![]() |
Anggota DPD RI Jatim, Lia Istifhama menyebut peran penting PPHN yang dibahas dalam sidang paripurna di Jakarta./dok.Lia Istifhama Center |
JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM - Anggota DPD RI Provinsi Jawa Timur, Lia Istifhama mendukung pembahasan PPHN dari Ketua DPD pada sidang paripurna, pada Selasa (19/8) lalu di Jakarta.
Menurut Lia, pasca Amandemen UUD 1945, salah satu keputusan paling monumental adalah penghapusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Tindakan ini berimplikasi pada sistem presidensial yang dianut Indonesia dan tidak lagi memerlukan haluan negara yang ditetapkan MPR, melainkan Presiden dapat dipilih langsung oleh rakyat.
Dengan kata lain, legitimasi program dan visi-misinya dapat dijalankan tanpa diikat oleh ketetapan MPR.
Walau demikian, problem yang kemudian muncul adalah ketidaksinambungan dalam pembangunan negara, yakni banyak proyek strategis berhenti di tengah jalan hanya karena pergantian rezim politik.
Bermula dari sini, gagasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dilahirkan kembali.
Isu PPHN pun mengisi beragam ruang publik, tak terkecuali dalam suasana Sidang Paripurna DPD RI pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Melalui Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, ia menyinggung keberadaan PPHN di tengah bahasan APBN oleh Komite IV.
Pernyataan tersebut kemudian diamini oleh senator Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama sebagai bentuk dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan.
"Kebetulan, beberapa waktu lalu saya bersama kang Maman Imanul Haq dari Badan Pengkajian MPR RI dan Pengamat politik Karyono Wibowo di tengah forum Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Setjen MPR. Pada saat itu, salah satu poin dari diskusi kami adalah gagasan PPHN sebagai pedoman penyusunan APBN, termasuk pembangunan berkelanjutan," ungkap Lia Istifhama dalam rilis resmi yang diterima JSN, Jumat (22/8).
Menurut senator yang dikenal punya tagline Cerdas Inovatif dan Kreatif (Cantik) ini, perlu ada penguatan hubungan antara hukum PPHN dengan eksistensi dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
"Ini akan memiliki relevansi kuat dengan positioning MPR, bahwa selama ini Ketetapan MPR terkait PPHN berupa produk administrasi (beschikking), bukan produk regulasi, dan pasca Perubahan UUD NKRI 1945 (khususnya Pasal 3), tidak ada lagi kewenangan MPR yang dituangkan dalam wujud peraturan (regelingen)," beber Lia.
Menurut Ning Lia--sapaannya, landasan formalnya telah tertuang dalam Keputusan MPR No. 3 Tahun 2024, yang menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk menyusun rancangan PPHN, dibantu Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3).
"Jadi, seharusnya penting sekali menempatkan PPHN dalam kerangka hukum tanpa mengulang masa lalu yang menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dengan kata lain tidak ada perubahan sistem presidensial, yakni Presiden tetap dipilih oleh rakyat," imbuhnya.
Keponakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ini menambahkan, bahwa PPHN memiliki peran sentral terhadap pengikat kebijakan dan pembangunan berkelanjutan ketika pemerintahan berganti seiring dengan pesta demokrasi lima tahunan.
Ia juga menekankan pentingnya posisi Ketetapan MPR RI terkait PPHN.
"Kalau kita bicara tentang wacana Pengaturan kembali Ketetapan MPR dalam Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu terkait pertimbangan memilih Ketetapan MPR ketimbang Peraturan MPR dan Keputusan MPR sebagai berikut: (i) Ketetapan MPR memiliki daya ikat dan daya laku secara eksternal, baik terhadap lembaga-lembaga negara maupun masyarakat pada umumnya, sementara Peraturan dan Keputusan MPR berdaya laku internal bagi MPR; dan (ii) dengan Ketetapan MPR, pengambilan keputusan penyusunan PPHN akan melibatkan institusi kenegaraan yang lebih luas dan merepresentasi kepentingan politik dan kepentingan daerah (baik anggota DPR dan anggota DPD)," jelasnya.
Lia juga menggarisbawahi peran lain dari keberadaan PPHN yaitu dapat menjadi bagian dari upaya efisiensi pengeluaran negara oleh pemerintah.
"Sebagai contoh, tidak ada lagi namanya kementrian yang berbeda pada tiap presiden. Ini menyebabkan tiap ganti nama kementrian, maka mulai dari kop surat hingga plakat yang harganya super mahal, akan diganti," beber Lia.
Senator muda yang juga musisi ini mengakui jika topik ini berat dan memang dibutuhkan kajian berkali-kali agar menemukan hasil yang maksimal terkait dampak positifnya bagi negara. Sebab, menurutnya, jika terealisasi akan membantu salah satu kebijakan pemerintah saat ini yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran. ***
Editor: YAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?