan alam hari ini?.

Di tengah keprihatinan nasional itu, umat Islam justru sedang berada pada momentum spiritual penting: bulan Rajab 1447 Hijriah, bulan yang oleh para ulama disebut sebagai waktu dicurahkannya rahmat Allah bagi mereka yang mau bertaubat dan memperbaiki diri.


Bagi kaum beriman, musibah tidak pernah berdiri sendiri sebagai peristiwa alam belaka. Ia selalu menyimpan pesan moral dan spiritual, terutama ketika terjadi berulang dan meluas. Rajab hadir bukan untuk menakut-nakuti, melainkan mengajak umat membaca tanda-tanda zaman dengan kejernihan iman.

Rajab, Bulan Dicurahkannya Rahmat

Dalam khazanah keilmuan Islam, Rajab termasuk asyhurul hurum—bulan-bulan mulia yang dimuliakan Allah. Para ulama memberi julukan khusus untuk Rajab, yakni al-Ashabb (الأصب), yang bermakna bulan dicurahkannya rahmat. Rahmat Allah mengalir deras kepada hamba-hamba-Nya yang mau kembali, menyesali kesalahan, dan memperbaiki arah hidup.

Rajab mengajarkan bahwa pintu taubat tidak pernah tertutup, bahkan bagi mereka yang berulang kali jatuh dalam kesalahan. Sebagaimana ungkapan hikmah yang masyhur:

“Tidaklah seseorang disebut terus-menerus bergelimang dosa selama ia banyak beristighfar, meskipun dalam sehari ia mengulangi dosa itu sampai tujuh puluh kali.”

(ما أصرّ من استغفر ولو عاد في اليوم سبعين مرة)

Pesan ini menegaskan satu hal: yang berbahaya bukanlah jatuh dalam dosa, tetapi enggan kembali kepada Allah.


Dosa Manusia dan Kerusakan Alam


Islam memandang dosa tidak semata urusan personal. Ketika dosa menjelma menjadi perilaku kolektif, seperti keserakahan, ketidakadilan, dan perusakan alam, maka dampaknya pun meluas. Hutan digunduli, sungai dirusak, alam dieksploitasi tanpa etika—dan pada akhirnya, keseimbangan runtuh.


Bencana alam di Sumatera Utara dan Aceh patut dibaca dalam kerangka ini. Musibah itu tidak hanya menimpa pelaku perusakan, tetapi juga masyarakat luas, termasuk mereka yang tidak ikut berbuat salah. Inilah sunnatullah sosial: ketika dosa struktural dibiarkan, akibatnya bersifat kolektif.

Para ulama sejak dahulu mengingatkan:

“Tidaklah sebuah nikmat dicabut kecuali karena dosa, dan tidaklah sebuah bencana turun kecuali karena dosa.”

Pernyataan ini bukan untuk menyalahkan korban, tetapi menggugah kesadaran bersama bahwa relasi manusia dengan alam dan dengan Tuhan sedang bermasalah.

Semua Manusia Berdosa, yang Terbaik adalah yang Bertaubat

Islam sangat realistis memandang manusia. Kita bukan malaikat. Kita adalah anak cucu Adam yang tak luput dari salah dan dosa. Namun Islam juga sangat optimistis: sebaik-baik pendosa adalah mereka yang mau bertaubat.

Taubat dalam Islam bukan sekadar ucapan istighfar, tetapi inabah (إنابة)—kembali mendekat kepada Allah setelah sebelumnya menjauh karena dosa dan kelalaian. Rajab adalah bulan yang tepat untuk memulai proses kembali itu, baik secara pribadi maupun sebagai masyarakat.

Amalan Rajab: Dari Ibadah Personal ke Kesalehan Sosial.

Menghidupkan Rajab 1447 H tidak cukup dengan ritual personal, tetapi juga harus berdampak pada sikap hidup. Beberapa amalan yang perlu diperkuat antara lain:

- Memperbanyak istighfar dan taubat, sebagai pembersih dosa dan penenang jiwa.

- Menjaga ibadah wajib dan menambah sunnah, terutama shalat dan puasa sesuai kemampuan.

- Menahan diri dari dosa sosial, seperti merusak alam, menyakiti sesama, dan berlaku zalim.

- Menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan, karena menjaga alam adalah bagian dari amanah keimanan.

- Muhasabah kolektif, bahwa perbaikan bangsa harus dimulai dari perbaikan moral dan spiritual.

Rajab, Momentum Bangkit dan Berbenah

Rajab bukan bulan hukuman, melainkan bulan undangan. Undangan untuk kembali, untuk berbenah, dan untuk menata ulang relasi dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta.

Di tengah duka akibat bencana Sumut–Aceh, Rajab 1447 H mengingatkan kita bahwa rahmat Allah selalu lebih luas daripada murka-Nya, asalkan manusia mau berhenti merusak dan mulai memperbaiki.

Semoga Rajab ini menjadi titik balik:

dari lalai menuju sadar,

dari rakus menuju amanah,

dari jauh menuju dekat dengan Allah.



Penulis:

Edy Purwanto Achmad

Ketua PCNU Kota Singkawang


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Bencana Sumut–Aceh dan Hikmah Rajab 1447 H: Saatnya Umat Kembali dan Berbenah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now