MADIUN | JATIMSATUNEWS.COM - Masyarakat Indonesia meriahkan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia (HUT RI) dengan berbagai kegiatan seperti upacara, jalan santai, kesenian, lomba tradisional dan lain sebagainya.
Begitu pun dengan warga Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun. Berbagai kegiatan dilaksanakan dengan meriah.
Dari berbagai lomba tradisional tabuh kentongan salah satunya.
Lomba kentongan juga disebut tektur. Tidak ada kejelasan mengapa lomba pukul kentongan disebut tektur. Ada kemungkinan karena bunyi yang dihasilkan suaranya tek, tek tur. Nama kentongan sendiri di Jawa disebut therthekan.
Kegiatan tersebut diikuti perwakilan setiap RT baik laki-laki atau perempuan. Di mana satu dusun ada 7 RT. Ketua RT menunjuk 3 orang warganya atau warga inisiatif mewakili. Pada waktu ditentukan semua perwakilan keliling dusun sambil memukul kentongan.
Ketiga peserta ini harus kompak dalam segala hal, mulai dari kostum, teknik memukul hingga gerak kaki. Tak ketinggalan peserta pun harus memiliki kesehatan fisik yang prima karena rutenya cukup jauh, sekitar 2 Km. Itu sebabnya peserta lomba tabuh Kentongan baiknya diikuti gen Z.
Selain gen Z memiliki fisik kuat juga sebagai upaya nguri-uri budaya yang hampir redup. Banyak generasi sekarang tidak mengenal bambu, alat musik tradisional.
Peserta Lomba Kentongan Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Madiun. Sumber Foto by Ika, 24/08/2025.Tradisi Lomba Kentongan
Warga yang bermukim di perkampungan pastinya mengenal kentongan. Kentongan merupakan alat musik terbuat dari bambu berongga sehingga menghasilkan bunyi jika dipukul.
Bunyi tersebut bukan sembarang bunyi, tetapi membawa maksud dan pesan bagi masyarakat. Pada intinya kentongan ini sebagai alat komunikasi masyarakat, tetapi tidak boleh asal dipukul agar tidak terjadi kesalahpahaman karena setiap bunyi berbeda pesannya.
Misalnya petugas memberi tahu ada salah satu warganya meninggal makan kentongan dipikul satu kali berturut-turut terus menerus.
Pesan kalau ada pencurian, pukulannya 2-2 terus menerus dengan jeda sari ketukan. Kalau ada kejadian kebakaran, kentongan dipukul 3-3 terus menerus satu kali jeda. Jika suasana kampung tenang kentongan dipukul oleh petugas 1 kali selanjutnya 3 kali.
Zaman sekarang kentongan sudah hilang seiring tiada jaga ronda. Bahkan di beberapa wilayah pos kamling atau pos keamanan tidak ada. Alat komunikasi pun semakin simpel. Warga dapat memberi pesan lewat ponsel, pesan grup.
Sejarah Kentongan
Perlombaan kentongan tidak lepas dari sejarah. Merangkum dari berbagai sumber, kentongan pertama kali ditemukan dan digunakan oleh Cheng Ho. Dia seorang pengembara dari China.
Saat dalam pengembaraannya ke Korea, Jepang tahun 1405-1433 kentongan digunakan sebagai alat komunikasi ritual keagamaan.
Sementara di Indonesia, kentongan ditemukan sekitar abad XIX ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah berkuasa di Nusa Tenggara Barat.
Di Yogyakarta alat ini ditemukan pada masa kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan tersebut menggunakan kentongan untuk mengumpulkan warga.
Seiring perkembangan zaman, beberapa wilayah menggunakan kentongan untuk berbagai kegiatan. Bahkan kegiatan tabuh kentongan dijadikan tradisi. Misalnya, kentongan untuk membangunkan warga sahur, memberi tahu warga waktu salat. (Madiun-Sri RD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?