Dekan FISIP UB bersama Mahasiswa Mancanegara yang ikut menyaksikankan Pertunjukan Wayang di FISIP UB
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Malam melarut di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Sabtu 3/10/2025. Halaman kampus berubah menjadi panggung budaya yang hangat.
Nampak 13 mahasiswa mancanegara tampak antusias menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang dibawakan oleh dalang asal Malang Ki Aardi Purbo Antono.
Dekan FISIP UB, Dr. Imron Rozuli, M.Si, dalam hal ini menegaskan pentingnya pertukaran budaya di lingkungan akademik.
"Kurang lebih ada 13 negara yang ikut terlibat. Harapan kami, mereka bisa menjadi bagian dari pertukaran budaya, belajar tentang budaya kita, dan kelak menjadi duta besar — duta besar akademik di negaranya. Mereka bisa menyampaikan bahwa Indonesia ini aman, nyaman, dan penuh kehangatan," ujarnya.
Lebih lanjut Dr. Imron menuturkan bahwa FISIP UB ingin agar mahasiswa internasional merasa betah selama menempuh studi di UB.
“Yang paling penting, mereka bisa merasa homey , seperti di rumah sendiri. Oleh karena itu, setiap acara FISIP kami upayakan selalu melibatkan mahasiswa internasional. Banyak dari mereka juga sudah mulai belajar bahasa Indonesia,” tambahnya.
Menurutnya, mahasiswa asing yang kini menempuh pendidikan di UB tersebar di delapan fakultas dan berasal dari berbagai jenjang, baik S1 maupun S2 . Mereka juga memperoleh beasiswa penuh dari universitas, termasuk biaya hidup.
“Kami fokus membantu mahasiswa dari negara-negara yang tengah berkonflik atau membutuhkan dukungan, seperti dari beberapa negara Afrika dan Timur Tengah. Arahan dari Pak Rektor jelas: UB harus hadir memberikan akses pendidikan bagi mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut dekan Dr. Imron ini adalah cara UB memperkuat diplomasi budaya lewat pendidikan.
“Kalau mereka paham budaya kita, maka mereka bisa menjadi penyambung cerita Indonesia di negaranya. Inilah cara UB memperkuat diplomasi budaya lewat pendidikan,” ujarDr. Imron Jazuli.
Acara pertunjukan wayang juga dihadiri oleh Rektor Prof. Widodo
Sementara itu tentang wayang kulit yang digelar pada malam penutup acara FISIP Festival dalang Ki Ardi Purbo Antono budayawan seniman asal Kebalen, pusat Kota Malang. Tampil dengan lakon “ Satria Garuda ”. Ia memadukan nilai sejarah, filosofi kepemimpinan, dan kearifan lokal dalam setiap adegan.
Dalam wawancara khusus Ki Ardi menceritakan, kisah Satria Garuda diilhami dari kejayaan Majapahit dan sosok Gajah Mada , yang menjadi simbol kesetiaan dan tekad menjaga persatuan Nusantara.
"Lakon ini menggambarkan perjuangan generasi Brawijaya, yang mengambil hikmah dari nilai juang masa lalu. Peperangan bukan untuk ditiru, tapi untuk diambil pelajarannya. Dari perang kita tahu bahwa kehancuran dan air mata tidak akan membawa kesuksesan sejati," jelasnya.
Sebagai dalang yang tumbuh dari keluarga seniman, Ki Aardi mengaku bahwa kecintaannya pada dunia pewayangan sudah muncul sejak kecil.
"Bapak saya seniman lukis dan pecinta wayang. Dari kecil saya sudah akrab dengan tuturan dan cerita pewayangan. Itu membentuk karakter saya hingga sekarang," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman filosofi “ Guru Tiga Mandala ” dalam kehidupan — Guru Rupaka , Guru Wisesa , dan Guru Pengajian .
- Guru Rupaka adalah orang tua yang memberi pendidikan pertama dalam kehidupan.
- Guru Wisesa adalah pemimpin atau penguasa yang bijaksana.
- Guru Pengajian adalah ulama, brahmana, atau tokoh spiritual.
“Ketiganya harus saling berhubungan. Di perguruan tinggi, pelajar belajar ilmu dan moral dari guru akademik, tapi juga tetap harus menghormati orang tua dan tokoh masyarakat. Inilah filosofi sejati yang diwariskan leluhur kita,” tuturnya dengan penuh makna.
Pertunjukan wayang di FISIP UB malam itu tidak sekedar hiburan. Lebih dari itu, ia menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Mahasiswa mancanegara tidak hanya mempelajari teori sosial-politik di kelas, tetapi juga memahami nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui seni tradisi.
“Kalau mereka paham budaya kita, maka mereka bisa menjadi penyambung cerita Indonesia di negaranya. Inilah cara UB memperkuat diplomasi budaya lewat pendidikan,” tutup Dr. Imron Jazuli.
Acara ini menjadi bukti bahwa FISIP UB tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga ruang hidup bagi nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan lokal yang terus dijaga dan dikenalkan ke dunia. Ans
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?