TUBAN | JATIMSATUNEWS.COM - Di tengah hiruk-pikuk kota Surabaya, Meydiana Dyah Pramesty, atau yang akrab
disapa Mey, menemukan caranya sendiri untuk menjaga denyut nadi kebudayaan
tanah kelahirannya, Tuban. Bukan melalui tarian atau lagu, melainkan melalui
rasa masakan. Bagi Mey, masakan adalah jangkar rindu dan salah satu cara jitu untuk
melestarikan identitas daerah.
Lahir
dan besar di Tuban membentuk palet rasa Mey dengan kuat. Ia tumbuh akrab dengan
cita rasa pedas-asin yang khas dari Bumi Wali, sebuah comfort flavor
yang sulit ia temukan di kota rantau. Lingkungan dan kebiasaan di rumah sangat
memengaruhi seleranya, membuatnya mencintai kuliner tradisional dan
menjadikannya pengingat abadi pada kampung halaman.
Dari
banyaknya kuliner khas Tuban, rica-rica belut menjadi salah satu hidangan yang
sering ia olah. Kecintaan ini berakar dari tradisi keluarga yang merupakan pecinta
hidangan pedas, terutama belut. Resep eksperiman belut yang pernah ia buat
bahkan melahirkan pujian khusus dari ibunya, menjadikan resep yang istimewa. “Tidak semua orang bisa makan belut karena bentuknya
mirip ular dan licin, tapi bagi kami orang Tuban, itu biasa. Justru di situ
letak keunikannya” ujar Mey saat ditemui pada Senin (11/11/2025).
Keinginan Mey untuk tidak membiarkan hasil masakannya “selesai
begitu saja” membawanya ke platform digital. Resep pertamanya
di Cookpad adalah prol tape, yang ia unggah saat SMP sebagai tugas Prakarya. Motivasi utamanya sederhana: untuk mengabadikan resep dan
memberikan manfaat kepada orang lain. Dari satu resep sederhana itu, kini Mey
telah membagikan beragam kreasi kuliner khas Tuban.
Seiring waktu, aktivitas memasak dan berbagi resep
bergeser menjadi misi kebudayaan. Mey melihatnya sebagai cara yang paling ampuh
untuk melestarikan budaya lokal Tuban. “Tidak semua orang menyukai kesenian,
musik, atau tarian tradisional, tetapi mereka akan selalu tertarik dengan
makanan khas daerah,” jelasnya.
Salah satu kebanggan terbesar Mey datang ketika resep
rica-rica belut yang ia bagikan di Cookpad diunggah ulang oleh akun resmi
Pemerintah Kabupaten Tuban. Baginya, momen itu menjadi pengingat bahwa masakan
rumahan pun bisa mewakili identitas daerah di ruang publik.
Mey semakin termotivasi ketika foto rica-rica belut
buatannya dibagikan ulang oleh akun resmi Pemerintah Kabupaten Tuban. Meski
bukan resep lengkapnya, unggahan itu dimaknai sebagai apresiasi atas upayanya
mempromosikan kuliner khas daerah.
Sebelum menulis resep, ia selalu melakukan mini riset.
Ia mengumpulkan referensi dari berbagai sumber, terutama blog resmi Tuban, lalu mengombinasikannya dengan
sentuhan personal hingga resep tersebut sesuai di lidahnya.
Menurut Mey, menjaga budaya daerah bisa dimulai dari
hal-hal sederhana, seperti memasak. Ia kerap mendorong generasi muda untuk
tidak ragu berbagi hal bermanfaat. “Jangan segan untuk membagikan apapun itu
selagi bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Termasuk konten memasak.
Jangan merasa oversharing. Cintailah daerahmu dengan sepenuh hati,” pesannya.
Mey menegaskan bahwa anak muda tidak seharusnya menjadi
penonton. Mereka perlu ikut berperan melestarikan kearifan lokal. “Kalau kamu
bisa menerima manfaat dari orang lain, kamu juga harus bisa memberikan manfaat
bagi orang lain,” tegasnya.
Ia juga melihat sikap anak muda terhadap budaya daerah,
ada yang apatis, ada yang sangat mencintai, dan ada yang sebenarnya peduli
tetapi masih segan bergerak. “Budaya bukan sesuatu yang menghambat kemajuan. Ia
akan tetap hidup kalau kita memberi napas baru padanya,” tuturnya.
Di akhir perbincangan, Mey berharap generasi muda berani memperkuat
akar budaya mereka sendiri, tidak menunggu tua untuk memeliharanya. “Karena
justru di tangan kita, cita rasa dan identitas daerah bisa terus tumbuh dan
berkembang,” pungkas Mey.
Meydiana Dyah Pramesty membuktikan bahwa mencintai daerah
tidak harus dengan cara yang besar. Kisahnya menjadi pengingat bahwa identitas
daerah adalah kekayaan abadi yang selalu bisa kita bawa kemana pun kita pergi. Ia
telah berhasil menjaga aroma rindu Tuban agar tidak pernah pudar, menjadikannya
inspirasi bagi setiap anak muda Indonesia yang ingin merawat dan merayakan
akarnya.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?