Advokat Wiwid Tuhu Curiga Dugaan Pelanggaran Etik dan Celah Hukum dalam Sengketa Tanah 4.578 m² di Malang
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Sengketa tanah seluas 4.578 meter persegi milik almarhumah Hartini kembali mencuat setelah memasuki persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Malang. Namun, bukan hanya persoalan kepemilikan tanah yang menjadi sorotan.
Kuasa hukum ahli waris, Wiwid Tuhu mengungkap adanya dugaan serius terkait praktik transaksi pertanahan, integritas profesi hukum, hingga potensi pelanggaran etik advokat.
“Ini Bukan Sengketa Biasa, tetapi Alarm bagi Penegakan Hukum,” ujar Wiwid.
Dalam keterangannya, Wiwid menegaskan bahwa sengketa ini membuka banyak kelemahan mendasar dalam tata kelola pertanahan dan profesi hukum.
“Sengketa tanah yang berkelanjutan di Malang ini mengungkap persoalan serius dalam praktik jual beli tanah, integritas profesi hukum, dan perlindungan hak masyarakat,” ujar Wiwid Tuhu.
Ia menilai sejumlah kejanggalan dalam perkara ini menunjukkan adanya ketidakteraturan yang harus dibenahi.
“Fakta bahwa transaksi yang telah dibatalkan tetap diperjualbelikan, dana pengembalian yang tidak sampai kepada pihak berhak, hingga munculnya akta perdamaian yang dipersoalkan, menunjukkan adanya celah besar dalam penegakan aturan pertanahan dan etika profesi,” tegasnya.
Wiwid juga menyoroti munculnya nama seorang advokat yang diduga belum memenuhi syarat kelayakan profesi namun telah melakukan pendampingan hukum sejak 2020, jauh sebelum yang bersangkutan resmi dilantik pada 2022.
Selain itu, advokat tersebut juga diduga beralih posisi dari membantu almarhumah Hartini menjadi membela pihak pembeli yang kini menjadi tergugat.
“Keterlibatan seorang advokat yang diduga belum memenuhi kelayakan profesi tetapi sudah memberikan pendampingan hukum menambah kompleksitas persoalan. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan profesi hukum,” ujar Wiwit.
Kasus ini bermula dari Akta Jual Beli (AJB) No. 927/2016 antara Hartini dan Muhammad M.M. AJB itu kemudian dibatalkan pada 2017 karena pembeli dianggap tidak melunasi transaksi.
Namun menurut ahli waris, pihak pembeli tetap melakukan penjualan tanah kepada pihak lain setelah pembatalan AJB. Di sisi lain, dana pengembalian sebesar Rp 400 juta yang telah diserahkan Hartini melalui kuasa hukumnya pada periode 2021–2022 disebut tidak pernah diterima pembeli.
Wiwid menilai dua persoalan ini menjadi inti kerugian yang dialami kliennya.
Wiwid menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan dari praktik hukum yang tidak berintegritas.
“Penyelesaian tuntas perkara ini sangat penting untuk memastikan supremasi hukum benar-benar ditegakkan. Putusan yang jelas dan transparan diperlukan agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum dan hak-hak pihak yang dirugikan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa proses pemeriksaan etik terhadap advokat yang dilaporkan harus berjalan tegas dan tanpa kompromi.
“Proses pemeriksaan etik terhadap advokat yang terlibat krusial untuk menjaga kehormatan profesi dan mencegah terulangnya kasus serupa. Masyarakat berhak memperoleh jaminan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu,” jelasnya.
Menurut Wiwid Advokat yang di duga belum memenuhi syarat namanya AZ.
"Terbukti baru dilantik September 2022 tapi sudah mendampingi dan berlaku layaknya kuasa hukum sejak 2020," ujarnya.
Dengan berbagai fakta dan dugaan pelanggaran yang muncul, persidangan di PN Malang kini menjadi perhatian luas. Publik menantikan bagaimana hakim akan mengurai kerumitan kasus ini sekaligus bagaimana organisasi profesi menindaklanjuti laporan etik yang telah dilayangkan.
Wiwid menutup keterangannya dengan penegasan bahwa kasus ini harus menjadi cermin penting bagi perbaikan sistem hukum ke depan. ANS



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?