FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM – Di usia lima tahun,
ketika anak-anak seusianya masih sibuk bermain boneka, berlarian bebas, Jelena
Sandra Sayidina Lesmana akrab disapa Mbak Jelle sudah bersahabat dengan aroma
matras dan gema semangat dari ruang latihan senam. Bersahabat bukan karena
paksaan, tetapi rasa ingin tahu yang tumbuh sendiri setelah melihat sang kakak
berputar lincah di udara. Dari rasa ingin tahu itu melangkah maju dimulai,
langkah perlahan membawa Mbak Jelle menjadi anggota tim senam lantai Jawa
Timur.
“Awalnya nggak niat serius,” tuturnya dalam
pesan yang disampaikan. “Cuma ikut kakak latihan, eh keterusan sampai sekarang
dan masih menjadi atlet,” tuturnya. Sejak kecil, dunia olahraga menjadi
rutinitas bagi Mbak Jelle. Ayahnya sempat mengenalkan Mbak Jelle pada beberapa
cabang olahraga seperti renang, dan bulu tangkis, tetapi hati kecilnya yakin
pada senam lantai. ”Mungkin karena di gymnastic aku bisa lebih leluasa
dan terdapat passion saya,” tuturnya saat wawancara daring, Minggu, 9
November 2025.
Perjalanan menuju puncak keemasan
tentu tidak mudah. Sejak usia belia, Mbak Jelle sudah terbiasa menjalani jadwal
latihan yang padat. ”Hampir setiap hari dua kali saya latihan pagi jam enam
sampai jam sembilan, lanjut sore jam dua sampai jam lima,” tuturnya. Kedisiplinan
itu menuntunnya menembus berbagai kejuaraan, hingga akhirnya momen paling
bersejarah tiba di PON XX di tahun 2021.
”Pertama kali ikut PON dan
langsung dapat medali emas alat balok keseimbangan. Rasanya sangat luar biasa
banget,” tuturnya, antusias mengingat kembali euforia di podium. Namun, di
balik gemerlap medali, terdapat tanggung jawab sebagai wakil Jawa Timur bukan
tanpa tekanan. ”Berat banget, karena setiap kompetisi pasti ada target. Kalau
nggak tercapai, bisa saja dikeluarkan dari tim,” ungkapnya. Tekanan itu
membuatnya belajar arti mental baja dan ketangguhan hati.
Cedera adalah mimpi buruk bagi
setiap atlet. Mbak Jelle sempat mengalaminya, bahkan kurang dari
sebulan sebelum lomba. Waktu itu rasanya hancur, tapi karena merasa punya
tanggung jawab, Mbak Jelle berusaha sembuh secepatnya.
Tak lupa dengan bermunajat pada
Tuhan Yang Maha Esa, melalui ibadah dan berdoa. “Kalau lagi down aku
curhat ke Tuhan. Kadang menangis, tapi habis itu lega. Setidaknya aku nggak
terlalu stres menghadapi latihan,” tuturnya. Ketenangan batin inilah yang
menuntunnya terus melangkah. Mimpinya sederhana tapi besar yakni menjadi Olympian
yang dikenang banyak orang, menorehkan prestasi dari PON hingga SEA Games,
bahkan Asian Games. Meski prestasinya cemerlang, Mbak Jelle tetap merendah.
“Aku nggak merasa jadi sosok inspiratif,” ucapnya malu-malu. “Aku cuma jalanin
aja, biasa aja.” Tapi justru kesederhanaan itu yang membuatnya istimewa.
Kini, selain tetap aktif
berlatih, ia mulai menanam mimpi baru, menjadi pelatih dan juri senam, serta
membangun klubnya sendiri, JSS Gymnastic. Mbak Jelle ingin terus bergelut di
dunia yang sudah aku tanam sejak kecil.
Bagi para atlet muda, terutama
perempuan di Jawa Timur, Mbak Jelle berpesan, “Kalau kalian punya passion di
olahraga, latihan aja nggak cukup. Harus dibarengi semangat tinggi,
disiplin, dan tanggung jawab. Kalau nggak punya itu, kalian nggak akan sampai
di titik yang kalian mau.” Dan sebagai penutup, ia menambahkan dengan sepenuh
hati “Jalani apa yang kalian inginkan. Jangan terpaksa. Karena kalau cuma mau
tapi nggak berusaha, hasilnya akan tetap nol.”
Dari seorang gadis kecil yang
sekadar meniru kakaknya, kini Mbak Jelle menjelma menjadi atlet senam lantai
berprestasi. Cerita hidupnya bukan sekadar tentang medali, melainkan tentang
ketekunan, ketulusan, dan keberanian mengejar mimpi.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?