SAMPANG | JAGIMSATUNEWS.COM – Sidang perdana kasus dugaan penipuan jual beli tanah dan bangunan yang menyeret salah satu oknum ASN di lingkup Dinas PUPR Kabupaten Sampang akhirnya digelar terbuka di Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Kamis (10/07/2025). Tersangka Syamsiyah binti Achmad Hasan kini menyandang status tersangka tunggal dan menjadi sorotan publik, termasuk para pegiat hukum.
Sidang dengan nomor perkara 129/Pid.B/2025/PN Spg dipimpin Majelis Hakim yang diketuai oleh Fatchur Rohman, SH dan didampingi dua hakim anggota: Adji Prakoso, SH., MH serta Hendra Cordova Masutra, SH., MH. Agenda utama sidang adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sampang, Indah Asry Pinatasari, SH.
Didakwa Pasal Berlapis, Terancam 4 Tahun Penjara
JPU mendakwa Syamsiyah dengan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan 372 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan. Dalam dakwaannya, Syamsiyah disebut dengan sengaja menggunakan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan untuk menggerakkan korban agar menyerahkan harta benda kepadanya.
“Tersangka diduga kuat telah menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menggunakan kedudukannya sebagai ASN, serta menyampaikan keterangan palsu kepada korban,” tegas JPU dalam persidangan.
Syamsiyah saat ini telah ditahan di Rutan Klas IIb Sampang untuk masa tahanan awal 30 hari, terhitung sejak Senin (07/07/2025).
Korban Ungkap Kejanggalan Proses Hukum: Ada Apa dengan Penegak Hukum?
Rindawati, korban dalam kasus ini yang mengalami kerugian hingga Rp600 juta lebih, mengungkapkan berbagai kejanggalan selama proses penyidikan hingga penahanan tersangka.
Kepada awak media ini, Rindawati menunjukkan sejumlah dokumen resmi, termasuk surat penahanan SP.Han/77/IV/RES.1.11/2025/Satreskrim dan surat perpanjangan penahanan dari Kejari. Namun, ia mengaku bingung dan mempertanyakan apakah tersangka benar-benar menjalani masa tahanan saat itu.
“Secara tertulis tersangka dinyatakan ditahan sejak 28 April hingga 26 Juni 2025. Tapi apakah betul ditahan? Saya tak pernah tahu keberadaan dia selama itu,” ujarnya curiga.
Yang lebih mencengangkan, pada 26 Juni 2025, JPU malah menetapkan Syamsiyah sebagai Tahanan Kota hingga 15 Juli 2025 tanpa penjelasan atau pertimbangan hukum yang jelas kepada korban.
“Kenapa bisa jadi tahanan kota? Apa alasannya? Ini yang tidak pernah dijelaskan kepada saya,” keluhnya.
Ada Nama Lain yang Disebut Korban
Tak hanya itu, Rindawati juga menyebut adanya pihak lain yang seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Rizal dan Syamsiyah datang bersama-sama menawarkan tanah dan bangunan itu kepada saya. Tapi kenapa hanya Syamsiyah yang jadi tersangka?” ungkapnya dengan nada kecewa.
Atensi Publik Meningkat, LSM dan Pengamat Hukum Desak Transparansi
Kasus ini menjadi viral di media sosial dan memancing reaksi tajam dari sejumlah aktivis hukum di Madura. Banyak pihak menyoroti kejanggalan dalam proses penyidikan dan meminta aparat penegak hukum untuk bersikap transparan, adil, serta tidak tebang pilih.
“Jika benar ada permainan atau intervensi dalam penetapan status hukum, ini berbahaya bagi kepercayaan publik terhadap sistem hukum di daerah,” ujar salah satu pengamat hukum di Sampang.
Sidang lanjutan dijadwalkan dalam pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. Publik kini menanti apakah pengadilan mampu mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan tanpa pandang bulu.
Pewarta: Fach
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?