Banner Iklan

Dari Getaran Menuju Kesiapsiagaan: Refleksi Gempa Bumi Sumenep untuk Jawa Timur Tangguh

Eko Rudianto
11 Oktober 2025 | 18.26 WIB Last Updated 2025-10-11T11:32:21Z


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Pada 30 September 2025 sekitar pukul 23.49 WIB disaat sebagian besar masyarakat sedang beristirahat, wilayah Kabupaten Sumenep bergetar akibat gempabumi. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa bencana dapat datang kapan saja tanpa peringatan. Menurut catatan resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), episenter gempabumi terletak di laut sekitar 50 km tenggara Sumenep, tepatnya pada koordinat 7,25° LS dan 114,22° BT, dengan kedalaman sekitar 11 km. Analisis BMKG menunjukkan peristiwa ini dipicu oleh aktivitas sesar aktif bawah laut dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault), yaitu kondisi di mana terjadi tekanan tektonik yang mendorong satu blok batuan ke atas terhadap blok lainnya. Karena sifatnya yang dangkal, guncangan dirasakan kuat di Pulau Sapudi, Sumenep, Surabaya, Malang, bahkan sebagian Pulau Bali.

Mekanisme Sumber pada gempa bumi Sumenep 30 September 2025. (BMKG, 2025)

Awalnya, kekuatan gempa dilaporkan mencapai M6,5, namun setelah dilakukan pemutakhiran oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menetapkan parameter magnitudo gempa sebesar M6,0. Guncangan tersebut menimbulkan kerusakan pada puluhan bangunan dan menyebabkan beberapa orang luka-luka akibat tertimpa material. BMKG juga mencatat adanya empat gempabumi susulan (aftershock), dengan magnitudo terbesar mencapai M4,4. Fakta ini menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh lengah setelah gempabumi utama, karena getaran susulan masih bisa memicu kerusakan tambahan dan menimbulkan kepanikan. Kejadian ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai musibah semata, melainkan juga sebagai kesempatan memperkuat kesiapsiagaan dan budaya aman bencana di tingkat keluarga, sekolah, tempat kerja, maupun ruang publik.

Guncangan besar bukan hal baru bagi Sumenep dan Pulau Sapudi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 11 Oktober 2018, gempa tektonik kuat memorak-porandakan 210 rumah, merenggut 3 nyawa, dan melukai 35 orang. Tragedi itu menorehkan luka mendalam, sekaligus menjadi alarm bahwa bencana serupa bisa kembali terjadi kapan saja. Kesiapsiagaan bukanlah respon sesaat ketika gempabumi mengguncang, tetapi proses panjang yang dibangun sejak dini dan mulai dari lingkungan terkecil. Momentum pasca gempabumi menjadi saat yang tepat untuk menanamkan kesadaran, ketika pengalaman masih segar dalam ingatan dan perhatian publik sedang tinggi sehingga upaya pengurangan risiko bencana bisa lebih mudah dipahami dan dijalankan oleh masyarakat.

Lingkungan rumah, sekolah, kantor, rumah ibadah, hingga pasar dan fasilitas umum lain sepatutnya menjadi ruang implementasi kesiapsiagaan. Pentingnya hal ini terletak pada fakta bahwa gempabumi dangkal dengan mekanisme sesar aktif seperti di Sumenep cenderung menghasilkan guncangan yang luas dan merusak, sehingga kesiapan di setiap ruang kehidupan menjadi kebutuhan mendesak. Komunikasi publik yang konsisten dan beragam melalui sosialisasi tatap muka, simulasi lapangan, penyebaran brosur, media sosial, hingga pengeras suara lingkungan akan membantu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.

Ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan berdasarkan prinsip dasar community-based disaster risk reduction (CBDRR). Pertama, membentuk kelompok siaga bencana di tingkat RT/RW agar jelas siapa yang bertanggung jawab saat evakuasi. Kedua, setiap keluarga menyusun rencana darurat sederhana mengenai langkah yang harus dilakukan saat gempabumi. Ketiga, menyelenggarakan simulasi rutin di sekolah, perkantoran, dan permukiman agar respons evakuasi berjalan otomatis ketika bencana terjadi. Keempat, memanfaatkan teknologi komunikasi dan jaringan masyarakat untuk memastikan informasi cepat menyebar ke seluruh warga. Urutan ini mencerminkan kesiapsiagaan yang utuh mulai dari membangun struktur, merencanakan tindakan, melatih respons, hingga memperkuat komunikasi masyarakat.

Gempabumi Sumenep memberi pesan jelas bahwa kesiapsiagaan adalah cara terbaik untuk melindungi diri saat bencana datang. Semakin sering masyarakat dilatih, semakin besar peluang untuk selamat dan meminimalkan kerugian saat gempabumi berikutnya terjadi. Dengan membangun kesadaran kolektif, masyarakat Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya dapat menjadi lebih tangguh menghadapi ancaman gempabumi di masa depan. Selain itu, upaya kesiapsiagaan juga perlu diperkuat melalui mitigasi struktural, seperti memastikan bangunan rumah, sekolah, maupun fasilitas umum dirancang dan dibangun sesuai standar ketahanan gempa. Perbaikan dan penguatan (retrofitting) terhadap bangunan lama yang rentan menjadi langkah penting agar risiko kerusakan dan korban jiwa dapat ditekan. Dengan kombinasi kesiapan manusia dan kekuatan infrastruktur, ketangguhan masyarakat menghadapi gempabumi dapat tercapai secara lebih menyeluruh.


Penulis: M. Kahfi Maulana Anggara


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Getaran Menuju Kesiapsiagaan: Refleksi Gempa Bumi Sumenep untuk Jawa Timur Tangguh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now