Banner Iklan

Perjalanan Yuris Izza Maulana menjadi Pemakalah di Panggung Keilmuan Nasional

Admin JSN
26 November 2025 | 11.33 WIB Last Updated 2025-11-26T04:33:26Z

 

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di balik pintu  gedung pertemuan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta, seorang pemuda berdiri dengan langkah yang sedikit gemetar namun mata yang berbinar. Namanya Yuris Izza Maulana, mahasiswa yang kini menempuh pendidikan di jenjang S2 Universitas Negeri Surabaya dan hari itu tengah memasuki dunia  lebih luas dari halaman kampus setelah kelulusan di jenjang sebelumnya, yakni Seminar keilmuan nasional. Kedatangannya bukan sekadar perjalanan geografis dari Surabaya ke Jakarta, melainkan perjalanan seorang pemuda yang mencoba memberanikan diri di antara pakar ilmu bahasa.

Perjalanan itu bermula pada bulan Februari, ketika Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengumumkan penyelenggaraan Seminar Leksikografi Indonesia (SLI) 2025 pada 5–8 Agustus 2025. Sebuah forum ilmiah dua tahunan yang menjadi wadah pertemuan para ahli leksikografi dari seluruh Indonesia. Tahun ini, seminarnya mengusung tema yang menggugah rasa ingin tahunya, yakni “Leksikografi dan Kecerdasan Buatan.” Tema yang mempertemukan warisan bahasa dengan masa depan teknologi.

Kesibukannya saat itu sebagai pemandu wisata, mulai dari Kawah Ijen, Bali, hingga berbagai destinasi lain, namun tak menghalanginya untuk meluangkan waktu mencoba hal baru. Di sela waktu yang ia punya, ia memberanikan diri mendaftar Seminar Leksikografi Indonesia, meski tanpa menaruh harapan besar. Makalahnya ia kirimkan dengan niat “coba dulu,” sadar bahwa para pendaftar lain banyak yang berpengalaman. “Aku ini baru nyemplung,” ujarnya sambil bercanda.

Tuhan kadang menyimpan kejutan dalam proses yang sederhana karena dari lebih seratus pendaftar, hanya 27 orang yang terpilih sebagai pemakalah. Saat daftar diumumkan, ia hampir menyerah karena tak menemukan namanya di urutan abjad, sebelum akhirnya melihat namanya tersembunyi di bagian tengah berkas. Ia terdiam sejenak, lalu senyum syukur perlahan terlintas. Pada seminar tersebut, ia memaparkan makalah mengenai pengembangan website kamus dwibahasabahasa Indonesia ke bahasa Jawa dengan dua dialek, yakni dialek Arekan Surabaya dan Osing dari Banyuwangi yang dirinya buat. Melalui karyanya, ia ingin ikut melestarikan bahasa daerah asalnya di Banyuwangi sekaligus memperkenalkan kekayaan bahasa Jawa Timur, termasuk Surabaya tempat ia menempuh pendidikan.

Ia berangkat sendiri dari Surabaya, tiba di Jakarta pada Selasa pagi. SLI 2025 dibuka pukul 13.00 WIB oleh Kepala Badan Bahasa, Hafidz Muksin, disertai jajaran lembaga bahasa lainnya. Ruangan itu dipenuhi para akademisi dan praktisi bahasa dari berbagai daerah. Ada professor, dosen senior, mahasiswa, dan pemerhati bahasa lainnya.  Yuris tersenyum gugup. “Rasanya seperti semut di antara orang-orang besar,” tuturnya kemudian.

Hari yang paling menegangkan sekaligus menentukan tiba pada Rabu siang, saat ia dijadwalkan menjadi pemakalah. Ia berdiri bersama tiga pemateri lain, dipandu seorang moderator. Presentasi berlangsung di hadapan peserta yang bukan hanya luas, tetapi juga matang secara keilmuan. Ada tatapan kritis, ada kepala-kepala bijak yang mengangguk pelan, ada tangan-tangan yang siap mengangkat pertanyaan mendalam. Namun justru itulah yang membuatnya tumbuh. Ia memaparkan penelitiannya dengan tenang, menjawab pertanyaan dengan hati-hati, dan menyimak setiap masukan dari para senior.

Diskusi berlangsung hangat dan penuh keterbukaan. Seorang guru seni budaya dari Bandung berbagi pengalamannya, sementara peserta dari Balai Bahasa NTT mengajak Yuris berbicara lebih panjang selepas sesi. “Lingkungannya enak, mereka banyak memberi timbal balik,” ujarnya dengan wajah berbinar. Di ruang itu, ia merasa dihargai, ditantang, sekaligus didorong untuk terus belajar.

SLI bukan hanya wadah presentasi, tetapi juga ruang bertumbuh. Yuris menyerahkan tiga aksi akademik, berdiskusi tentang tindak lanjut penelitian, dan ikut mengamati pembacaan makalah dari pemakalah lain. Di sela-sela sesi, ia mencatat ide-ide baru, mengumpulkan keberanian dalam percakapan, dan menyerap wawasan dari para ahli. Ia merekam semuanya seperti seseorang yang baru saja menemukan peta baru dalam hidupnya.

Pada penutupan seminar, Yuris ditetapkan sebagai anggota Perkamusi, sebuah organisasi keilmuan yang menaungi bidang perkamusan dan leksikografi nasional. Masa bakti dua tahun yang akan membawanya pada jejaring penelitian yang lebih luas. Yuris tidak pernah membayangkan bahwa keberanian mengirim satu makalah beberapa bulan sebelumnya akan membawanya ke titik ini.

Ketika ia pulang ke Surabaya, perasaannya jauh lebih penuh. Penuh pengalaman, penuh keyakinan, penuh bangga terhadap diri sendiri. Ia memahami bahwa panggung keilmuan bukan hanya milik mereka yang sudah lama berdiri di atasnya. Panggung itu juga menyimpan tempat bagi mereka yang berani melangkah, meski langkah pertamanya kecil, ragu, atau gemetar.

Perjalanan Yuris Izza Maulana di SLI 2025 bukan hanya tentang menjadi pemakalah. Ini adalah kisah tentang keberanian menjejak, keindahan belajar, dan menemukan diri di tengah lautan ilmu. Bahwa dalam dunia bahasa yang luas dan terus berkembang, ia kini berada di dalamnya—bukan lagi sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari cerita.

---

Putri Saskia
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perjalanan Yuris Izza Maulana menjadi Pemakalah di Panggung Keilmuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now