Senja di bawah langit Semarang; Romansa Pudar Akibat Lokomotif Tua yang Kelelahan
CERPEN| JATIMSATUNEWS.COM: Senja merambat malu-malu di langit Semarang, mewarnai hamparan sawah dengan gradasi jingga nan ungu. Namun, keindahan itu tak mampu menghibur ratusan penumpang kereta yang terjebak di tengah hamparan sawah padi yang menghijau. Sang lokomotif, yang seharusnya membawa mereka menuju tujuan, tiba-tiba merajuk, mogok tak mau bergerak.
"Aduh, maafkan aku," keluh sang lokomotif, suaranya terdengar lirih di antara desiran angin sore. "Tenagaku habis, aku tak sanggup lagi menarik kalian."
Para penumpang menghela napas panjang. Kekecewaan terpancar jelas di wajah mereka. Seharusnya, saat ini mereka sudah tiba di kota tujuan, menikmati senja di rumah bersama keluarga tercinta. Namun, apa daya, takdir berkata lain.
"Kenapa harus sekarang?" gerutu seorang ibu muda, sambil memangku bayinya yang mulai rewel. "Saya sudah janji akan membelikan mainan untuk anak saya."
Seorang bapak tua hanya bisa menggelengkan kepala. "Sudah sering terjadi seperti ini," ujarnya dengan nada pasrah. "Kapan ya kereta api kita bisa diandalkan?"
Di tengah kekecewaan, seorang anak kecil mencoba menghibur diri dengan memandangi sawah yang luas membentang. "Lihat, Bu," serunya riang. "Pemandangannya indah sekali! Seperti lukisan!"
Namun, keindahan alam tak mampu mengalahkan rasa lapar dan dahaga yang mulai mendera. Beberapa penumpang mulai membuka bekal makanan, berbagi dengan yang lain. Suasana kebersamaan tercipta di tengah keterlambatan yang menjengkelkan.
Tak lama kemudian, tampaklah serombongan petugas kereta datang membawa kabar baik. "Kami sudah menemukan solusinya," ujar seorang petugas dengan nada lega. "Lokomotif pengganti akan segera tiba."
Sorak sorai kegembiraan membahana di tengah sawah. Para penumpang berpelukan, saling mengucapkan selamat. Akhirnya, penantian panjang ini akan segera berakhir.
Saat lokomotif pengganti tiba dan terhubung, sang lokomotif yang merajuk pun tersenyum kecut. "Baiklah, aku mengalah," gumamnya. "Semoga kau bisa membawa mereka dengan selamat."
Kereta api itu pun kembali melaju, membelah senja dan meninggalkan hamparan sawah yang mulai gelap. Para penumpang melambaikan tangan, mengucapkan terima kasih kepada para petani yang telah menjadi saksi bisu keterlambatan mereka.
Senja di hamparan sawah Semarang menjadi saksi bisu kekecewaan dan harapan. Sebuah pengalaman yang akan selalu dikenang oleh para penumpang kereta api Mataremaja rute Malang-Jakarta.
Penulis: Marwani, M.pd, STIT Ibnu Sina Malang.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?