Menghidupkan kembali roh perjuangan yang terkandung dalam tiga stanza lagu kebangsaan dari museum WR Soepratman
SURABAYA, JATIMSATUNEWS.COM –
Di tengah pergulatan zaman yang ditandai oleh melemahnya semangat nasionalisme dan krisis moral, sebuah gema menggema kembali dari Museum dan Makam WR Soepratman, sosok pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pada Selasa, 28 Oktober 2025, komunitas pecinta budaya dan bangsa berkumpul menggelar sebuah peringatan istimewa yang bukan sekadar acara biasa, melainkan gerakan untuk menghidupkan kembali roh perjuangan yang terkandung dalam tiga stanza lagu kebangsaan.
Rudy T. Mintarto, Ketua Panitia acara, mengungkapkan bahwa kegelisahan akan memudarnya jiwa kebangsaan menjadi pemicu lahirnya kegiatan ini.
“Jangan hanya berhenti pada satu bait saja,” katanya penuh semangat. “Dalam tiga stanza, Soepratman menuliskan seluruh roh bangsa kita: tentang tanah air, pengorbanan, dan kemajuan.
Dengan menyanyikan lagu ini secara utuh, kita memanggil kembali jiwa kebangsaan yang mulai pudar.”
Pemilihan makam WR Soepratman sebagai lokasi utama bukan tanpa alasan. Rudy menegaskan, tempat peristirahatan sang maestro menjadi pengingat bahwa perjuangan besar bisa lahir dari kesederhanaan.
“Beliau tidak berjuang dengan senjata, tapi dengan biola dan pena. Lagu Indonesia Raya lahir dari hati yang tulus dan pikiran yang merdeka,” ujarnya dengan penuh rasa hormat.
Acara yang dimulai dari Museum WR Soepratman dan berlanjut di makamnya itu diwarnai oleh berbagai pertunjukan yang sarat makna.
Musik biola, pidato-pidato kebangsaan, pembacaan puisi perjuangan, hingga slametan, mengalun harmonis mengajak semua yang hadir untuk merenung dan kembali menguatkan rasa cinta tanah air.
Prof. Dr. Siswanto, penasihat program, menyoroti pentingnya menjaga kelengkapan nilai moral yang terkandung dalam tiga stanza Indonesia Raya.
“Seringkali kita hanya menyanyikan bait pertama saja,” katanya. “Padahal bait kedua dan ketiga mengandung pesan pengorbanan, tanggung jawab, dan persatuan.
Jika kita mengabaikan itu, kita kehilangan ruh moral yang sebenarnya menjadi kekuatan bangsa ini.”
Rokimdakas, sekretaris sekaligus desainer acara, menambahkan bahwa patriotisme bukan sekadar kata-kata atau slogan kosong.
“Kami ingin menunjukkan bahwa patriotisme bisa hidup dan bernafas melalui seni dan budaya yang jujur. Sama seperti Soepratman yang menggunakan musik dan kata-kata untuk menyatukan bangsa,” katanya.
Lahir pada 9 Maret 1903 dan wafat pada 17 Agustus 1938 di usia 35 tahun, WR Soepratman adalah sosok pendidik dan wartawan yang tak kenal lelah memperjuangkan kemerdekaan melalui karya-karya seni.
Meski tak memiliki keluarga sendiri, ia memberikan warisan yang abadi bagi bangsa: lagu Indonesia Raya. Atas jasanya, Soepratman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Utama.
Gema tiga stanza Indonesia Raya yang berkumandang dari makamnya bukan hanya suara nostalgia. Ia adalah panggilan nurani bagi bangsa ini, pengingat bahwa kemerdekaan sejati terletak pada kesetiaan menjaga nilai-nilai moral dan semangat kebangsaan, terutama di era yang mudah tergoda oleh kekuasaan dan kepentingan sesaat.HM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?